TIGA SATU
"Dengerin apa kata ibu guru. Jangan aneh-aneh apalagi ngikutin temen Jaemin yang ngajak pergi sendiri." Haechan kembali memberi petuah, tidak lupa untuk membenarkan seragam yang Jaemin kenakan. "Jaemin ngerti?"
Jaemin mengangguk. Dia mengerti dengan jelas ucapan sang Papa. Dan Jaemin akan berjanji kalau dia tidak akan nakal-nakal.
"Kalau airnya habis, Jaemin minta tolong ke ibu guru buat beli yang baru, ya?" Haechan menggantungkan botol minum milik Jaemin ke leher sang anak.
"Iya, Papa~" Jaemin tersenyum lucu.
Haechan menghela napas. "Nanti yang jemput Om Mark. Jaemin jangan dulu pulang sebelum Om Mark jemput."
Kedua tangan kecil Jaemin terulur. Menutupi mulut Haechan agar berhenti bicara. "Jaemin ngerti, Papa. Jaemin janji jadi anak baik. Sekarang Jaemin pergi dulu, dadah Papa. Papa kerja aja, terus nanti jajanin Jaemin."
Melihat senyum polos Jaemin, membuat Haechan ikut tersenyum. Dia mengangguk. Membiarkan Jaemin akhirnya bergabung dengan teman-temannya. Anak itu berlari, sesekali menoleh dan melambaikan tangannya ke Haechan.
"Oh!" Haechan mengerjap, "Sejak kapan bicaranya Jaemin selancar itu?"
Haechan berdiri. Tidak mau berpikir lebih. Dia memutuskan untuk pergi setelah melihat Jaemin akhirnya anteng dengan teman-temannya.
Pria itu membuka ponselnya, membaca balasan pesan dari Mark yang katanya haru ini bisa menjemput Jaemin. Haechan bersyukur di dalam hati. Setidaknya dia memiliki teman-teman yang bisa dia andaikan. Walaupun terkadang, Haechan merasa tidak enak.
Kalau Haechan dan Renjun tidak beruntung dalam keluarga, setidaknya mereka beruntung dalam pertemanan.
"Semangat kerjanya Haechan. Ada Jaemin yang harus lo sekolahin."
Di tempat lain, Yangyang berlari di koridor rumah sakit. Beberapa kali dia hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.
Saat sampai di depan pintu kamar Renjun, dia berhenti. Melihat isi kamar. Ada Renjun yang sedang membereskan barang-barangnya. Kedua tatapan mereka bertemu saat Renjun menoleh.
Yangyang mengepalkan kedua tangannya. Akhirnya. Akhirnya selesai. Ini bukan waktu yang sebentar dan mungkin Renjun bisa kambuh kapan saja. Tapi, Yangyang percaya kalau Renjun akan berubah. Dia akan lebih terbuka padanya, bahkan pada Haechan. Renjun akan jadi pribadi yang baru.
"Ren?"
Renjun tersenyum. Dia menggendong tasnya dan mendekati Yangyang. "Gue mau ambil obat dulu. Anxiety gue belum bisa ilang kalo belum minum obat."
Yangyang tersenyum lebar. Dia menyusul Renjun yang berjalan lebih dulu. Menubruk punggung Renjun dan dia peluk erat.
"Renjun, gue bangga banget sama lo. Seriusan!" Yangyang mengusak rambut Renjun gemas. "Gue yakin, anak kedua atau ketiga lo nanti, lo gak akan ngalamin apa yang lo alamin sama Jaemin. Gue pasti bakalan ikut jagain lo."
Renjun tertawa pelan. Dia mengangguk, "Iya. Makasih," balasnya, "Gue juga mau lebih terbuka sama Haechan. Dia pantes dapet lebih dari apa yang bisa gue kasih."
"Enggak, enggak. Kasih aja seperlunya. Jangan kelebihan, nanti Haechan besar kepala. Lagian tambahan itu udah Haechan dapet dari Jaemin, 'kan?"
Keduanya saling melemparkan senyum. Yangyang merangkul pundak Renjun. Dia benar-benar sangat percaya pada temannya ini. Dan Yangyang berharap, mereka mendapatkan bahagia yang mereka inginkan.
"Nah! Ayo ketemu Jaemin!"
~
"Jaemin jangan jauh-jauh, ya. Soalnya Jaemin kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
08.13 ✔️
FanficJadi orangtua itu gampang, tinggal punya anak. Tapi, bagaimana dengan mengurusnya? Apa Haechan dan Renjun benar-benar dapat melakukannya dengan baik? HYUCKREN ft Jaemin