20 | "Jaemin mau cium?"

2.7K 348 54
                                    

20

"Masuk."

Renjun masih diam di sebelah Haechan yang baru saja mengantarnya pulang. Tubuh kecilnya bergetar, kedua telapak tangannya berkeringat.

"Aku bilang masuk, Huang Renjun."

Mendengar itu, mau tidak mau Renjun harus menuruti ucapan suaminya. Dia berbalik, berjalan memasuki rumah. Haechan masih duduk di atas motornya, menarik napasnya dalam-dalam lalu turun. Mencabut kunci motornya dan berjalan menyusul Renjun.

Haechan memilih untuk duduk lebih dulu di sofa, sementara Renjun sudah ada di kamar. Pemuda itu mengeluarkan ponselnya, mengirim pesan ke Mark untuk menjaga Jaemin. Atau membiarkan bocah itu bolos besok. Karena sepertinya, dia dan Renjun belum bisa bertemu dengan Jaemin.

Punggung menyentuh sandaran sofa. Haechan memijat pelipisnya pelan. Masih begitu terguncang dengan ucapan Renjun yang mengajaknya untuk bercerai. Tanpa memberitahu apa yang membuat Renjun ingin bercerai.

Keadaan rumah sangat hening. Tidak ada suara apapun. Kecuali kendaraan yang berlalu lalang di depan rumah. Dan saat Haechan sudah merasa lebih baik, pemuda itu bangkit berdiri. Berjalan menuju kamar. Dan saat masuk, Haechan mendapati Renjun yang berbaring membelakangi pintu kamar.

Haechan mengambil langkah semakin mendekat. Dia tanpa suara ikut duduk di tempat tidur yang biasa mereka gunakan bersama dengan Jaemin.

"Kenapa kamu ngajak cerai?" tanya Haechan, memecah keheningan. "Kamu beneran udah gak bisa bertahan? Kamu beneran udah gak bisa berjuang lagi? Capek banget, ya?"

Renjun mencengkram bantal yang dia tindih. Renjun lelah. Benar-benar lelah. Walaupun Renjun tau, Haechan jauh lebih lelah dari apa yang dia rasakan.

"Maaf," kata Haechan pelan. Kepalanya tertunduk dalam, "Maaf karena aku tidak bisa memberikan apa yang kamu harapkan. Maafkan aku karena sudah membuat kehidupan kamu sulit. Maafkan aku karena dulu memaksamu untuk tetap mempertahankan Jaemin. Kalau kita tidak mempertahankannya, kamu pasti tidak akan sesakit sekarang."

Renjun berkedip pelan. Menahan dirinya untuk tidak menangis. Walaupun percuma. Karena pada akhirnya, bulir-bulir air matanya menetes turun.

"Haechan," panggil Renjun pelan, "Aku gak pernah nyalahin kamu. Aku gak ..."

Renjun menghentikan ucapannya. Bibir bawahnya dia gigit kuat-kuat.

"Jangan pernah meminta maaf. Kita gak tau kalau bakalan berakhir kayak gini."

Haechan bangkit. Dia berjalan menuju sisi Renjun. Pemuda itu berjongkok, wajahnya cukup dekat dengan wajah Renjun.

"Renjun, aku minta maaf."

Renjun bangkit duduk. Tubuh kecilnya ditarik Haechan agar mendekat. Kedua lengan Haechan memeluk pinggang Renjun. Wajahnya tenggelam di perut Renjun. Dan dapat Renjun dengar, pemuda Lee itu terisak pelan.

"Renjun, aku mencintaimu." Haechan berbisik rendah, dia mencengkram baju yang Renjun kenakan. "Aku mohon, bertahan sebentar lagi. Aku tidak ingin kita bercerai."

Renjun tercekat. Darahnya berdesir cepat dengan jantung berdegub kencang sampai dadanya terasa sakit. Kedua tangannya bergerak pelan, mengusap rambut Haechan.

"Renjun, aku mohon ... Apapun alasannya, jangan mengajakku bercerai. Aku ... aku akan bekerja lebih keras lagi. Aku akan melakukan apapun agar kehidupan kita jauh lebih baik dari sekarang. Aku akan mengambil part time untuk menambah penghasilan. Aku ... Renjun, aku mohon."

Renjun melepaskan pelukan Haechan dengan paksa. Dia masih bungkam dan saat Haechan sudah berdiri di depannya, Renjun ikut berdiri. Kedua tangannya dia letakkan di pipi Haechan, mengusapnya pelan. Menghapus sisa air mata yang masih menghiasi pipi suaminya.

08.13 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang