Suara sol sepatu yang terketuk berirama mengganti heningnya ruangan besar itu. Ada dua pria disana, namun tak ada yang berbicara. Satunya sibuk dengan pikirannya, sedangkan yang satunya siap menunggu pertanyaan maupun perintah dari hasil pekerjaannya.
"Prestasinya bagus, reputasinya juga bagus. Tapi ada perubahan keterangan disini..."
Paham, pria yang satunya mengangguk pelan membenarkan ucapan atasannya itu.
"Saat di sekolah menengah pertama, dia dikenal sangat aktif dan ceria. Tapi kebalikannya saat dia di sekolah menengah atas. Seperti ada distract padanya..."
Yang lebih muda mengangguk pelan. Bahkan dari fotonya saja, jelas sekali perbedaan auranya. Sorot mata yang lebih tajam dan ekspresi yang lebih tegas. Jauh berbeda di foto tiga tahun sebelumnya yang nampak binar cerah dari sorot mata dan ekspresi penuh kebahagiaan.
"Tahun dimana Rose bercerai dan kembali ke rumah..."
"Mereka tak akur..."
Melirik, ia menunggu bawahannya untuk melanjutkan ucapannya.
"Menurut tetangga mereka, bukan sekali dua kali mereka mendengar pertengkaran dari dua saudari itu. Bahkan nenek di seberang rumah bersumpah tak pernah melihat gadis itu lebih buruk sebelumnya. Ia percaya perceraian anak pertama keluarga itu membawa sial bagi keluarganya hingga keributan sering terjadi..."
"Aku tak percaya itu. Semua sudah takdirnya dan aku tak suka penilaian yang condong demikian..."
Ia kembali melihat pada foto yang berada di layar tabnya dan memasang senyum miringnya.
"Jaman sekarang anak muda sudah tak tahu batasan. Sepertinya. Merusak nama keluarganya..."
"Itu sama saja, Taehyung..."
Melirik, seorang pria seusianya masuk kedalam ruangannya tanpa permisi. Sudah biasa. Apalagi pria itulah yang paling biasa melakukannya.
"Kaupun juga mencondongkannya demikian..." Tambah pria itu lagi lalu duduk di kursi seberang meja pria satunya.
"Nyatanya begitu..."
"Kau mencarinya sangat detail. Lalu, apa kau sudah mencari informasi tentang pasanganmu secara detail juga?"
Pertanyaan yang sedikit menyadarkan. Ya, karena dia tertarik dan Rose mau, tak pernah ia mencari tau selebihnya. Ia hanya percaya kalau Rose adalah korban dari stereotipe masyarakat pemikiran kuno. Meletakkan tabnya dan ia siap mendengarkan.
"Kau tahu sesuatu?" Tanyanya dengan menaikkan sebelah alisnya yang mendapat balasan senyum miring dari pria yang sejak kecil bersamanya itu. Taehyung tahu betul temannya itu tak akan bicara jika tak tau fakta.
"Kau tahu... Seorang anak biasanya mencontoh sifat dari orang-orang sekitarnya. Berharap mendapat pengakuan yang sama, namun malah mendapat respon yang berbeda..."
Jimin, pria yang tahu dengan baik kalau sahabatnya itu akan mendengarkannya pun terkekeh pelan. Menarik tab milik Taehyung dan meneliti wajah manis dari foto yang terpajang disana.
"Dia meniru. Namun pada pemuda yang salah. Yang obsesif dan agresif. Menghancurkan gadis pujaannya itu supaya ia bisa membuktikan kalau gadis itu tak akan bisa bahagia tanpanya. Bad boys things..."
"Meniru? Rose menikah, Jimin..."
"Cckk... Dan kau tak tahu sebelum itu,kan? She is beautiful, Tae. You know, beautiful always full of sin..."
Kekehan pelan Jimin lagi-lagi terdengar membuat Taehyung makin memikirkan semuanya. Apalagi teringat pada ucapan terakhir gadis itu sebelum meninggalkan rumah. Sedikit skeptis, tapi ia percaya pada Rose kalau adiknya itu selalu menganggapnya buruk dan tak suka pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Wanna Be Yours
FanfictionUsia bukan penghalang. Itu yang pemuda itu selalu ingat. Tentu saja motto hidup itu baru tercipta dan hanya berlaku dalam hal percintaannya saja pada sang senior idamannya, Lia.