Jake menghela nafas panjang. Sedikit merasa lega karena mendengar kabar baik setelah dua bulan lalu Jeno mengatakan Lia didatangi pria asing lagi. Kali ini,setelah sekian kalinya, kakaknya berhasil membujuk Lia pindah ke rumah mereka. Menempati kamar Jake yang kosong selama Jake kuliah. Bahkan orang tua mereka melarang Lia bekerja dan membiayai pendidikan gadis itu.
Ya meskipun Lia dengan mudah mendapatkan beasiswa penuh karena prestasinya semasa sekolah, namun untuk kebutuhan sehari-hari tentu dia butuh tunjangan juga yang sekarang dibiayai penuh oleh orang tua Jake dan Jeno.
Bahkan Tiffany, ibu dari dua pemuda itu merasa senang karena ada temannya mengobrol dimana Lia ternyata memiliki beberapa hobi yang sama dengan Tiffany. Meski kata mamanya, Lia memang masih malu-malu dan tak banyak bicara jika tak ditanya.
Menatap keluar jendela, Jake sungguh sudah merindukan gadis pujaannya itu. Apalagi bisa tidur sambil memeluk Lia. Jake sangat merindukannya. Setiap momen mereka bersama. Meski setiap hari menelfon bahkan video call, tapi rasanya tetap saja kurang.
Kadang Jake juga menjahili Lia dengan berusaha membuatnya cemburu. Menceritakan bagaimana teman-teman barunya di kampus yang tertarik padanya namun Lia nampak sangat santai dengan jawaban andalannya, "kalau memang takdir,mau kamu punya pacar sepuluh, sebelas, dua belas pun disana, rencana Tuhan tak akan berubah...". Ia sendiri sering gemas dengan jawaban Lia. Nampak cuek, tapi ia tahu tak ada yang mendapat perhatian Lia lebih dari dirinya.
"Pertanyaannya adalah, untuk apa pria itu mencari kak Lia terus? Ada urusan apa dia berusaha menemui kak Lia?"
"Keluarga Lee. Kita tak bisa meremehkan mereka..."
Taehyung mengangguk setuju. Meski jelas ia makin kesulitan untuk menemui Lia, namun sedikit senyuman terukir di wajahnya.
"Setidaknya dia berada di keluarga yang tepat..."
"Kau membatalkan rencana pernikahanmu dengan Rose?" Tanya Jimin yang sejak tadi menjadi penonton kegiatan sahabatnya itu.
"Kau bilang aku harus mencari tahu tentangnya..." Jawab Taehyung santai seakan itu bukan hal besar lagi.
Mendengarnya, Jimin tersenyum miring. Ia yakin pasti itu adalah hal besar sampai Taehyung memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Rose, wanita yang ia cintai.
"Apa yang kau temukan? Sepertinya menarik..."
"Beautiful is full of sin..."
Jimin tertawa puas. Dugaannya memang tak salah. Ia yakin pasti ada sebab dari masalah di keluarga itu.
"Aku dengar dia bercerai dari suaminya karena kekerasan. Tapi dari pihak suaminya mengaku kalau dia berselingkuh..." Ucap Jimin yang ternyata diam-diam mencari sedikit informasi juga.
Mengangguk, Taehyung seakan membenarkan ucapan Jimin itu.
"Dan benar katanya. Rose sering membawa pria kerumahnya untuk menginap..."
Jimin terkekeh pelan. Sungguh memang contoh yang 'bisa' ditiru kan? Apalagi orang tuanya yang seperti membenarkan semua kelakuan anak sulung itu.
"Kau tak mau mencoba lebih keras lagi? Siapa tau dia ingat—"
"Aku rasa tak ada gunanya..."
Alis Jimin menukik sebelah, ragu atas ucapan sahabatnya itu.
"Aku bersalah telah merendahkannya. Aku yang lupa kalau dia sejak dulu memang rapuh. Melupakan juga kalau ia adalah gadis yang jujur dibalik kerasnya..."
Ingatan kembali berputar kala dimana pria itu masih menikmati masa kanak-kanaknya. Bermain dengan teman-teman seusianya dan juga gadis kecil yang selalu dibawa oleh mantan calon istrinya itu. Gadis yang selalu diminta menjadi penonton permainan saja karena dianggap tak bisa diajak bermain. Gadis yang bertepuk tangan dengan senyum khasnya setiap ada yang kalah ataupun menang, siapapun itu.
Ia masih ingat bagaimana Lia kecil sering kehilangan sebelah sendalnya saat bermain. Menangis sambil berjalan pulang dengan tangan yang ditarik sang kakak yang mengomel.
"Dulu kau menyukainya..."
Taehyung terkekeh pelan tanpa suara. Ya, Jimin benar. Dia menyukai Lia kecil. Bahkan dulu Taehyung kecil sempat berkata akan menculik Lia dari kakaknya dan menyembunyikan gadis itu dikamarnya. Lia itu cantik sejak dulu. Cantik, manis dan imut. Seakan semua hal indah ada padanya.
"Tapi dia tidak. Dia bahkan tak mengingatku lagi. Aku pun melupakannya karena ku rasa itu hanya perasaan anak-anak biasa, sampai hari itu tiba. Aku bertemu dengannya lagi dengan banyak berita bohong tentangnya. Dan aku menyakitinya..." Lirihnya di akhir kalimat.
Sungguh ia tak bermaksud mengucapkan semua kata kasar dan menyakitkan itu pada Lia. Tapi setiap ia mendapat penolakan, emosinya selalu membuatnya tak bisa membatasi ucapannya. Yang ia inginkan adalah Lia menyerah dan menurutinya. Setidaknya sebagai adik kecilnya. Namun Lia sudah jauh lebih keras dari bayangannya. Dibantai berkali-kali pun dengan kata-kata menyakitkan tak membuatnya patah. Seakan menggambarkan betapa keras tempaan hidup yang telah ia dapatkan selama ini.
"Dia telah jatuh pada pemuda itu. Dia hanya perlu meyakinkan dirinya..."
"Lalu kau?"
Taehyung menoleh dan tersenyum tipis.
"Aku akan menghancurkan mereka..."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Wanna Be Yours
Fiksi PenggemarUsia bukan penghalang. Itu yang pemuda itu selalu ingat. Tentu saja motto hidup itu baru tercipta dan hanya berlaku dalam hal percintaannya saja pada sang senior idamannya, Lia.