8

70 14 9
                                    

Jeno menatap jengah sang adik yang sejak keberangkatan hingga di ruang tunggu itu nampak menempel sekali dengan sahabatnya. Entah berapa kali ia merasa mual mendengar cara bicara adiknya pada Lia yang terkesan dewasa, padahal dirumah manjanya luar biasa. Jika saja tak ada Renjun yang siap memukulnya, dan kedua orang tuanya yang memintanya mengalah dulu kali ini, tentu ia sudah menendang adiknya itu sejak tadi.

Sedangkan di sisi lain, Donghae dan Tiffany pun nampak menggeleng heran dengan tingkah putra bungsu mereka itu. Semakin diperhatikan, semakin terasa juga bagi keduanya bahwa telah banyak waktu yang terlewat dan putranya itupun sudah memiliki sisi dewasanya juga. Meskipun itu hanya untuk Lia.

"Kau yakin akan membiarkanku pergi,kak?" Tanya Jake entah keberapa kalinya sejak pagi itu membuat Lia harus bersabar juga.

"Hhmm... Kau masih muda dan harus sukses nantinya. Aku tak mau bersamamu jika kaupun datang hanya mengandalkan uang papamu saja nanti..."

"Kalau begitu kan lebih baik denganku,Li..." Pancing Jeno yang mendapat tepukan pelan di pahanya dari sang mama. Ya, Tiffany tahu maksud Lia mengatakan itu. Tentu supaya Jake mau lebih berusaha untuk menjadi yang terbaik juga. Jangan hanya sekedar lulus kuliah saja.

"Kalau kau bisa lulus lebih awal, tentu kau juga bisa lebih cepat bertemu Lia lagi..." Ucap Donghae yang membuat Jake menghela nafas panjang. Sulit rasanya jika sehari saja tak melihat wajah gadis idamannya itu. Dia tahu rasanya. Ketika dia mengunjungi nenek dan kakeknya di Aussie selama 6 hari dan itu benar-benar penderitaan baginya.

"Bagaimana jika aku merindukanmu?" Bisiknya pelan tak ingin ada yang mendengarnya.

"Kau bahkan mencuri Hoodie ku,Jake. Lagipula, kan bisa Videocall..." Jawab Lia menggeleng heran dengan anak itu.

"Rasanya berbeda. Ini akan lebih dari dua tahun..."

"Maka terbiasalah..."

"Aku tak mau terbiasa tanpamu..."

"Kalau begitu bersabarlah. Kau menjadi laki-laki harus bisa menahan kesabaran. Apalagi kau nanti akan menghadapi ku yang emosinya bisa meledak tanpa alasan. Ingat itu..." Lia memperingati hingga akhirnya Jake pasrah juga. Lia benar. Dia kan ingin menjadi kepala keluarga untuk Lia nanti. Dia harus bisa sabar seperti papanya saat menghadapi mamanya yang hanya karena Drakor saja bisa menangis dan marah tak jelas.

Tapi, bagaimana dengan Lia disini? Siapa yang akan menjaga gadisnya itu jika biasanya hanya dialah yang bisa selalu ada waktu disekitarnya? Kakaknya Jeno dan Renjun kan sudah sibuk kuliah.

"Kau akan baik-baik saja disini tanpaku,kak?"

Terdiam, Lia baru membayangkan itu semua. Memang benar diakuinya bahwa setiap hari tak ada absen bagi mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Bahkan bisa 24 jam ketika Jake menginap di tempatnya. Lalu bagaimana rasa harinya saat pemuda itu tak ada di sisi? Pasti sepi rasanya.

"Kekasih Renjun akan ada bersamaku..." Jawabnya tak menoleh,memilih sibuk menatap ponselnya.

"Kekasihnya,kan? Bukan Renjunnya?"

"Aduhh...!!" Keluh Jake mendadak mengangkat sebelah kakinya yang diinjak oleh Renjun. Jangan lupakan tatapan tajam dari pemuda mungil itu membuat Jake ngeri sedangkan Jeno tertawa meledeknya.

"Aku promosikan juga Lia ke teman-temanku!" Ancamnya yang membuat Jake langsung memeluk Lia erat. Tentu saja gadis itu mendorong tubuh bongsor Jake karena tak enak dengan kedua orang tua pemuda itu yang nampak menatap mereka dengan senyum dan gelengan pelan. Memalukan sekali.

"Jangan lah. Kan sudah aku booking!"

"Mulutmu!"

Renjun hendak menggaruk Jake,kesal dengan ucapan pemuda itu membuat Lia harus turun tangan menengahi sementara Jeno malah makin saja tawanya,bukannya membantu memisahkan. Donghae dan Tiffany pun sampai menghela nafas pusing dengan kelakuan 4 remaja itu. Membayangkan jika setiap hari harus mengurus mereka, mungkin keduanya akan menua lebih cepat saking lelahnya.























"Tunggu aku. Aku akan kembali. Tolong jangan tinggalkan aku nanti. Karena kau adalah kehidupanku...."

Anggukkan pelan Lia berikan, menatap Jake yang menggenggam tangannya erat. Jelas raut wajah resah pada pemuda itu dapat dilihatnya,membuatnya makin yakin dengan keputusannya. Jake tak akan mengecewakannya.

Menarik Lia dalam pelukan erat terakhir sebelum mereka berpisah, Jake mencium lama pucuk kepala gadis yang lebih pendek itu. Menghirup aroma vanilla khasnya yang pasti akan ia rindukan malam nanti.

"Putramu sudah seperti harus meninggalkan istrinya saja..." Bisik Donghae yang sejak tadi memperhatikan membuat Tiffany tertawa pelan. Yah...mungkin dia pun tak akan diam saja. Dalam hati ia pun berjanji akan membantu Jake menjaga Lia disini sampai putranya itu kembali. Karena sangat jelas baginya kalau Lia adalah dunia baru putra bungsunya itu setelah melangkah menjadi dewasa.

"Karena kebahagiaan putra-putraku adalah harapan terakhirku sebagai orang tua mereka..."









.
.
.





Double up ganti dosa kemarin 😁🙏🏻



Just Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang