16

93 14 2
                                        

"sudah papa bilang. Lebih baik memang kamu tak pulang..." Ucap Donghae sambil menggeleng pelan setelah mendengar cerita kejadian siang tadi. Jujur saja, Lia jadi merasa tak enak hati. Merasa masalah itu datang karenanya.

"Maaf pa. Jake kan cuma takut saja kak Jeno menyukai kak Lia..." Cicit Jake yang langsung mendapat pukulan sayang di kepala dari sang kakak hingga Tiffany memekik pelan karena kaget begitupun juga Lia. Donghae? Sudah terbiasa dengan sifat kedua putranya itu. Sementara Jake langsung mengusap kepalanya sambil meringis pelan. Melirik sinis sang kakak yang menatapnya horor.

"Kau pikir aku apa? Apa selama ini belum cukup membuktikan aku sebagai kakak yang baik?"

"Kau baru saja memukulku! Bagaimana bisa itu dibilang baik?" Keluh yang lebih muda sementara Tiffany hanya bisa mengelus dada saja.

"Sudah...sudah... Tak baik ribut di depan makanan. Lagipula Jake kan sudah—"

Ucapan Tiffany terhenti tatkala suara dering ponsel Jeno terdengar. Melirik, Jeno dan Lia saling bertatapan sebelum akhirnya Jeno bangkit dari kursinya.

"Aku angkat telfon dulu,ma...pa..." Pamitnya yang diangguki kedua orang tuanya sementara Jake nampak mendengus pelan.

"Loser? Siapa yang dinamai seperti itu oleh kak Jeno?" Tanyanya pada Lia yang nampak sedikit kaget namun gadis itupun segera menggeleng pelan.

"Orang yang kurang disukainya,mungkin. Kau tahu sendiri kampus itu seperti apa..." Jawab Lia yang diangguki oleh Jake.

"Tak ada yang bisa dipercaya. Semua hanya menunggu waktu untuk saling menjatuhkan. Seperti alam liar..." Ucap Jake sambil melanjutkan makannya.

"Seburuk itulah?" Tanya Tiffany yang dijawab anggukkan oleh Jake.

"Bukan hanya sesama mahasiswa, bahkan dosen pun turut andil membuat muridnya frustasi..."

"Tak salah jika banyak pelajar yang dikabarkan bunuh diri akhir-akhir ini. Papa dengar para korban pun biasanya dari kalangan menengah kebawah..." Ucap Donghae yang lagi diangguki oleh Jake.

"Karena yang punya uang biasanya akan pakai cara curang. Masa malas-malasan bisa nilainya bagus. Belum lagi kompetisi untuk bisa mewakili kampus dalam olimpiade..."

"Itu paling parah sih. Lia pernah mendengar berita ada mahasiswa berprestasi yang mendadak digantikan posisinya untuk ikut olimpiade dengan yang nilainya lebih rendah tanpa alasan jelas..." Tambah Lia yang membuat Tiffany menggeleng pelan.

"Makin hari dunia pendidikan makin kacau saja. Jadi was-was mama dengan kalian bertiga. Semoga kalian dijauhkan dari orang-orang seperti mereka..." Ucap mama dua anak itu khawatir.

"Memang ada yang berani dengan kita? Anak Lee Donghae?"

Mata Donghae langsung melotot mendengar ucapan putranya itu sementara Jake langsung memasang cengiran khasnya tanpa dosa.

"Peace,pa...bercanda..."

"Cckk... Kalau tak ada mamamu, habis kau disini..."

"Pa..." Tahan Tiffany membuat suaminya itu mendengus kesal sementara Lia dan Jake sudah terkekeh pelan.

Setelahnya, mereka semua melanjutkan makan dan Jeno pun kembali tak lama kemudian. Wajahnya nampak agak memerah yang Lia tebak pasti sahabatnya itu baru habis memarahi si pemilik kontak 'loser' itu.

"Kau tak apa, sayang?" Tanya Tiffany yang sadar perubahan suasana hati putra sulungnya itu. Menoleh, Jeno segera memasang senyumnya dan mengangguk pelan.

"Hanya masalah tugas,ma. Kelompok yang tak bisa diandalkan..." Jawab Jeno yang Lia tahu itu kebohongan saja.

"Ingat,Jen. Jangan mau dimanfaatkan. Jika mereka tak membantu, coret saja namanya dari kelompok mu..." Tegas Donghae yang diangguki oleh Jeno.

"Tentu,pa..."

Melirik, Lia nampak menaikkan sebelah alisnya dan Jeno nampak mengangguk pelan seperti memintanya untuk sabar. Ia pasti akan memberi tahu Lia kelanjutan masalahnya lagi. Sementara interaksi keduanya tak luput dari pengawasan Jake. Tentu saja. Kan mata pemuda itu tak akan lepas dari Lia. Alisnya pun berkerut, sadar ada yang salah dan disembunyikan disana.

"Aku harus tau juga!"







.
.
.










Just Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang