Pintu kamar terbuka namun tak membuat Jeno berpaling dari layar komputer gamenya. Ia seakan sudah punya tebakan sendiri siapa yang datang begitu saja meski seharusnya belum waktunya Lia yang keluar dengan temannya untuk pulang setelah izin sejam yang lalu.
"Cepat sekali kau ke toko bukunya. Biasanya—"
Ucapannya terpotong kala mendadak kerah bajunya ditarik hingga ia tersentak berdiri. Bahkan kursi sebagai salah satu tempat ternyamannya bermain game itu sudah terjatuh saking keras sentakan tubuhnya.
Matanya membulat kaget saat melihat Jake, adiknya lah sang tersangka. Tapi lebih buruk dari itu, tatapan mata adiknya yang nampak sangat marah.
"Jake? Apa-apaan—"
Jake hendak melayangkan pukulan pada Jeno namun tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Lia yang baru datang. Gadis itu nampak kaget dan panik melihat keadaan dua bersaudara itu.
"Lepaskan aku,kak!"
"Kau apa-apaan sih, Jake?! Lepaskan Jeno!" Perintah Lia tegas.
"Kau membelanya?! Apa jangan-jangan semua itu benar?!" Tanya Jake dengan nada tingginya membuat Lia dan Jeno saling melirik bingung. Apa yang pemuda itu katakan?
"Apanya yang benar? Coba bicara baik-baik. Aku tak tau salahku jika kau mendadak datang seperti ini!" Ucap Jeno setengah membentak. Dia tentu marah karena Jake terlampau memakai emosinya sedangkan dia merasa tak melakukan kesalahan apapun.
"Tak tahu, atau tak tahu malu?! Bagaimana kau bisa mencium gadis yang menjadi milik adikmu sendiri di depan umum,hah?!" Bentak Jake bertanya membuat Jeno dan Lia kaget.
"Astaga... Sepertinya ini salah paham. Jake,dengarkan aku—"
"Jangan membelanya kak! Itupun jika kau tak menaruh hati padanya juga!" Ucap Jake menatap tajam Lia. Namun Lia tak mudah tersulut. Dia yang lebih dewasa dan dia juga harus bisa berpikir lebih tenang.
"Lepaskan dan ikut aku. Dengarkan aku sekarang atau tidak sama sekali." Final Lia. Tatapannya nampak tenang sekali dan Jake tahu Lia artinya. Ia pun menurut,melepaskan kerah baju Jeno hingga yang lebih tua agak menjauh. Jujur saja Jeno sangat marah. Namun dia lebih marah lagi memikirkan siapa yang memberi informasi seperti itu pada adiknya. Dan apa pula tujuannya.
"Ayo..."
Jake mengikuti Lia yang menarik tangannya keluar kamar Jeno lalu membawanya kedalam kamar yang sebelumnya juga merupakan kamar Jake. Mendudukkan pemuda itu di sisi ranjang dan memberikan sebotol air miliknya.
"Minum dulu..."
Meski wajahnya masih nampak kesal karena belum mendapat penjelasan, namun Jake tetap menurut. Meminum beberapa kali tegukan sebelum akhirnya Lia mengambil alih dan meletakkan botol itu di atas nakas.
"Sudah lebih tenang?" Tanya Lia yang diangguki pelan olehnya.
"Coba lihat apa yang kau dapatkan.." ucap Lia sambil mengulurkan tangannya. Jake tahu betul apa yang Lia inginkan. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya,membuka email dan memberikannya pada Lia. Meski alisnya masih menukik tajam, namun tatapannya tak bisa lepas dari yang lebih tua. Bohong jika ia tak ingin memeluk Lia sekarang. Tapi dia juga masih kesal.
Nampak Lia mengecek email itu hingga akhir pesan yang juga berisi beberapa lampiran foto. Angel yang bagus. Nampak terlihat seperti Jeno yang mencium bibirnya dan beberapa foto keduanya yang diromantisasi sekali.
"Ini saat dimana Jeno menyelamatkanku dari orang asing itu. Dia memelukku karena aku ketakutan. Kau tau situasinya dan aku sudah menceritakannya,kan?" Jelas Lia sambil menunjukkan sebuah foto saat dirinya dipeluk Jeno di area kontrakannya dulu.
Jake diam namun membenarkan. Dia memang mendengar cerita itu dari Lia dan Jeno juga. Ia pun sempat berterimakasih pada kakaknya hari itu karena telah datang disaat yang tepat.
Lia hanya menunjukkan senyum tipisnya lalu beralih ke foto selanjutnya.
"Ini saat dikampus. Sama, saat aku setelah aku bertemu pria itu yang membantuku menjauh dari kak Rose. Aku juga sudah menceritakannya..."
"Dia menciummu!"
"Yang ini? Ini hanya masalah angel foto, Jake. Ya, Jeno memang menciumiku, tapi di pipi bukan di bibir. Kau tahu kan kakakmu juga suka mencium pipi mamamu jika dia gemas. Bahkan dia juga sering menahan gemas pada Renjun juga..."
Jake melipat tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya.
"Tetap saja dia menciummu!"
"Kau bahkan menciumiku sebelum kita memiliki hubungan. Di bibir pula..." Ucap Lia dengan nada suara yang dibuat ketus membuat Jake mengulum bibirnya sendiri mengingat kejadian itu. Dia sendiri mengakui kalau dia dan Jeno sama saja. Mudah gemas pada seseorang meski sering tertutupi dengan gengsi yang besar.
"Aku dan Jeno berteman sudah sangat lama,Jake. Dia sudah seperti kembaranku, dan dia menganggapku adiknya. Tak pernah lebih. Jika mau lebih, mungkin dia sudah lebih dulu menjadi pacarku,kan?"
Jake langsung menarik tangan Lia hingga gadis itu terjatuh di ranjang dan Jake langsung memeluknya erat.
"Tidak boleh! Kau hanya milikku!"
Mengulum senyumnya, Lia membalas pelukan yang lebih muda dan memberikan usapan pelan di punggungnya.
"Hhmm... Terserah apa katamu..." Jawab Lia memejamkan mata. Rasa lega mendadak menghampiri saat aroma tubuh yang lebih muda kembali menyambangi rongga hidungnya.
"Aku merindukanmu. Terlalu. Sampai rasa takutku jauh lebih besar daripada rasa rinduku..." Bisik Jake dengan mata terpejam dan pelukan yang lebih erat membuat senyum Lia tak bisa ditahan lagi.
"Hhmmm..."
Gemas mendengar jawaban singkat Lia, Jake memberi jarak diantara mereka hingga keduanya bisa bertatapan. Degup jantung yang bertambah cepat tak bisa direda. Mendapat tatapan tajam dengan alis yang menukik dari yang lebih muda.
"Katakan..."
"Apa?"
"Katakan kau merindukanku juga!" Kesal Jake merasa apa yang ia ingin dengar dari Lia belum ia dapatkan.
"Cckk...!!"
"Katakan!"
"Iya...iya..."
"Apa?"
Satu tangannya bergerak dan mengusap pipi yang lebih muda tanpa memutuskan pandangan satu sama lain.
"Aku merindukanmu—"
Ucapannya terpotong kala Jake sudah lebih dulu menempelkan bibir mereka dan kembali menggulung Lia dalam pelukannya. Pemuda itu benar-benar merindu hingga tak ingin rasanya melepas pujaan hatinya dengan cepat.
"Jangan pernah berpaling dariku..."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Wanna Be Yours
FanfictionUsia bukan penghalang. Itu yang pemuda itu selalu ingat. Tentu saja motto hidup itu baru tercipta dan hanya berlaku dalam hal percintaannya saja pada sang senior idamannya, Lia.