7

82 14 3
                                    

Pagi menjelang saat Lia membuka mata. Sedikit kaget, namun ingatan semalam langsung menghantamnya kuat. Menatap lamat wajah yang lebih muda, masih dengan jarak yang sangat dekat. Ia tak ingat tepatnya kapan dirinya mulai tertidur. Intinya, semalam berapa kalipun ia mencoba memberi jarak, Jake selalu menahannya hingga ingatan terakhirnya adalah saat bibir mereka masih saling bersentuhan satu sama lain. Bahkan dirinya kini masih dalam pelukan pemuda itu.

Posesif. Tertawa pelan dalam hati. Bagaimana pemuda itu bisa jatuh padanya? Gadis yang lebih tua, seniornya? Bukannya para lelaki menyukai wanita yang cenderung lemah lembut dan manja?

Tapi semakin ia pikirkan, perasaan itu muncul lagi. Rasa ragu yang dengan cepat membesar membuat senyumnya luntur seketika. Tidak. Akal sehatnya menyadarkan dan kembali menutup hati yang tanpa sadar terbuka lagi. Belum. Dia merasa belum siap untuk ini semua.

"Aiishh..."

Memejamkan mata, Lia menampik semuanya. Mencoba mengusir apa yang sudah terlanjur menjelajah hati. Sampai akhirnya dekapan itu mengerat bersamaan dengan dagunya yang ditarik pelan hingga bibir kembali bertemu bibir.

"Jake—"

Menjauh, namun yang lebih muda kembali menariknya dalam ciuman lembut mengikat. Jake tahu apa yang dipikirkan Lia. Bukan hanya dirinya. Nyatanya Jeno dan Renjun pun tahu apa yang selalu menghantui gadis itu. Masa lalunya yang menghancurkan semuanya.

Melawan namun percuma. Jake telah dewasa begitupun dengan kekuatan yang jauh lebih besar darinya. Mengalah membiarkan dirinya dalam rengkuhan yang berakhir dengan tetesan air mata. Mengingat setiap potongan cerita dan kata yang mengoyaknya dulu, melampirkan sesak yang luar biasa.

Ia takut. Takut diperdaya lagi, takut terpikat dan dihancurkan lagi. Dia memang tak sempurna, sangat tak sempurna. Tapi tetap saja,bukan artinya ia tak peduli akan kehancuran lagi.

Lumatan pelan nan hangat seakan mencoba menenangkannya. Menyatukan telapak tangan dan menggenggamnya, Jake berusaha menunjukkan semua yang ada di pikiran Lia itu salah. Tentang dirinya dan segala yang akan terjadi. Dia tak memikirkan itu dan tak akan mungkin melakukan itu. Apalagi dia sangat mencintai Lia. Bukan obsesi yang rela menghancurkannya.

Memberi jarak, Jake menahan tangan Lia yang hendak mendorongnya. Menahan tubuh yang lebih kecil itu supaya tetap dalam dekapnya. Tatap dengan tatap bertemu, sorot mata tajam dari Lia sama sekali tak merubah niat Jake. Tekadnya sudah bulat, untuk menunjukkan kalau dirinya ada.

Merasa tak diindahkan, Lia menyerah. Membiarkan kembali Jake menarik tangannya untuk diberi kecupan lembut sebelum akhirnya mengalungkannya di leher yang lebih muda.

"Jake—"

"Bilang padaku. Bilang bagaimana caranya membuatmu melihat ke arahku. Bagaimana caranya supaya kamu percaya padaku. Bagaimana caranya supaya aku bisa mendapatkan kesempatan darimu. Cukup satu kesempatan, aku akan membuktikannya,kak..." Ucap Jake pelan seperti berbisik, tepat di depan bibir Lia hingga gadis itu bisa merasakan setiap pergerakannya. Menatap mata sayu dari yang lebih tua, Jake tak gentar. Ia percaya, Lia akan menatapnya dan akan terus menatapnya. Entah kapan itu akan terjadi. Ia akan menunggunya.

"Tidak ada—"

"Ada. Tapi kamu menutupnya. Apa kak Lia tak bisa percaya padaku?"

Lia menggeleng pelan menjawabnya.

"Bukan begitu—"

"Kak..."

Lia perlahan mengangkat pandangannya hingga tatap itu kembali bertemu. Mencari kebohongan yang ia sendiri tak tahu caranya. Namun yang lebih muda sama sekali tak memalingkan pandangan ataupun wajahnya seakan membiarkan dirinya untuk memeriksa bahkan ke dalam jiwanya sekalipun.

"Jeno cerita mengenai rencana orang tuamu yang akan mengirimmu ke Aussie..."

"Jangan mengalihkan pembicaraan,kak".

"Aku tak mengalihkan. Kau bertanya maka biarkan aku menjawab..."

Yang lebih muda menurut, menunggu apa yang akan dikatakan gadis idamannya itu. Jika itu adalah jalan untuknya, maka akan ia lakukan segalanya.

"Pergilah. 4 tahun itu cukup. Dan jika waktu itu membuatmu berubah hati, maka lupakan semuanya..."

Jake terdiam. Apalagi ketika tangan Lia bergerak mengusap pipinya. Untuk pertama kalinya, meskipun sangat berat rasanya, tapi ia rasa akan mampu melakukannya. Untuk Lia.

"Jika kau kembali dan hatimu masih sama, maka kamu lolos dalam segala hal..."












.
.
.











Ingat nulis, lupa upload😂👍🏻

Just Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang