FRUSTRATION

60 53 6
                                    


"Halo ma?"

"................"

"..................!"

"................"

"................"

Dengan kesal pemuda itu memutuskan duluan telfonnya membuat seseorang yang ada disana marah besar melihat kelakuan anak ini. Pemuda itu nampak frustasi dan membaringkan kepalanya dibantal sambil menutup kedua bola matanya secara perlahan sembari memikirkan apa yang tadi ia dengar di ponselnya.

"Sial! mama kenapa sih selalu maksa gue buat jadi yang dia inginkan," gerutunya.

"Apa-apa harus gini! apa-apa harus ini itu," gumamnya mengoceh.

"Rahmat capek mah! capek jadi serba salah dimata mama," ucapnya lirih.

"Tiap hari dibandingin. Rahmat capek!"

Jujur itu sangat menyedihkan,
hidup mandiri dan sendiri tanpa tinggal bersama kedua orang tua.
Dipaksa mengejar impian yang mereka berdua inginkan, tapi impian itu bukan lah yang kita inginkan dan bukan juga dalam kemampuan kita.

Pikirannya selalu stres dan frustasi,
sebenarnya yang ingin mengejar cita-cita itu siapa? anak atau orang tua?

Terkadang dia iri melihat anak diluar sana yang dibebaskan oleh kedua orang tuanya tanpa dikekang harus ini itu. Iri melihat masa depan mereka yang sudah disusun rapi oleh kedua orang tua mereka dan anak itu dibebaskan untuk memilih impian yang dia inginkan.

Berbeda dengan pemuda malang ini yang setiap hari dipaksa ini itu, dipaksa belajar yang keras 24 jam tanpa kata stop, selalu dibandingkan dengan anak orang lain yang memiliki kemampuan belajar yang keras, padahal dirinya juga sudah belajar dengan keras dan sudah mau berusaha sebaik munkin untuk memperlihatkan kerja kerasnya kepada kedua orang tuanya.

Namun apa? mereka tetap merendahkannya dirinya dan juga memaksanya untuk bekerja keras lagi membuat pemuda itu sedih dan bingung harus bagaimana lagi, ia ingin membuktikan keseriusannya untuk membahagiakan kedua orang tuanya tapi tetap saja ia salah dimata mereka.

Tak terasa air mata pemuda itu luruh saat mengingat masa kecilnya yang selalu dikekang ini itu oleh kedua orang tuanya, mereka menginginkan anak mereka mengalahkan anak pintar lainnya.
 
Flash back on

Anak lelaki kecil gemuk yang memakai kacamata bulat besar hendak berlari memasuki rumah mewah itu dengan kesenangan yang amat ceria di wajahnya.

"Papa, mama!" teriaknya memanggil kedua orang tuanya.

Lelaki paruh bayah dan wanita paruh bayah yang duduk disofa hendak melirik anak itu yang sedang menghampiri mereka dengan membawa rapornya.

"Aku bahagia banget akhirnya udah naik kelas 1 smp," girang anak itu.

"Kamu juara berapa?" tanya Rahim sinis.

"Rahmat juara 3 pah dari 35 siswa," ungkapnya senang sambil memperlihatkan gigi ompongnya.

Seketika raut wajah mereka yang awalnya bahagia menjadi masam dan datar.

"Mama sama papa, mau lihat rapornya? ini rapornya. Liat aja nilai Rahmat," pintahnya.

"Maafin Rahmat pah, mah. Rahmat akan berusaha yang lebih keras lagi kok," ujarnya tersenyum manis.

Pria paruh bayah itu mengambil rapornya dan membuka isinya, ia mulai membaca semua nilai anak itu sampai halaman terakhir, tidak puas dengan hasilnya, dengan tega pria paruh bayah itu kemudian melempar rapor anaknya sendiri dan terus memarahi hingga membuat anak itu menangis lalu menundukkan wajahnya.

DEWARA THE SERIES (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang