In this life we will never truly be apart, for we grew t the same beat of our mother's heart. -Daphne Fandrich
===HAPPY READING===
Terkadang seseorang merasa sangat siap untuk menghadapi apapun dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa hatinya cukup luas untuk menerima apa yang datang dan merelakan apa yang pergi. Tetapi mereka tidak tahu bahwa sekecil pertemuan dengan orang yang lama dinanti akan membuat kaki mereka goyah.
Aidan berhenti di sebuah taman tak jauh dari rumahnya. Dia duduk di bangku taman itu dengan kepala tertunduk di telapak tangannya. Air matanya pasti sudah membanjir jika bukan karena tangannya yang menghalangi.
Aidan tak bermaksud memberikan reaksi seperti tadi. Semua itu adalah tindakan spontanitas karena dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia bahkan tidak tahu apa yang dia rasakan.
17 belas tahun dia diberitahu bahwa dia memiliki saudara kembar perempuan. Tetapi sekali pun dia belum pernah memiliki kesempatan untuk bertemu. Mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk merayakan ulang tahun bersama, membuka hadiah bersama, memakai baju yang sama, pergi ke sekolah bersama. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk tumbuh bersama.
17 tahun dia menanti untuk bisa mengenal Yara. Tetapi kini saat dia dihadapkan pada momen yang telah lama dinantinya, dia pergi seperti pengecut.
Bukannya tidak senang. Aidan hanya tak menyangka bahwa hari ini akan tiba. Pagi tadi dia berangkat sekolah seperti biasa. Beraktivitas seperti biasa. Pulang sekolah seperti biasa. Dia tak menyangka dia akan disambut oleh orang yang dulu menjadi kawannya tumbuh selama 9 bulan di rahim mama.
Aidan tahu bahwa apa yang dia lakukan saat ini adalah tindakan seorang pengecut. Dia pun merasa bersalah karena pergi begitu saja. Saudara kembarnya pasti sedih karena ulahnya.
"Aidan bego!" dia merutuki dirinya sendiri.
Seharusnya dia tidak pergi. Seharusnya dia tetap tinggal dan memeluk Yara. Menanyakan bagaimana kabarnya. Menanyakan cerita hidupnya. Menceritakan juga kehidupannya selama ini. Saling berbagi kisah, suka, duka, tertawa dan menangis berdua.
Selama ini dia merindukan orang yang bahkan belum dikenalnya. Tetapi ketika akhirnya dia bertemu dengan Yara, entah mengapa perasaannya tak menentu. Sakit hati, marah, takut, senang, sedih. Semua menjadi satu hingga dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain berlari menjauh.
Yara. Sosok yang selama ini menjadi misteri dalam kehidupannya, kini kembali pulang. Ke tempat dimana gadis itu seharusnya berada. Di sampingnya.
Tin tin!
Suara klakson mobil membuyarkan pikiran Aidan. Lelaki itu mendongakkan kepalanya. Dari kejauhan dia bisa melihat mobil Sagara di depan motornya. Dengan langkah pelan Aidan menghampiri kakak tertuanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Sagara.
Aidan diam. Dia menoleh ke bangku tempatnya duduk merenung tadi lalu menundukkan kepalanya. Dia mengedikkan bahunya.
"Ada yang menunggu kamu di rumah." ucap Sagara.
"Aku tahu." jawab Aidan.
"Lalu kenapa kamu di sini?" tanya Sagara. Dia tahu apa yang terjadi. Sesaat setelah Aidan pergi meninggalkan rumah, Daren segera menghubunginya untuk memberitahu apa yang terjadi. Mereka khawatir terjadi apa-apa dengan Aidan.
"Aku... Aku nggak tahu harus gimana." jawab Aidan pelan.
Sagara yang mengerti keresahan adiknya itu memutuskan untuk turun dari mobil dan mengajak Aidan untuk kembali duduk di bangku taman. "Semuanya terjadi sangat tiba-tiba. Dulu ketika Yara diambil dari keluarga kita, tidak ada seorangpun yang siap untuk hal itu. Sekarang dia kembali juga tanpa pertanda apapun. Wajar kalau kamu merasa shock atas apa yang terjadi." ucap Sagara.
YOU ARE READING
Princess In Distress
ChickLitApa jadinya jika ternyata nama yang kita miliki selama ini ternyata bukanlah nama kita? Apa jadinya jika masa lalu kita yang kita tahu selama ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan? Itulah yang Lili alami. Belasan tahun dia dibohongi oleh kedua ora...