Twins have a special bond. They feel safer with each other than with their peers. - Jeanne Phillips
=== HAPPY READING ===
Buku-buku memenuhi rak-rak yang ada di setiap sisi ruangan perpustakaan pribadi ini. Ada satu sisi yang tidak tertutup rak buku. Disana ada sebuah sofa yang menempel di jendela besar, menghadap ke halaman samping rumah. Di bagian tengah terdapat sebuah meja dan sofa. Tempat yang sangat nyaman untuk membaca.
Aidan meletakkan buku yang baru didapatnya dari Daren di salah satu tak di sana. "Maaf." ucap Aidan tiba-tiba. Dia membalikkan tubuhnya menghadap Yara yang sedang mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Hah?" Yara yang bingung mengernyitkan dahinya.
"Maaf aku tadi pergi gitu aja." Aidan mengulangi ucapannya.
Yara tersenyum. "Nggak apa-apa. Kamu pasti kaget. Aku pikir Kak Saga sama Kak Daren udah kasih tahu kalau hari ini aku dateng." ucapnya.
Aidan menggelengkan kepalanya. "Kalau aku tahu kamu dateng, aku pasti nyiapin penyambutan buat kamu."
Ucapan Aidan membuat Yara tertawa. "Kayak artis aja pake penyambutan." ucapnya dengan nada bercanda.
Aidan tidak ikut tertawa. Dia menatap Yara tajam, membuat tawa Yara seketika padam. "Kamu nggak paham ya?" tanya Aidan lirih, namun cukup keras untuk didengar oleh Yara.
"Paham apa?" tanya Yara heran.
Aidan duduk di sofa di tengah ruangan. Dia menunjuk ke sofa di hadapannya agar Yara ikut duduk. "Belasan tahun, aku lihat dengan mata kepalaku sendiri gimana keluarga kita berjuang, buat satu orang. Kita nunggu satu orang pulang ke rumah ini. Nunggu kamu, Yara." ucap Aidan sembari terus menatap ke dalam mata Yara. "Kalau aku tahu kamu pulang hari ini, aku bakal nyiapin semua yang terbaik di dunia buat nyambut kamu."
Yara membalas tatapan Aidan. Dadanya terasa sesak melihat ekspresi Aidan yang begitu jujur dan tulus. Yara seakan bisa merasakan kepiluan dalam hati Aidan hanya dengan menatap ke dalam matanya saja.
Perlahan pandangan mata Yara kabur. Terhalang air mata haru yang menggenang di pelupuk matanya. Tanpa sepatah katapun gadis itu beralih duduk di samping saudara kembarnya. Perlahan dipeluknya tubuh lelaki itu. "Maaf." Hanya satu kata itu yang mampu dia ucapkan ditengah isaknya.
Aidan membelai lembut surai Yara. "Kamu nggak salah, Yara. Keadaan yang maksa kita pisah." ucap Aidan yang juga mulai terisak.
Dua saudara kembar itu kini saling memeluk. Melepas rindu yang bahkan mereka tak pernah tahu ada di dalam hati mereka. Rasanya sangat melegakan menemukan kembali apa yang sebelumnya hilang. Kepingan puzzle untuk melengkapi ruang yang kosong.
Perasaan haru dan bahagia menyeruak. Tak bisa terbendung hingga mereka tak mampu mengendalikannya. Cukup lama mereka berpelukan dan menangis. Saling bertukar rasa tanpa berkata apapun.
"A-aku minta maaf. D-dulu aku pikir kalian nggak mau ketemu aku lagi." ucap Yara ketika mereka melepaskan pelukan.
"Ssshhh." Aidan mengusap air mata Yara lembut. Menenangkan kembarnya itu. "Nggak seharipun kita nggak mikirin kamu. Bahkan aku yang belum pernah ketemu sama kamu aja juga mikirin kamu tiap hari."
"Orang tua angkatku bilang keluarga kandungku yang buang aku. Mereka bilang keluargaku malu punya aku." ucap Yara lirih. Di hadapan Aidan, akhirnya Yara bisa membuka hatinya. Melepaskan topengnya. Segala perasaan dia tunjukkan pada lelaki itu. Segala ketakutan dan keresahan. Tak satupun dia tutupi. "Aku selalu berharap bisa ketemu kalian sekali aja sebelum aku mati. Buat bilang kalau aku berhasil hidup. Berhasil tumbuh sampai segede ini. Aku bisa hidup walaupun keluargaku nggak mau nerima aku."
YOU ARE READING
Princess In Distress
ChickLitApa jadinya jika ternyata nama yang kita miliki selama ini ternyata bukanlah nama kita? Apa jadinya jika masa lalu kita yang kita tahu selama ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan? Itulah yang Lili alami. Belasan tahun dia dibohongi oleh kedua ora...