-HAPPY READING-
Sesi latihan basket Aidan berakhir beberapa menit sebelum bel pulang sekolah berbunyi. Dengan cepat, dia bergegas menuju kamar mandi sekolah untuk mandi dan berganti pakaian. Dalam pikirannya, Aidan membayangkan Yara sedang menunggunya di luar, seperti biasanya. Dia tahu Ghea tidak masuk sekolah hari ini, dan selama ini, Yara selalu pulang bersamanya atau Ghea. Hal itu membuatnya merasa tenang, mengetahui bahwa Yara tidak akan pergi tanpa mengabarinya. Mungkin karena ikatan khusus yang mereka miliki sebagai pasangan kembar.
Sejak kecil, mereka terpisah selama belasan tahun, dan kini setelah bertemu kembali, rasa gelisah selalu menyelimuti mereka ketika tidak saling mengetahui kabar satu sama lain. Aidan merasakan perasaan ini begitu saja. Rasanya seperti ada yang belum lengkap jika dia berada jauh dari Yara dalam waktu yang lama.
Setelah selesai mandi, Aidan mengenakan bajunya dengan cepat. Dia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat notifikasi dari Yara setengah jam yang lalu. Pesan dari Yara itu berbunyi kembarnya itu akan menjenguk Ghea.
"Yara sama siapa?" pikir Aidan. Rasa bingung dan gelisah menyelimuti hatinya. Dia segera menelepon Yara untuk memastikan bahwa Yara baik-baik saja. "Yara, kamu di mana sekarang?" tanya Aidan dengan nada khawatir.
"Masih di jalan mau ke rumah Ghea." jawab Yara, suaranya santai, sangat kontras dengan perasaan Aidan saat ini.
"Kok nggak nunggu aku?" tanya Aidan gusar. Pagi tadi Aidan sudah kehilangan momen dengan Yara karena Sagara mengganggu rutinitas mereka. Kini Yara pergi dari sekolah tanpanya. Hal kecil dan sepele itu membuat Aidan kesal. Dia tidak suka berada jauh dari Yara.
"Aku cuma pengen jenguk Ghea sebentar kok. Abis itu langsung pulang." jawab Yara.
"Terus kamu sama siapa?" tanya Aidan lagi, tetapi alih-alih mendengar jawaban, dia mendengar suara pekikan Yara dan suara berisik di seberang telepon. Aidan mendengar suara Yara yang tak jelas.
"Yara? Kamu kenapa?" tanya Aidan panik, tetapi tiba-tiba sambungan terputus. "Yara!" Aidan meneriaki HPnya yang sudah tak tersambung dengan Yara lagi. Dia mencoba menghubungi kembali, tetapi nomor Yara sudah tidak aktif.
Jantung Aidan berdetak sangat kencang menyadari ada sesuatu yang tak beres. Insting Aidan langsung bekerja. Dia segera melacak lokasi iPhone Yara. Di layar ponselnya, tertera bahwa iPhone Yara berada di sebuah mall tak jauh dari sekolah. Tanpa berpikir panjang, Aidan berlari menuju mobilnya.
"Kak!" Aidan segera menghubungi orang pertama yang terlintas di kepalanya, Daren. "Yara dalam bahaya! Dia di mall!"
"Kakak akan segera ke sana. Tunggu di depan mall," jawab Daren, suaranya terdengar tenang meski Aidan tahu bahwa Daren juga cemas.
Perjalanan yang seharusnya singkat terasa sangat panjang. Aidan tak bisa membayangkan jika sesuatu terjadi pada Yara. Dia baru saja menemukan separuh hidupnya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia harus kehilangannya lagi.
Aidan memacu mobilnya secepat mungkin. Keberanian dan rasa panik bercampur aduk dalam dirinya. Dia tak lagi bisa melihat lokasi pasti iPhone Yara, yang membuat hatinya semakin cemas.
Aidan tiba di mall dalam waktu kurang dari 15 menit. Dia segera memarkirkan mobilnya dan memperhatikan setiap mobil yang keluar. Dia tidak ingin melewatkan apapun. Pikirannya berputar, membayangkan hal terburuk yang mungkin terjadi. Pikirannya berkecamuk. Di mana Yara?
Aidan mencoba berpikir jernih. Yara mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju rumah Ghea. Tetapi kenapa lokasi iPhonenya berada di mall? Dia segera menghubungi Ghea. "Ghea, apa Yara ada di rumahmu?"
YOU ARE READING
Princess In Distress
ChickLitApa jadinya jika ternyata nama yang kita miliki selama ini ternyata bukanlah nama kita? Apa jadinya jika masa lalu kita yang kita tahu selama ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan? Itulah yang Lili alami. Belasan tahun dia dibohongi oleh kedua ora...