28. PENGAKUAN AYANA

94 14 0
                                    

-HAPPY READING-

Ayana berdiri di depan mansion megah milik Alexander bersaudara. Jantungnya berdegup kencang, telapak tangannya berkeringat dan kakinya hampir menyerah menopang tubuhnya. Beberapa penjaga mengelilinginya, seolah dia adalah orang berbahaya yang bisa saja mengancam keselamatan mereka semua. Mereka berdiri menunggu pintu utama dibuka.

Ada misi yang harus diselesaikan Ayana, meskipun dia merasa tertekan oleh perasaannya sendiri. Sejak kembalinya Yara, semuanya berubah. Arion, yang dulunya terpuruk karena kehilangan adiknya, kini telah menemukan kembali kehidupannya, tetapi dengan cara yang sangat keliru. Berkali-kali dia merasa seolah Arion adalah sosok kakak yang baik, yang ingin sekali menemukan dan melindungi adiknya. Seolah dia dipaksa oleh keadaan untuk berpisah dengan adik kecil kesayangannya. Tetapi sekarang dia melihat sisi lain dari lelaki tu. Sisi yang mengerikan, penuh dengan kemarahan dan kebencian.

Dia merasa kasihan pada Arion saat itu. Dia merasakan kesedihan yang menggerogoti jiwa lelaki terkasihnya. Ayana berusaha untuk menjadi penopang, memberikan dukungan yang diperlukan Arion untuk menghadapi masa-masa sulit itu. Tetapi sekarang, setelah Yara kembali, semuanya tampak hilang. Arion tidak lagi melihatnya, tidak lagi mendengarkan suaranya.

Kini, dengan hati yang berat, Ayana memutuskan untuk pergi. Dia merasa saat ini waktunya dia mengambil tindakan. Dia tidak bisa diam membiarkan Yara terjebak dalam dunia gelap yang diciptakan oleh Arion.

Pintu depan rumah Sagara dibuka oleh salah satu penjaga. Ayana merasakan napasnya tertahan saat memasuki ruangan yang dipenuhi oleh ketegangan. Dia melihat Sagara, Daren, dan Aidan menunggu dengan wajah marah.

“Di mana Yara?” Aidan langsung menghampiri Ayana dengan nada tinggi, matanya berapi-api.

“Tenang, Aidan,” Daren menarik saudaranya untuk menenangkan emosinya.

Sagara, dengan emosi yang lebih tenang, meminta Ayana untuk duduk. “Kami ingin tahu apa yang terjadi… Ayana.” katanya.

Beberapa jam yang lalu Sagara mendapatkan panggilan dari seorang perempuan yang bernama Ayana. Dia mengatakan bahwa dialah yang membawa Yara kepada Arion. Dialah Starla. Ayana mengatakan bahwa dia ingin menemui Sagara. Kini di sinilah Ayana. Berhadapan dengan Alexander bersaudara.

Sagara memandang Ayana dengan penuh perhatian. Pria itu memahami bahwa Ayana hanyalah seorang gadis remaja sama seperti Yara. Dia bisa melihat tatapan lelah Ayana. Gadis ini adalah gadis yang telah dimanipulasi oleh Arion. Gadis yang terjebak dalam konflik besar.

Ayana menarik napas dalam-dalam. “Ada seseorang yang jadi dalang di balik semua keributan dalam keluarga kalian.” ucap Ayana, berusaha untuk tetap tenang. Kedua tangannya saling meremas menandakan bahwa dia benar-benar gugup menerima tatapan yang begitu tajam dari ketiga Alexander bersaudara.

“Siapa?” tanya Daren tak sabar.

Ayana menatap lekat Daren dan menyebutkan satu nama, “Om Emanuel.”

Mendengar nama itu, rahang Sagara mengeras. Daren menunduk dan menggelengkan kepalanya seolah tak percaya. Sementara Aidan melayangkan tinju ke arah lemari kaca hingga pecah berkeping-keping.

“Bangsaat!!” Aidan berteriak keras, membuat Ayana ketakutan. Dia bisa membayangkan dirinyalah yang menjadi sasaran kemarahan Aidan.

Sagara berusaha tenang untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari gadis di hadapannya. “Apa hubungannya Emanuel dengan semua ini?”

Ayana menelan ludahnya. “Om Emanuel janjiin sejumlah uang buat Arion dengan syarat dia harus bisa bawa Yara pergi sejauh mungkin dari keluarga kalian selamanya. Om Emanuel bahkan ngasih rumah di Kalimantan. Arion nyembunyiin Yara di rumah itu.” jawab Ayana. “Mereka minta aku buat jebak Yara. Waktu itu aku nggak tahu kalau Arion punya niat buruk sama Yara. Yang aku tahu Arion pengen adiknya kembali sama dia. Aku nggak tahu kalau Arion…” Ayana tak sanggup melanjutkam kalimatnya. Dia menundukkan kepala, menyesali perbuatannya.

“Mana mungkin lo nggak tahu?” Aidan menekan Ayana dengan nada tinggi.

“Aku nggak tahu. Arion keliatannya sayang banget sama adiknya. Aku nggak tahu kalau ternyata dia punya niat lain.” sanggah Ayana. “Yang aku tahu… “ kalimat Ayana menggantung di udara, membuat Aidan tak lagi bisa menahan kesabarannya.

Aidan dengan cepat mendekati Ayana. Saat Aidan akan meraih lengan Ayana, Daren mendorongnya. Aidan tersungkur di lantai. Ayana gemetar melihatnya. Satu detik saja Dareng terlambat, maka gadis itu mungkin akan menjadi sasaran kemarahan Aidan.

“Aku tahu kamu marah. Tapi ingat, dia perempuan!” bentak Daren.

Aidan tak menjawab. Semakin lama mereka di sini, maka semakin lama Yara tersiksa. Semakin lama Yara jauh darinya. Tetapi dia harus bisa menahan dirinya. Saat ini Ayanalah satu-satunya petunjuk mereka. Maka Aidan berusaha mengatur nafasnya kembali. Dia bangkit dari lantai dan duduk di sofa, jauh dari Ayana dan Sagara.

“Apa yang kamu tahu?” tanya Sagara yang juga menahan amarahnya.

Ayana melirik Aidan dengan perasaan takut. “Om Emanuel… adalah otak dari penculikan Yara 17 tahun yang lalu. Dia pengen keluarga kalian bener-bener kacau biar dia bisa dapet posisi nomor satu di perusahaan.” ucap Ayana.

Sagara mendengus, darahnya mendidih mendengar cerita Ayana. Dia selalu memiliki perasaan bahwa ada yang tidak beres dengan Emanuel, tetapi dia tidak menyangka bahwa Emanuel akan melakukan cara sekotor ini.

“Dia akan membayar untuk apa yang telah dia lakukan.” ucap Sagara dengan nada rendah yang sangat mengerikan. Tangannya mengepal kuat. Rahangnya mengeras.

“Pertama, kamu akan membawa kami ke rumah dimana Arion menyembunyikam Yara. Setelah itu, kamu akan pergi sejauh mungkin dari sini. Kami nggak mau lagi melihat atau mendengar tentang kamu. Atau kamu akan merasakan akibatnya.” ucap Daren. “Kita harus menyelamatkan Yara sebelum terlambat.”

Ayana mengangguk mengerti. Dia tidak akan lagi berurusan dengan mereka. Dia tidak akan lagi berurusan dengan Arion.

-TO BE CONTINUED-

Princess In DistressWhere stories live. Discover now