- HAPPY READING -
Sinar matahari menembus sela-sela jendela mobil, memantulkan warna keemasan di dashboard. Yara duduk dengan gugup di samping Aidan yang tengah menyetir menuju sekolah baru mereka. Tangannya sibuk memainkan ujung kemejanya, kebiasaan kecil yang selalu muncul setiap kali dia merasa cemas.
Aidan melirik sekilas ke arahnya dan menyadari kegelisahan Yara. "Hei, kamu nggak perlu khawatir." katanya dengan nada ringan, mencoba menenangkannya. "Aku di sini. Aku nggak akan ninggalin kamu seharian ini. Nanti juga aku kenalin ke temen cewek."
Yara mengangguk pelan. Meski masih gugup, keberadaan Aidan di sampingnya memberinya sedikit rasa aman. Dia memang curiga Kak Sagara sengaja mengatur agar mereka bisa berada di kelas yang sama. Meski awalnya sedikit canggung, dia bersyukur memiliki Aidan sebagai teman di lingkungan yang benar-benar baru ini.
Begitu tiba di sekolah, Aidan mengajaknya ke ruang kesiswaan. "Kita ambil kunci loker kamu dulu sama beberapa buku pelajaran." katanya sambil tersenyum sekilas. Ruangan kesiswaan dipenuhi dengan suara langkah kaki dan percakapan. Ada beberapa siswa juga di sana.
Yara memperhatikan sekelilingnya dengan kagum sekaligus merasa asing. Sekolah ini jauh lebih besar dan modern dibanding sekolah lamanya. Belum lagi, para siswa di sini tampak berpenampilan rapi dan percaya diri. Seragam mereka terkesan elegan dengan jaket blazer merah yang mereka kenakan dengan santai tapi berkelas. Ketika berpapasan dengan beberapa siswa, mereka menyapa Aidan dengan akrab, sementara mata mereka memperhatikan Yara dengan rasa ingin tahu.
Aidan menggenggam tangan Yara dan meremasnya, seolah ingin mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yara memandangi tangannya sekilas lalu menatap Aidan. Aidan satu mengedipkan mata padanya sambil tersenyum. Namun Yara tetap merasa sedikit minder. Bukan hanya karena dia anak baru, tapi juga karena para siswa di sini terlihat unggul, dari penampilan hingga sikap. Rasanya seperti semua orang di sini tahu tempat mereka, sementara Yara merasa seperti orang asing yang tersesat.
Setelah mengambil kunci loker dan buku, Aidan dan Yara berjalan menuju loker. "Di si sini kita nggak punya kelas tetap. Setiap mata pelajaran, kita harus pindah-pindah kelas. Makanya kita perlu loker. Kamu bisa naruh buku sama barang-barang kamu di loker." kata Aidan, menjelaskan sistem sekolah internasional ini.
"Oh... gitu, ya." gumam Yara.
"Awalnya kelihatan ribet, tapi nanti kamu bakal kebiasa." jawab Aidan santai. "Dan kebetulan, kita sekelas. Jadi, kamu nggak perlu bingung."
Yara merasa lega. Meskipun masih ada kegugupan yang menari di dadanya, setidaknya dia punya Aidan di sisinya.
Begitu mereka memasuki kelas, sekelompok siswa laki-laki yang berkumpul di salah satu sudut kelas langsung berseru. "Aidan! Siapa tuh?" salah seorang dari mereka berteriak dengan nada penasaran, melirik Yara sambil menyenggol temannya. Yara melihat beberapa teman Aidan yang kemarin mereka temui, tetapi ada beberapa wajah yang sama sekali asing.
Aidan hanya menanggapi mereka dengan senyum singkat dan acuh. Ia melambaikan tangan sebagai sapaan, tapi tidak menjawab pertanyaan itu. Yara menduga bahwa kelompok itu adalah geng pertemanan Aidan. Mungkin bukan tipe geng yang buruk, tapi mereka jelas terlihat riuh dan penuh energi, sesuatu yang cukup membuatnya merasa canggung. Yara bersyukur karena Aidan tidak memaksanya untuk berkenalan dengan mereka.
"Ini temen sekelas kita, Ghea." kata Aidan, tiba-tiba berbelok ke arah seorang gadis berambut pendek dengan senyum ramah.
Ghea menyambut Yara dengan senyuman hangat. "Hai! Kamu pasti Yara ya, kembarannya Aidan?" tanyanya dengan antusias.
Yara mengangguk dan tersenyum malu-malu. "Iya, aku Yara."
"Wah, keren banget! Ini pertama kalinya aku punya teman sekelas yang kembar cowok-cewek. Aidan sering banget cerita soal kamu." seru Ghea sambil memandang Yara penuh rasa ingin tahu.
YOU ARE READING
Princess In Distress
ChickLitApa jadinya jika ternyata nama yang kita miliki selama ini ternyata bukanlah nama kita? Apa jadinya jika masa lalu kita yang kita tahu selama ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan? Itulah yang Lili alami. Belasan tahun dia dibohongi oleh kedua ora...