Draco tiba di ruang Slytherin, dia berharap tidak ada siapapun, agar dirinya dapat segera berbaring di kasur nya.
Tetapi Merlin seperti nya sedang tidak ingin berbaik hati, Pansy duduk dengan kaki menyilang, menatap lurus ke arahnya.
"Bisa kita bicara?"
Draco tidak menjawab, tetapi dia berjalan menuju Pansy dan duduk di hadapan gadis dengan rambut hitam sebahu itu.
"Apa kau ingin mulai dengan menjelaskan sesuatu?"
Draco mengernyitkan keningnya, Pansy menghela napas lelah.
"Aku tidak mengerti, Dray," katanya pelan. "Mengapa kita memiliki jarak seperti ini?" Suara Pansy melemah. Draco bisa lihat seberapa banyak pertanyaan yang tak terjawab, di sorot mata gadis itu.
"Aku ingat kita memiliki tahun pertama yang hebat. Tapi mengapa itu seolah hanya mimpi? Apa kau menyembunyikan sesuatu dari kami?"
Draco tercekat, perut nya terasa mual dan kepala nya, terasa seperti di hantam oleh sesuatu yang keras.
"Di pelajaran satwa gaib kau membalas ku. Menyerahkan tugas Prefek pada Theo. Jarang berkumpul dengan kami. Ada apa dengan mu?"
Draco tidak tau harus menjawab apa, dia meremas erat pegangan nya pada sofa.
"Aku ... Maaf Pans, aku ingin istirahat."
Draco meninggalkan Pansy segera. Gadis itu memandang punggung nya dengan sendu, kemudian dia bersandar pada sofa. Melihat ke atas langit-langit ruang rekreasi Slytherin dengan kosong.
•••
Ketika Draco tiba di kamarnya, dia menutup tirai segera. Tangan nya gemetar hebat, perasaan tidak enak menjalari seluruh tubuhnya.
"Tidak ada yang boleh tau, tidak boleh." Gumam nya dengan suara tercekat.
Draco mulai merasa kesulitan bernapas. Dia mengobrak-abrik kopernya, mencari-cari sesuatu, hingga ketika dia menemukan benda kecil dengan dua sisi yang tajam. Draco meraih nya segera, membuat beberapa sayatan di lengannya dengan cepat.
Darah segar menetes ke lantai, dan Draco bernapas lega.
–oOo–
Harry kembali dengan wajah memerah, membuat Hermione dan Ron memandang curiga.
"Bukan nya dia habis dari detensi, kok begitu ekspresi nya?" ucap Ron, memandang Hermione. Gadis itu hanya mengidikan bahu nya.
"Mate, apa sesi detensi nya sesuatu yang—sakit Mione!" Ron mendelik tajam pada Hermione, saat gadis itu mencubit nya dengan keras. Hermione tidak merespon, dia meminta Harry untuk bergabung dengan mereka.
"Detensi mu bagaimana?" Tanya Hermione, setelah Harry terlihat rileks.
"Dia hanya meminta ku menulis sesuatu," Harry menjawab sembari menyembunyikan punggung tangannya di bawah bantal. Tetapi mata Ron seperti mata Malfoy—lupakan Malfoy, Harry menggeleng cepat.
Kedua temannya memandang Harry dengan aneh. Ron menarik lengan Harry cepat, memperlihatkan nya tepat di depan mata Hermione yang membulat sempurna.
"Bagaimana mungkin?" Murka nya. "Itu ilegal, kita harus lapor Dumbledore."
Harry menggeleng cepat. "Dumbledore sedang banyak pikiran, aku tidak ingin menambah nya. Lagi pula, terlalu dini untuk memberi wanita itu kepuasan."
Hermione menghela napas, dia menjadi frustasi saat ini. "Harry dengar, aku mengerti maksud mu. Tapi dia tetap harus di beri—"
"Tolong, Mione. Biarkan saja oke?" Pinta Harry dengan mata memohon, Hermione akhirnya hanya bisa menurutinya.
Dia membawa lengan Harry ke atas bantal, mengusap lembut titik luka tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heerser Van Harten
Fanfic"Malaikat seperti mu, tidak bisa jatuh ke neraka bersama ku." ~ Disclaimer: Harry Potter © J.K Rowling. Saya hanya meminjam segala sesuatu yang ada di dalamnya.