Jelas mereka akan melakukan protes. Namun, ketika wajah Hagrid menunjukkan tekanan berat, itu membuat mereka menjadi sulit.
"Hagrid kau tau, Dumbledore baru saja menghilang. Umbridge jadi kepala sekolah yang baru, jika dia tau ini..." Hermione tidak bisa melanjutkan kata-katanya, rasanya dia ingin meledakan kepalanya saja.
Setiap hal terasa bertabrakan di dalam otak nya.
"Aku tau, tapi dia tidak punya siapapun," katanya, dengan sedih. "Dia tidak akan menyusahkan kalian."
Hagrid melihat mereka dengan penuh harap.
Ketiganya saling berpandangan, Harry menghela napas dan mengangguk kecil, Ron jelas tidak setuju, dia ingin kembali protes, tetapi sesuatu membuat keinginan nya tidak terlaksana.
Tubuh Hermione tiba-tiba di angkat secara paksa. Sosok itu memiliki tubuh yang sangat besar, lebih dari Hagrid. Benar-benar sesosok raksasa, yang Hagrid bilang namanya Grawp dan itulah adiknya.
Hanya saja wajahnya, tidak seperti Hagrid, malah terlihat seperti troll gunung di tahun pertama mereka.
Ron kemudian mengamuk, dia mengambil dahan pohon, mencoba membuat raksasa tersebut menurunkan Hermione.
Harry dan Hagrid sedikit berdebat untuk situasi yang tercipta.
Ron terpental, Hermione menggeram marah karena itu.
"Turunkan aku sekarang juga!" Hermione menggeram marah. Matanya menatap dengan tegas, pada Grawp.
Grawp segera menurunkan Hermione dengan wajah ketakutan.
"Tidak apa-apa, dia hanya butuh ketegasan," imbuh gadis itu. "Aku yakin kau raksasa yang baik, jadi bisa kita buat ini jadi mudah?"
Grawp terlihat tidak mengerti apa yang di maksud oleh Hermione, tapi ketika melihat gadis itu tersenyum lembut padanya, secara cepat Raksasa kecil itu, berlari dan mengobrak-abrik tumpukan sampah tidak jauh dari mereka, kemudian kembali dengan membawa stang sepeda yang dia berikan pada Hermione.
Hagrid cukup bangga melihat itu.
Gadis itu menarik napas panjang.
"Baik Hagrid," Hermione berucap serius. "Kami akan jaga dia, tapi kami tidak bisa menjanjikan penjagaan yang sempurna."
Hagrid tersenyum di balik jenggot lebat nya, dia berterima kasih dengan sangat pada ketiga anak Gryffindor tersebut.
–oOo–
Rasanya seperti berada di dasar neraka, terbakar bersama kobaran api yang tidak akan pernah padam. Atau, lebih dari itu.
Draco ingin lari dari sana, bersembunyi di suatu ruang paling gelap, dengan benda kecil yang selalu dia bawa.
Tapi ketika melihat ibunya duduk di sudut lain, Draco merasa kalah.
Manik biru ibunya menampilkan kecemasan yang luar biasa, Draco hanya mampu memberi nya sedikit anggukan kecil, berharap sang ibu akan merasa lega.
Dua kursi dari milik ibunya, ada Severus. Ayah baptis nya itu mengerjap pelan, memberi kata-kata kau akan baik-baik saja tanpa perlu ada suara yang terdengar.
Tepat di kursi sebelah ayah nya, bibinya Bellatrix, duduk dengan elegan. Pangeran Kegelapan baru saja membebaskan nya beserta beberapa Pelahap Maut, yang juga telah mengisi kursi-kursi di sana.
Draco merasa sesak saat mengingat nama itu di kepala nya, memori yang coba dia pendam, mulai berputar seperti kaset yang rusak.
Tangannya terkepal erat di bawah meja, Draco benar-benar merasa ingin muntah dengan semua tekanan yang dia dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heerser Van Harten
أدب الهواة"Malaikat seperti mu, tidak bisa jatuh ke neraka bersama ku." ~ Disclaimer: Harry Potter © J.K Rowling. Saya hanya meminjam segala sesuatu yang ada di dalamnya.