H V H 18

718 89 3
                                    

Runtuhnya jembatan Brockdale, yang menyebabkan banyak nyawa Muggle melayang, telah membuat dua Pemerintahan resah. Belum lagi, kekacauan yang terjadi di West Country.

Sejak Voldemort muncul dalam wujud Tom Riddle, para Pelahap Maut benar-benar bernafsu membuat banyak huru-hara. Nyawa dan harta benda para Muggle, berhasil mereka jarah.

Kementerian Sihir, benar-benar sibuk luar biasa. Setelah Fudge mengundurkan diri, dan diganti oleh Rufus Scrimgeour, sebagai Menteri yang baru, tidak semerta-merta menjadi lebih baik.

Sebagai mantan Auror, Rufus tau betul, bahaya yang mengintai sekarang jauh lebih besar.

Mereka hanya berharap, para Auror mampu bekerja lebih keras lagi; untuk menangkap para Pelahap Maut tersebut.

–oOo–

Burrow terlihat begitu ramai, dengan hadirnya Sirius, Remus dan Harry.

Harry memang menjadi tamu tetap Burrow, anak itu hampir setiap jam datang dan kembali melalui jaringan floo. Untuk Sirius dan Remus, mereka menjadi warna lain untuk Burrow.

Ketika para orang dewasa menghabiskan waktu untuk bertukar kabar tentang kejadian di West Country, Harry dan lain nya sibuk bermain Quidditch.

Atau lebih tepatnya, Harry hanya menjadi penonton dari permainan hebat Ginny.

Chaser itu tidak pernah lelah membobol gawang Ron, membuat Fred dan George kewalahan dengan kegesitan nya.

"Harry jadi aneh, dia selalu saja termenung seperti patung," cetus Ginny ke Hermione, ketika mereka selesai dengan permainan di sore hari itu.

"Ku rasa dia memikirkan Draco," Hermione membalas pelan, Ginny diam saja, tampaknya gadis itu menyetujui pemikiran Hermione.

Memang benar, mereka masih belum mendapatkan kabar apapun dari Malfoy itu, seakan dia di telan oleh bumi. Harry sudah mengirimkan banyak surat, tapi mereka tau, tidak ada satupun surat yang terbalas.

"Akan ku urus, kau hentikan saja pertengkaran Ron dan dua kakak kembar mu itu."

Ginny melihat bagaimana ketiga kakaknya sedang berdebat, benar-benar membuat kepalanya berdenyut melihat kelakuan mereka yang seperti anak kecil.

Dia mengangguk dan lekas menuju ketiga kakaknya itu, sedangkan Hermione mendekati Harry.

"Harry," panggil nya pelan, dia tersenyum sebelum duduk di sebuah batu bundar di samping Harry. "Mau cerita sesuatu padaku?" Hermione memandang nya lekat-lekat, mencoba menunjukkan pada pemuda itu, kalo dia memiliki siapapun yang bisa dia bagi tentang duka nya.

Tanpa sadar, Harry menarik Hermione ke sebuah tempat yang lebih jauh dari Weasley bersaudara.

"Mione kau pintar bukan?"

Hermione mengernyit bingung, mengapa Harry mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas?

"Kau melihat dan menilai sendiri, kenapa mempertanyakan itu?"

Harry menghela napas pelan, dia terlihat tidak yakin dengan apapun yang ingin di katakan nya. Hermione memegang tangan Harry lembut, memberinya sedikit semangat lewat senyum nya.

"Katakan saja, apapun itu, jangan buat pikiran mu jadi bertambah berat."

Harry nampak menimbang-nimbang, kemudian dia berkata, "Mione, apa kau tau tentang simpul darah?"

Harry bisa melihat perubahan di raut wajah Hermione. Beberapa saat lalu gadis itu tampak tenang, dan sekarang dia terlihat gusar.

"Mungkin kita bisa bicara secara pribadi?"

Heerser Van Harten Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang