Langit kelabu menggantung di atas lapangan Quidditch. Angin musim gugur yang dingin bertiup, membuat para penonton meringkuk lebih dalam di jubah tebal mereka.
Di tengah lapangan, tim Gryffindor berdiri dalam lingkaran kecil, Harry berdiri di tengah, memberi semangat kecil pada teman-temannya.
Manik hijau itu menatap Ron dengan sorot mata yang penuh keyakinan. "Kau bisa, Ron," katanya. "Kau hanya perlu fokus dan jangan pikirkan apa pun selain bola Quaffle yang harus kau tangkap."
Ron mengangguk pelan, namun Harry bisa melihat jari-jari pemuda itu yang bergetar menggenggam sapu terbangnya. Sejak pertandingan pertama, Ron merasa lebih percaya diri, tapi tekanan untuk menang selalu menghantuinya.
Di kejauhan, Harry bisa melihat tribun Slytherin yang penuh ejekan dan olok-olok. Cormac McLaggen, yang berdiri di ujung tribun, hanya menyeringai seolah mengatakan bahwa ia lebih pantas berada di posisi Ron.
"Tidak apa-apa, hanya lakukan seperti biasanya," ucap Harry untuk terkahir kalinya, setelah ia melihat Madam Hooch mulai bersiap dengan peluit nya.
Begitu peluit panjang Madam Hooch terdengar, pertandingan dimulai.
Tim Slytherin bergerak agresif, langsung menguasai bola Quaffle dan melesat ke arah gawang Gryffindor.
Ron menelan ludah, merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Para penonton menahan napas saat seorang Chaser Slytherin, yang terkenal lincah dan cepat, menukik menuju gawang.
"Ron, fokus!" Ginny berteriak keras, mewanti-wanti kakaknya agar tak distraksi dengan apapun.
Di tribun Gryffindor, Hermione berdiri sambil menggenggam erat jubahnya. Pandangan gadis itu tak lepas dari Ron yang sedang melayang di udara, berusaha mati-matian menjaga gawang Gryffindor.
Jantungnya berdebar kencang setiap kali bola Quaffle mendekati gawang.
Meskipun tidak pernah mengakuinya, Hermione merasa pertandingan ini lebih menegangkan daripada ujian tersulit di Hogwarts. Bagaimana tidak, di sana ada Ron, sahabatnya — seseorang yang semakin lama semakin istimewa baginya.
Tingkah gadis itu tak luput dari mata kelabu pemuda di sebelahnya, seseorang yang sejak awal telah di anggap pengkhianat oleh seluruh penghuni Slytherin, setelah kaki pemuda itu dengan enteng berjalan menuju tribun Gryffindor.
"Dia pasti bisa, kau tidak perlu membantu nya lagi, Mione," bisik Draco dengan lembut, membawa perhatian Hermione terarah padanya.
Semu merah menghiasi pipi gadis itu, setelah Harry, Hermione berharap tidak ada yang tau dengan apa yang dirinya lakukan, tapi tentu saja, dua pemuda yang terhubung mengetahui satu sama lain.
"Jangan bilang siapa-siapa!" Tegas Hermione, dengan nada mengancam, yang sayangnya malah terdengar cemas di telinga Draco.
Senyum kecil terukir di bibir pucat si pirang, sebelum keduanya kembali pada lapangan.
Dengan kecepatan penuh, Ron menyusun keberaniannya dan terbang meluncur ke arah kanan, tepat waktu untuk menangkap bola Quaffle yang hampir melewati lingkaran gawang.
Tangannya menangkap bola itu dengan sempurna. Sorakan dari tribun Gryffindor bergemuruh, Ron tak dapat menahan senyuman kecil yang muncul di bibirnya.
Hermione bersorak keras, membuat pemuda di sebelahnya menggeleng kecil, melihat tingkah gadis itu.
Namun, sorakan penuh gembira itu harus terhenti, karena pertandingan belum selesai.
Slytherin terus menyerang, tak memberi kesempatan tim Gryffindor untuk bernapas. Ron berulang kali harus menghadapi serangan-serangan cepat. Di antara gemuruh sorak-sorai, suara ejekan, dan peluit wasit yang nyaring, Ron terus berjuang. Terkadang bola Quaffle itu lolos, membuatnya merasa tertekan, tetapi Harry terus berteriak, memberi semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heerser Van Harten
Fanfiction"Malaikat seperti mu, tidak bisa jatuh ke neraka bersama ku." ~ Disclaimer: Harry Potter © J.K Rowling. Saya hanya meminjam segala sesuatu yang ada di dalamnya.