Kafka berjalan seraya kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong jaketnya. Ia berjalan menuju Cafe untuk bertemu dengan seseorang. Ia sudah memikirkan jika hari ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakannya.
Kafka memasuki Cafe. Ia segera menghampiri gadis yang sedang menunggunya di meja bagian pojok. Gadis itu terlihat sedang menyeruput coffenya. Apa gadis itu dari tadi menunggunya?
"Hai." Sapa Kafka lebih dulu.
"Hai. Silahkan duduk Dio." Suruh gadis itu mempersilahkan.
"Sorry ya lama."
"Gak kok. Aku juga baru datang." Ucap Frisca terus terang.
"Kenapa pesanannya langsung datang? Aku belum pesan loh." Kafka heran ketika pelayannya datang dengan membawa segelas coffe untuknya. Padahal Kafka belum pesan.
"Sebelumnya aku udah pesanin kamu coffe. Aku bilang ke pelayanya tadi kalau teman saya sudah datang tolong bawakan segelas coffe." Jawab Frisca yang melihat keheranan di muka Kafka.
"Oh gitu, thanks ya."
"Sama-sama."
"Fris, kamu masih panggil aku Ardio?" Tanyanya setelah menaruh kembali gelasnya yang di sudah minum.
"Iya." Jawab Frisca pelan.
"Mulai sekarang, kamu panggil aku dengan nama Kafka aja."
"Iya."
"Langsung to the point aja, Fris."
Frisca menghela napas lebih dulu sebelum bersuara. "Aku mau nanya dulu, menurut kamu hubungan kita udah berakhir atau masih ada harapan?"
Kafka terdiam. Ia masih bingung. Ia masih memikirkan hal itu. Ia juga tidak tahu jawabannya apa. Tapi di hati Kafka sekarang ia merasa bahwa hubungannya seperti sudah berakhir.
"Kaf?"
"Menurut kamu sebuah hubungan yang sudah terjalin yang sudah tidak adanya komunikasi atau tidak pernah saling mengabari. Apa itu masih bisa di sebut hubungan yang terjalin baik?"
Frisca seketika terdiam kaku. "Sorry, Kaf." Ucapnya pelan.
"Menurut kamu gimana, Frisca?"
"Aku juga merasa kalau antara kita berdua sudah tidak ada hubungan lebih." Jawab gadis itu.
"Aku juga merasa seperti itu."
"Dulu orangtuaku bertengkar sampai keluar kata cerai dari Papa. Malamnya Momy langsung packing untuk berangkat ke Paris. Aku nanya ke Momy bagaimana dengan sekolahku, Momy cuma jawab kalau semuanya akan di urus oleh mami termasuk soal pindahan itu." Frisca mulai menceritakan terkait masa lalunya.
"Apa Papa kamu juga sengaja gak memberitahukan sama aku tentang kepindahan kamu kemana?"
"Iya, Papa sama Momy sengaja. Termasuk menyembunyikan dari kamu?"
"Izin saja pun, kamu di larang sama kedua orang tua kamu?"
Frisca mengangguk.
"Waktu itu aku mau ketemu sama kamu untuk membicarakan semua ini, termasuk hubungan kita Kaf, dan sekalian aku mau pamit. Tapi, mereka sama sekali tidak mengizinkan aku. Terpaksa aku mau bilang lewat telpon, tapi hp aku di rebut sama Momy. Jadi aku cuma bisa pasrah Kaf."
Lelaki itu hanya menghela napas dan menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi.
"I hope you can understand what happened back then." Harap Friska.
Kafka hanya mengangguk. Ia merasa kasihan dengan keadaan Frisca dulu. Saat itu ia memang kecewa saat mendapat kabar bahwa gadisnya itu sudah pindah sekolah di akhir semeseter kelas 11. Dan Kafka sama sekali tidak mendapatkan kabar sedikitpun dari Frisca.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey Love in Paris
General FictionKafka ke Paris dengan suatu tujuan. Di sana, ia bertemu dan kenalan dengan gadis bernama Hanna. Seiring berjalannya waktu, Hanna membuat Kafka menimbulkan perasaan yang lebih dari teman. Saat Kafka masih bingung dengan perasaannya terhadap Hanna, ti...