"Khem khem."Oliv dan lelaki itupun menoleh saat mendengar deheman dari gadis yang baru saja datang. Hanna segera duduk di kursi yang kosong.
"Kamu udah pesan makanan?"
"Udah dong."
"Kamu dari taman dulu atau langsung ke sini?"
"Langsung ke sini. Lagi laper banget soalnya."
"Kak Kevin gak apa-apa kan kalau aku gabung?"
"Gak apa-apa lah Han. Masa calon adik ipar gak boleh gabung makan sama kita."
"Sapa tau aja kalian lagi mau makan cuma berdua."
"Kalau kamu gabung di sini gak apa-apa jadi nyamuk?" Tanya Oliv.
"Kak Oliv mah, gue rela kok jadi nyamuk untuk kakak-kakakku."
"Ada-ada aja kamu."
Oliv dan sang tunangannya yaitu Kevin Wirtapma. Yap mereka berdua sudah bertunangan beberapa hari kemarin. Selepas pertunangan Oliv dan Kevin, Mami dan Papinya pulang ke Indonesia untuk mengurus pekerjaannya kembali. Tapi bukan berarti mereka akan lama di sana. Beberapa hari lagi mereka akan kembali ke Paris lagi.
Oliv dan Kevin adalah sesama teman bisninsnya. Kevin juga dulunya adalah teman sma Oliv, tapi saat itu mereka belum terlalu akrab. Tamat dari sma Kevin melanjutkan pendidikannya di salah satu Universitas terbaik yang berada di Australia. Setelah itu mereka berdua kembali di pertemukan saat Kevin memulai bisnis restorannya semenjak membuka cabang baru di Paris. Dan semenjak mereka menjadi partner bisnis, dari situ lah mereka mulai tumbuh rasa cinta.
Tidak lama pesanan Hanna pun datang lalu pelayan itu meletakkan makanannya di atas meja, dan segera pergi.
"Kamu kapan kenalin calon kamu ke kami?"
"Kak Kevin apaansih bilang calon-calon segala."
"Loh kan emang harus punya calon Han." Ucap Oliv.
"Iya tau, tapi kan jangan bahas itu dulu kali kak."
"Kakak pikir calonnya teman kamu?" Tebak Oliv.
"Teman aku? Siapa?" Tanya Hanna sembari mengeritkan alisnya.
"Kafka." Jawab Oliv dengan mantap.
"Khkhjh.."
"Bener ya tebakan aku?"
"Kak Oliv apaansih malah bilang Kafka." Ucap Hanna setelah minum.
"Loh kenapa. Bukannya emang Kafka calon kamu ya?"
"Akuin aja Han."
"Kakak dan kakak calon iparku, aku itu sama Kafka cuma berteman bukan calon." Ucap Hanna sembari menegakkan badannya dan menatap Oliv dan Kevin.
"Okay, i know her only your friend, but you nothink feeling with her?"
"Percintaan masa lalunya aja belum selesai kak."
"Your like her?"
Kamu suka ya sama dia?""Maybe." Gumam Hanna pelan.
"Kamu suruh dia selesain dulu masa lalunya. Supaya dia buat kamu tidak meragukan rasa cintanya. Dan bisa memberikan kepercayaan di antara kalian."
"Dengerin saran dari calon ipar kamu."
"Iya kak. Tapi masalahnya Kafka gak suka sama aku."
"Emang kamu udah tanya ke dia?"
"Astaga kak masa aku tanya ke dia, malu dong aku."
"Makanya kamu jangan sok tau masalah perasaan seseorang."
"Emang kenyatannya gitu kok." Gumam Hanna.
"Tau gak dulu kakak kira kakak yang suka duluan sama kakakmu, ternyata kakakmu duluan yang suka sama aku. Kakakmu malu-malu saat itu Han."
"Apaansih." Oliv sedikit malu, karena perkataan Kevin memang benar.
"Emang kak, kak Oliv suka malu-malu gitu kalau lagi sama orang yang ia suka."
"Iya aku akuin itu. Untung kamu nyatain perasaan kamu ke cewek yang suka balik sama kamu. Kan kasian kalau cowok kayak kamu di tolak." Ucap Oliv pada Kevin sembari terkekeh.
"Justru itu sayang aku sangat beruntung, dan sebentar lagi aku akan memilikimu seutuhnya."
"Aku juga beruntung kok milikin kamu."
Hanna hanya memutar bola matanya melihat dua pasangan yang sedang di landa mabuk asmara.
"Oh ya tadi mama nelpon kamu?"
"Iya, katanya besok lusa Mami baru ke sini."
"Iya tadi Papi juga nelpon dan katanya besok lusa juga baru ke sini."
"Kok samaan ya?"
"Jangan-jangan mereka janjian lagi."
"Justru bagus dong Han."
"Iya kak. Kakak pulang setelah ini?"
"Kayaknya aku sama Kevin ada yang mau di urus dulu. Jadi kemungkinan aku pulangnya malam."
"Okay, no problem."
***
"Kaf, kemarin nyokap gue udah suruh gue pulang minggu depan."
"Terus?" Tanya Kafka santai sembari memaikan hanphonenya.
"Ya gue harus pulang lah bego."
"Gak usah pake bego kali."
"Lo cepat dong selesain urusan lo." Ucap Adit serius. Ia sudah jengah dengan sikap Kafka yang satu ini.
"Besok gue diajak ketemu sama Frisca."
"Untuk apa?"
"Gak tau juga sih, dia bilang ada yang pengen dia omongin."
"Lo pergi aja lah. Lo selesin masalah lo sama Frisca secepatnya." Ucap Adit sembari menepuk sebelah pundak Kafka.
"Pasti bro."
"Gue juga capek bro ngerjain tugas dengan kondisi kayak gini terus. Kalau di suuh nih gue lebih milih ngerjain tugas seperti biasanya daripada liburan sambil ngerjain tugas."
"Gue besyukur sih di kasih izin tapi sambil ngerjain tugas. Kalau gak di izinin gue gak akan ketemu sama Hanna."
"Lo mah beruntung bisa dapet pacar di sini, lah gue boro-boro dapet bule aja gak." Ucap Adit diselingi kekehan.
"Gimana lo gak dapet bro. Omongan lo aja yang maunya bule tapi lo sama sekali gak ada tindakan buat deketin bule di sini." Balas Kafka diselingi kekehan juga.
"Lo udah tau kali Kaf kalau itu cuma sekedar ucapan belaka aja bagi gue."
"Jodoh gak ada yang tau bro. Sapa tau aja lo ketemu jodoh lo di sini."
"Gue gak terlalu berharap sih."
"Gue juga gak nyangka Dit, jatuh cinta sama cewek yang jadi teman gue di sini."
"Jangan terlalu berharap Kaf sama Hanna."
"Gak ada salahnya gue berharap lebih sama dia. Intinya secepatnya gue mau ungkapin perasaan ini. Kalau tentang responnya nanti itu akan jadi urusan belakangan."
"Bener Kaf, intinya lo ungkapin aja dulu perasaan lo, soalnya gue takut kalau sahabat gue sampai di tikung cowok lain, yang ada nanti gue yang repot sendiri ladenin lo yang galau."
"Makanya gue mau cepet-cepet nembak Hanna. Jangan sampai sahabat gue sendiri yang nikung gue." Canda Kafka.
"Astagfirullah Kafka, gue kurang tanpan apa coba kalau sampai nikung lo segala. Jelek amat sih pikiran lo." Ucap Adit pura-pura merajuk.
"Gue cuma bercanda kali."
"Untung gue orangnya sabar."
"Iyain aja deh supaya gak ngambek lagi."
"Dih siapa yang maksud lo lagi ngambek?"
"Lo lah bro."
"Sialan lo."
***
🗼🗼Vote & Komen
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey Love in Paris
Ficción GeneralKafka ke Paris dengan suatu tujuan. Di sana, ia bertemu dan kenalan dengan gadis bernama Hanna. Seiring berjalannya waktu, Hanna membuat Kafka menimbulkan perasaan yang lebih dari teman. Saat Kafka masih bingung dengan perasaannya terhadap Hanna, ti...