BAB 20

15 3 0
                                    

Setelah selesai shalat, mereka kemudian pergi memcari makan di sekitar Masjid. Dan kini mereka sudah memesan makanan. Tidak lama pelayan pun datang membawa pesanannya lalu meletakkan ke atas meja.

"Gila sih, bener-bener salah satu museum terindah dan terlengkap yang pernah gue kunjungi dalam hidup gue."

"Gue waktu ke sini sebelumnya, belum pernah ke sana "

"Sebenarmya gue belum puas kelilingin tuh museum."

"Sama Dit. Padahal masih mau nelusuri ruangan-ruangan yang lainnya."

"Kalau mau puas kelilingi di sana butuh waktu seharian."

"Berarti sebelumnya lo pernah seharian di sana?" Tanya Radit.

"Iya, malahan sampai Museum Lavreo hampir tutup."

"Gue tadi gak nyangka bisa liat lukisan Monalisa asli. Banyangin bro lo kedipin sama Monalisanya di sertai dengan senyuman kecutnya."

"Alahhh kebanyakan nonton filem lo."

"Ada-ada aja kamu."

"Btw mesjid yang kita tempati tadi juga gak kalah kerennya sih." Ucap Kafka. Mereka sudah berhenti tertawa.

"Itu mesjid raya terbesar loh di Paris." Ucap Hanna.

"Lah gue baru tau kalau ternyata ada mesjid kayak gitu di Paris." setahu Radit, di Paria itu peradabn budaya islamnya gak terlalu banyak. Jadi bisa saja di negara yang mereka kunjungi sekarang tidak terdapat masjid yang sebesar yang ia kunjungi tadi.

"Bener-bener menyejukkan dan membawa kedamaian waktu gue masuk. Bahkan lebih dari itu." Ucap Kafka yang berdecak kagu dengan keindahan masjid tersebut.

"Iya Kaf. Gue rasa semua masjid gitu membawa vibes kedamaian ."

"Btw saat lo ke sana sebelumnya sendirian atau sama seseorang?" Tanya Radit.

"Gue ke sana sama Eza. Awalnya gue penasaran aja, karena gue pernah baca buku yang ada sejarahnya tentang La Grande Mosquée de Paris. Terus gue  tertarik ingin ke sana. Jadi gue ke sananya ajak Eza." Jawab Hanna dan diangguki oleh mereka berdua.

"Oiya btw nanti kita mau kemana lagi?"

"Gue sih ngikut aja Han." Jawab Radit.

"Emang kita masih sempat jalan-jalan." Ucap Kafka sembari melihat jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan jam 3.

"Cukup-cukupin aja lah Kaf." Jawab Adit santai.

"Cukup kok. Kita nanti sekalian aja shalat ashar dulu di masjid. Nah setelah itu baru deh kita lanjut jalan-jalannya. Gimana?"

"Gue setuju."

"Gue ikut lo aja."

Sebelum beranjak dari tempatnya menuju ke masjid. Terlebih dahulu mereka bertiga memakan Pâtisserie Orientales makanan penutup yang di sajikan dengan teh.

***
Kini Hanna mengajak mereka berdua pergi ke Sungai Seine. Setelah sampai di sana, mereka bertiga sudah duduk santai di pinggir Sungai Seine sembari menikmati suasana pada sore hari. Di sini mereka juga bisa melihat perahu yang berlalu-lalang menelusuri Sungai Seine ini. Banyak orang yang berada di sini sembari duduk-duduk di sepanjang sungai yang menakjubkan itu.

"Gue pesenin minuman dulu ya." Ucap Radit.

"Okay."

Keadaan sementara hening. Belum ada pembahasan yang di buka. Mereka berdua sama-sama menatap ke arah sungai. Tiba-tiba Kafka menoleh ke arah Hanna yang duduk di sampingnya. Kafka memandang gadis itu dari arah samping sembari tersenyum manis tanpa Hanna ketahui. Pandangan gadis itu terlalu menikmati Sungai Siene tersebut.

A Journey Love in ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang