24||PELUKAN KEDUA DARI SANG KAKAK
“Musuh terbesar,adalah orang terdekat sendiri.”
***
Pukul 14.23 WIT. Matahari telah berada diufuk barat.
Siang ini,Dewi berniat untuk menjalankan rencananya yang sudah dipikirkan selama dua minggu ini. Ia sudah tidak bisa menahan diri lagi,terlebih—Dewi mengetahui fakta yang membuat dirinya semakin mmbenci Laras—sahabatnya sendiri.
Lengan kanannya menggenggam —membuang sebuah foto berukuran 3x4.Itu adalah foto dirinya dan Laras.
Foto itu diambil pada tanggal 07-02-2023. Foto satu tahun lalu, tepatnya—waktu mereka memutuskan untuk bersahabat. Dan membuat sebuah foto—kenang-kenangan,tapi,hanya karena sebuah fakta dan luka bagi Dewi.Ia rela melakukan apapun,demi mendapatkan apa yang ia mau.
Dewi bergegas meraih ponselnya yang berada di-tas sekolahnya ia
meng-klik aplikasi WhatsApp—menghubungi satu nomor,yang ia namai—Talita."Ta,temuin gue diparkiran."
"Gue lagi sibuk,"
"Ck, ngapain sih lo?"
"Gue bantuin beresin gudang,disuruh sama guru bahasa Inggris."
"Kapan selesainya?"
"Bentar lagi beres,sabar Wi,orang sabar disayang Tuhan "
"Kalau gitu,gue aja yang ke gudang."
"Terserah lo aja deh,udah dulu ye,gue sibuk nih."
Dewi menghela nafas panjang —ia mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Kepalanya rasanya ingin meledak karena memikirkan berbagai macam hal. Bagaimana caranya menyingkirkan Laras.
Bagaimana caranya mendekati Harris. Mengapa Sarah semarah itu dengan dirinya.Dan,masih banyak lagi yang harus ia pikirkan saat ini.
Ucapan Sarah terngiang-ngiang di-kepalanya, seakan ucapan Sarah tadi, menari-nari."Mati aja lo,pembunuh!"
"Gue ngga sudi,punya temen munafik kayak lo!"
Dewi beranjak dari tempat duduknya,ia meraih kembali foto yang ia buang tadi. Lengan kirinya —menyalakan sebuah korek api kemudian membakar foto itu hingga yang hanya tersisa abu.
Gadis itu menyudutkan bibirnya.
Wajahnya tampak sangat bahagia,seakan ia telah menemukan sebuah kebahagiaan. Tapi,ada satu hal yang membuatnya lelah,yaitu,tugas ini—ia jalankan dengan terpaksa,dia mengancam Dewi,akan membunuh dirinya dan orang tuanya,juga adiknya —Rio Febrian,adik kandung Dewi.Dewi tersenyum miris, membayangkan masa-masa awal pertemuan dirinya dengan Laras—sahabatnya. Membayangkan betapa bahagianya mereka saat itu,tanpa kehadiran dia.
Ingin rasanya Dewi menunjukkan kepada dunia,bahwa ia mempunyai sahabat yang lebih dari apapun, kebaikannya,nasihatnya,semua tentang sahabatnya,ingin sekali Dewi pamerkan kepada semua manusia yang ada di—bumi.Tanpa dirinya sadari,air matanya menitik satu demi persatu,kemudian bermonolog kecil.
"Gue pengen berhenti Ra,cuma gue ngga bisa ngelakuin itu.""Maafin gue Ra,gue harus ngelakuin ini,maaf, gue jadi tokoh antagonis dicerita hidup lo,"
"Harusnya kita bahagia,tapi sayang,alur cerita hidup lo harus begini gara-gara gue,"
"Gue adalah tokoh yang terkesan antagonis,didalam kisah hidup lo,gue sebenarnya,ngga mau begini Ra." Lirih Dewi mengusap wajahnya gusar.
"MAAFIN GUE RA!" Teriak Dewi entah kepada siapa,ia menyesal menuruti perintah dia.
Ingin sekali Dewi mengatakan hal yang sebenarnya kepada Laras. Ingin sekali Dewi mengobrol bersama Laras,ia sangat ingin melakukan hal itu,tapi dirinya tidak bisa berbuat lebih. Dirinya bak boneka yang tengah dipermainkan oleh dia.
Kendali atas dirinya sudah dipegang oleh dia,Dewi tidak bisa berbuat lebih,kecuali menuruti perintah dia.
![](https://img.wattpad.com/cover/361853053-288-k125184.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA HARRIS
Teen Fiction"HARGAI HIDUPMU SELAMA MASIH BERNAFAS." -Harris Mahendra Anggara . *** Dia Harris,lelaki yang merasa dirinya hidup di sekitar orang asing,dikelilingi oleh banyak musuh yang tersebar luas. Tidak suka di atur,di usik,dan juga di bantah.Harris Mahendr...