10

1.3K 29 0
                                    

"Kak... Jangan tidur disini" ucap Aira pelan sambil menggoyangkan tubuh Tio.

Tio tak bergerak, dan hanya terdengar decakan kesal.

"Kak-"

"Diem, aku ngantuk. Jangan ganggu bisa ga sih! " ketus Tio, tanpa mengubah posisinya, yakni tidur duduk dengan kepala dimeja yang beralaskan tangan sebagai bantal.

"Tap-"

"Diem!! " sentak Tio.

Aira pun tertegun mendengar sentakan itu. Belum pernah rasanya ia mendengar sentakan begitu.

"Keluar!! " ujar Tio, dan Aira terpaksa keluar tanpa membawa nampan itu kembali. Ia sengaja, agar Tio mau memakannya.

~diluar kamar Tio~

Aira menggigit kukunya karena takut, ia gemetar saat mendengar sentakan itu. Sementara, maid yang berada dibawah tadi cemas melihat raut Aira. Ia menduga, pasti gadis itu juga tak berhasil membujuk Tio.

"Takut, takut banget. Tapi, ga takut banget. Takut, tapi ga takut banget" Aira menggeleng-geleng, ia bertengkar dengan batinnya sendiri.

"Tapi.. Kakak itu kenapa, ya? Perasaan tadi baik-baik aja. Ada masalah apa? " tanyanya pelan pada dirinya sendiri seraya pergi ke kamarnya.

~paginya~

Aira tengah berdiri didepan ruang tamu. Ia menunggu Tio, tapi pria itu tak keluar dari kamarnya.

Itu semua berlanjut hingga tiga hari berturut-turut. Membuat Aira jadi tambah merasa bersalah.

"Nona, mari. Saya yang akan mengantar anda kesekolah" ucap supir Tio dan Aira mengangguk.
*
~dikelas~

Aira hanya duduk dengan murung. Ia masih memikirkan soal sentakan itu lagi.

"Hup! Aku emangnya salah apa?" gumamnya kesal.

"Ra! Lo kenapa? Murung aja dari tadi" tanya Nari bingung.

"Hem.. Kamu tahu orang yang selalu nganter aku? " tanya Aira balik dan Nari mengangguk.

"Ga tahu kenapa, dari tiga hari lalu ga ngomong sama aku. Emang dia agak cuek gitu. Tapi ga pernah secuek ini. " Aira menyangga dagunya.

Nari langsung berlari kecil menuju meja Aira. "Kalian tinggal bersama apa gimana?"

"Ia! "

"Hem... Mungkin lo ada buat hal aneh. Sampe dia marah"

"Hal apa? waktu di supermarket biasa-biasa aja. Tapi, setelah ngobrol sama kak Joni dia langsung gitu."

Ceril yang mendengar itu, tersenyum puas "makanya jangan kepedean. Kak Tio itu orangnya ga perduli sama apapun, kecuali gue! " ucapnya slay.

"Yang bener?! Gue lihat, yang dianter jemput cuma Aira. Masa dia perduli nya sama lo" sindir Nari.

Ceril pun terdiam, membuat Nari terkekeh kecil.

"Yang kepedean itu harusnya elo! Ngomong kok ga ngaca dulu" ujar Nari.

"Heh! Lo! Berani banget ngatain gue gaya gitu. Ga takut lo gue aduin ke papa gue. Lo lupa, papa gue kepala sekolah-"

Aira melipat kedua tangannya didada "seharusnya yang takut itu kamu. Kira-kira.... Papa kamu tahu ga, ya.. Kelakuan anaknya? Atau... Itu emang sifat turunan dari papamu?" sindir Aira.

"Ga mungkin, papanya baik. Mungkin dari mamanya" timpa Nari dengan sinis.

"Hem, berani kok ngajak temen. Nari, kamu jangan lupa status beasiswa kamu." Cinta tiba-tiba datang membela Ceril.

"Bagus dong, Kalau Nari masuk pakai beasiswa. Bukan ngendelin ortu! " sindir Aira.

Ceril berdecak kesal.

"Bukannya itu, Kata-kata untukmu. Kak Tio kan yang mendaftarkan mu kesini" ucap Cinta, membuat Ceril tersenyum puas.

"Ia! Tapi.... Setidaknya aku ga ngemis buat minta masuk kesini! " ucap Aira.

Cinta mulai tersulut. "Jadi, kau berpikir kami ngemis buat masuk kesini?! "

Nari mengangguk.

"Cinta anggara, anaknya om Nija. Papaku ada diatasmu. Kami bisa saja membuat perusahaan kalian bangkrut. Pikirkan lagi, soal kau berbicara begitu" ucap Nari.

"Heh! Tapi perusahaan papaku diatas lo, Nari. Sombong banget" timpa Ceril.

"Ah... Jangan lupakan aku, punya kakak yang selalu mengantarku jauh di atas kalian. " cengir Aira sengaja.

Ceril dan cinta langsung kehabisan kata. Merekapun pergi dari kelas.

"Oy! Keren lo Ra!" puji Nari sambil menyikut pundak Aira pelan.

Aira bercengir sekilas, lalu murung lagi "bantu~Nar! Aku jadi ngerasa bersalah. Soalnya dia yang bayarin semua, heee" rengek nya.

GADIS POLOS MILIK MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang