Part 12 "Deklarasi"

12 4 0
                                    

New Part..
Selamat membaca..😊🤗

Deklarasi

"Aku menahan kecewa. Pertemuan yang harusnya penuh tawa rupanya hanya tersimpan dalam angan-angan."

Devan melihat bekas memar di pipinya lewat kaca di kamarnya. Memar yang dia dapat dari Baskara sebagai akibat dari pembatalan perjodohannya. Tapi untungnya lebam biru di pipinya mulai memudar nyaris tak terlihat. "Amanlah," gumamnya. Setidaknya tidak akan ada orang yang menyadarinya di kampus nanti. Devan kembali memeriksa apakah ada yang tertinggal, sebelum dia berangkat ke kampus. Saat memeriksa ponselnya, ada satu pesan masuk yang membuatnya mengernyitkan dahi.

Gheisya:
Kak?
Devan: Ada apa?

Mata Devan tidak lepas dari layar ponselnya setelah memberi balasan kepada Gheisya.

Gheisya:
Nggak jadi, cuma tes kontak aja aktif apa nggak hehe..

Devan: Anjir!

Devan mendengus pelan karena pesan dari Gheisya barusan. Tetapi Devan penasaran kenapa Gheisya mengirimnya pesan. Meski belum kenal sepenuhnya, dia tahu tidak mungkin Gheisya mengirimnya pesan tanpa alasan. Sementara, Devan masih dalam rasa penasarannya, Gheisya tengah merutuki dirinya karena mengirim pesan kepada Devan.


Hampir saja dia meminta Devan untuk datang ke rumahnya. Ibunya memaksa Gheisya untuk mengundang Devan ke rumahnya, akan ada syukuran kecil-kecilan untuk ulang tahunnya. Awalnya, Gheisya berniat untuk mengundang Devan. Jujur saja, Gheisya merasa kagum, kesederhanaannya bisa membuat Devan langsung akrab dengan kedua orang tuanya Minggu lalu.

🥀🥀🥀

Devan baru saja tiba di Super Food Star Light untuk makan siang. Saat mencari tempat duduk, Devan melihat Gheisya di ujung lain Super Food yang luas itu. Secara refleks, senyum smrik terbit. Dia melambaikan tangannya pada Gheisya, cewek itu hanya tersenyum tipis menanggapi Devan. Beberapa pasang mata yang menatapnya penuh kesal, membuat Gheisya memalingkan wajahnya dari Devan.

"Lo ngapain chat tadi pagi?" ujar Devan dengan menaikkan satu alisnya. "Nggak papa kok kak, duluan ya!" jawab Gheisya tanpa menatap Devan lalu beranjak dari duduknya. Devan langsung mencekal lengan Gheisya untuk menghentikan langkahnya. "Kak, lepasin lenganku? Kakak nggak lihat orang-orang lihat kita?" ujar Gheisya pelan dengan berusaha melepaskan genggaman tangan Devan.

"Kalian semua, jangan ada yang deketin dan ganggu Gheisya, dia punya gue!" Tiba-tiba Devan berbicara dengan suara lantangnya. Gheisya langsung membelalakkan matanya. "Dasar edan!" umpat Gheisya. Devan tersenyum mendengar ucapan Gheisya. Orang-orang yang memerhatikan mereka mulai menghindar dari sana. "Kakak ngomong apaan sih?!" tanya Gheisya lalu melepaskan lengannya dari genggaman Devan, lalu lari secepat kilat meninggalkan Devan yang melongo melihatnya lalu tersenyum melihat Gheisya yang salah tingkah karenanya dan semakin menjauh.

"Jadi ini, cara lo ngungkapin perasaan lo? Unik!" gumam seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak Devan dari belakang. Devan pun menoleh, ternyata itu Gara. "Ck! Apaan sih lo? Gue punya cara sendiri," ucap Devan seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "GAR! GARA! RAFAEL BERANTEM SAMA ANAK HUKUM!" Dari kejauhan, Fabio berlari kencang menghampiri Gara dan Devan. Cowok itu membungkukkan tubuhnya dengan tangan bertumpu pada lutut mencoba mengatur nafasnya agar kembali normal.

"Nggak salah? Ini Rafael, dia nggak pernah buat ulah di kampus." Gara langsung menyahut tak percaya. "Rafael punya masalah sama mantannya Chezza," balas Fabio cepat. "Dimana?" tanya Devan. "Taman kampus."
Ternyata ada banyak mahasiswa yang menyaksikan perkelahian Rafael dengan salah satu cowok. Selain Chezza, tidak ada orang lain lagi yang berani melerai mereka.

Gara berlari menghampiri mereka bertiga. Rafael terlihat dibutakan oleh amarah dan terus memukul Rizky tanpa rasa kasihan. "Kak, udah. Aku nggak papa," ujar Chezza berusaha untuk menghentikan Rafael. Jujur saja dia merasa takut dengan Rafael sekarang ini. Jika biasanya cowok itu bersikap baik maka kali ini tidak, Rafael terlihat beringas dan kejam. "EL!" panggil Gara.

Dia menarik kerah bagian belakang Rafael agar cowok itu menghentikan aksinya. Namun, Rafael dengan cepat menepis tangannya. Dengan nafas memburu dan mata yang menghunus tajam ke arah Rizky itu, kembali melayangkan pukulan telak di bagian perut hingga membuat cowok itu benar-benar merasa lemas. Pukulan yang dilayangkan Rafael tidak pernah main-main.

"Jangan pernah ganggu Chezza, dia punya gue sekarang," kata Rafael penuh penekanan. Dia berdiri kembali dan merapikan pakaian nya yang berantakan. Rizky memukul Rafael karena tak terima dengan apa yang Rafael lakukan padanya terakhir kali mereka bertemu. Lawan Rafael masih tepar di atas tanah dengan sudut bibir yang berdarah dan beberapa titik di wajahnya mengalami lebam. "Ini kasus pertama lo." Gara menepuk pundak Rafael pelan. "Kalian bertiga ayo ke ruang bimbingan." Ucap Gara lalu diangguki Rafael.

🥀🥀🥀

Devan bersiul-siul saat berjalan memasuki rumahnya. Sepanjang siang ini, aksinya tadi saat mengumumkan bahwa Gheisya pacarnya membuatnya mesam-mesem sendiri tidak jelas. Ketika dia sudah berada di dalam rumah, pemandangan tidak menyenangkan menyambutnya.

"Aku sudah muak sama sikap kamu Mas!" teriak Sarah pada suaminya itu. "Kamu pikir cuma kamu yang muak, hah?! Kamu itu cuma mementingkan karir kamu sendiri! Dasar egois!" Baskara membalas teriakan Sarah. Devan hanya menghela nafas pelan saat melihat perdebatan orang tuanya, lalu berjalan melewati kedua orang tuanya seolah tidak terjadi apa-apa.

Dia sudah terbiasa mendengar perdebatan mereka seperti saat ini, dia pikir setelah kepulangan Mamanya semuanya akan menjadi lebih baik ternyata dia salah. "Jangan berantem Ma, Pa, lebih baik saling introspeksi diri masing-masing," ujar Devan tetap melanjutkan jalannya. "Devan!" sentak Papanya. "Devan, lebih baik kamu jangan ikut campur urusan Mama sama Papa!" ucap Mamanya lalu berlalu meninggalkan mereka.

Devan kembali melangkahkan kakinya menuju ke kamar. "Devan, siapa gadis yang kamu ajak ke pesta Pak Dino kemarin.? Apa karena gadis itu kamu membatalkan perjodohan kamu sama anak Pak Guntur?" tanya Papanya lalu duduk di sofa ruang tamu. "Iya, dia pacar Devan, jadi Papa nggak perlu jodoh-jodohin Devan lagi." ujar Devan dengan menatap Papanya itu.

"Papa mau kamu kenalkan dia sama Papa dan Mama, kamu ajak dia makan malam di rumah besok." Suruh Papanya lalu beranjak dari duduknya meninggalkan Devan yang berdiri mematung di depannya itu. Devan membanting pintu kamarnya, sebenarnya bukan pemandangan seperti ini yang ingin dia lihat. Kedua orang tuanya itu memang sangat egois, orang tuanya memiliki prinsip bisnis adalah prioritas utama sedangkan yang lain tidak penting.

Banyak orang yang mengira bahwa menjadi dirinya sangat menyenangkan karena berasal dari keluarga yang kaya raya. Andai mereka tahu bagaimana kehidupan Devan yang sebenarnya, orang-orang itu pasti akan merubah pendapatnya.

🥀🥀🥀

Terima kasih ya telah membaca.. 🙂
Bantu support kasih saran ya 🤔
Jumlah kata hanya1021 kata.

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang