Part 23 Koma

8 2 0
                                    

Happy reading...

Koma

Ratih, Bayu, Gheisya dan Chelsea duduk cemas di lorong rumah sakit, menunggu Sarah yang sedang berbicara dengan dokter. Begitu mendengar kabar bahwa Devan kecelakaan, Ratih dan Bayu bergegas ke rumah sakit. Begitupun dengan Sarah dan Chelsea yang lebih panik saat mendengar Devan tertabrak kereta.

Gheisya tidak melepas rangkulannya pada Ibunya dan Chelsea sejak tadi. Ibunya itu hanya menatap kosong ke lantai, dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Sedangkan, Gheisya hanya mengalami luka lecet di bagian siku dan lutut karena sempat terjatuh. Dia masih shock dengan kejadian yang baru saja menimpanya.

Saat itu Gheisya hanya berniat menenangkan diri dengan berjalan di dekat stasiun, Gheisya menggunakan earphone, dia tidak mendengar suara kereta yang berjalan ke arahnya. Seandainya Devan tidak ada di sana untuk menyelamatkannya mungkin dia lah yang masuk rumah sakit saat ini.

Bayu melihat istrinya dengan tatapan teduh. Ia mencoba meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia menggenggam tangan istrinya dengan erat, mencoba memberikan dukungan. Dalam diamnya, Gheisya tidak berhenti memanjatkan doa untuk keselamatan Devan.

“Kakak..., ” panggil Chelsea dengan suaranya yang serak. Ia masih belum menyangka kakaknya terbaring lemah di dalam ruang ICU sana. Hatinya gelisah menunggu kabar dari mamanya mengenai kondisi kakaknya. “Kakak kamu pasti sembuh Chel..” ucap Gheisya,  lalu ngusap punggu Chelsea untuk menguatkannya.

Sarah keluar dari ruang Dokter dengan langkah gontai,  tangisnya tak terbendung.  Air mata terus mengalir saat ia melangkah menuju Chelsea dan keluarga Gheisya yang sudah menunggunya. Matanya sudah merah dan terlihat lelah,  tapi ia berusaha tegar untuk menyampaikan kabar tentang Devan.

Mereka semua sontak berdiri, menatap Sarah penuh harap. “Devan... dinyatakan koma dalam waktu yang belum di bisa pastikan, ” ucap Sarah, sambil menahan isakan. “Dokter bilang, keadaannya kritis ada benturan keras mengenai kepalanya..”
Bayu merasakan dadanya terasa sesak saat mendengar kabar itu.

Tangannya memegang erat tangan istri dan anaknya, mencoba memberikan dukungan dan kekuatan dalam saat-saat yang penuh kesedihan. Perasaan bersalah mulai merayap dalam dirinya. Orang yang dia benci karena latar belakngnya justru menyelamatkan putrinya dari bahaya.

Chelsea, dengan air mata yang mengalir di pipinya, memeluk mamanya yang menangis tersedu-sedu. Kecemasan yang sejak tadi mereka pendam mereka luapkan dalam tangisan yang tak terbendung. “Tante.. Ini salah saya, kalau saja saya tidak melamun kak Dev—” Gheisya tak sanggup menyelesaikan kalimatnya karena isak tangis yang tak tertahan.

Sarah menggelengkan kepalanya. “Ini semua musibah. ” ucapnya berusaha tegar. Ia menatap iba ke arah Gheisya yang tampak begitu menyesali dirinya. “Tante.. ” Gheisya berjalan mendekat ke arah Sarah, memeluk wanita itu. “Maaf tante, ini salah aku.” Sarah membalas pelukan Gheisya tak kalah eratnya.

“Nggak. Ini bukan salah kamu, kamu jangan salahin diri kamu sendiri. Dokter pasti melakukan yang terbaik untuk Devan, ” jawab Sarah dengan suara gemetar. Bayu semakin menguatkan rangkulannya di tubuh sang istri. Keluarganya dihadapkan pada masalah yang begitu rumit. Namun, ia akan mencoba untuk berpikir positif, untuk saat ini yang paling terpenting adalah kesembuhan Devan.

🥀🥀🥀

Pagi ini Vero, Chezza, Iqbal dan ibunya pergi ke rumah sakit saat mendengar kabar dari Bayu kalau Devan koma dan melihat kondisi Gheisya yang katanya hampir tertabrak kereta kemarin. Beberapa menit setelah menempuh perjalannan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit tempat Devan di rawat.

“Nduk, gimana keadaan kamu?” tanya Ratna pada Gheisya saat sampai di lorong rumah sakit tempat mereka menunggu. Gheisya pun menoleh saat mendengar suara Budenya. “Bude, Chezza, kalian ke sini? Aku baik-baik aja kok, tapi Kak Devan masih koma.” jawab Gheisya pelan. Masih tetap dengan buliran air mata di kedua pipinya.

Ia tidak tidur semalaman untuk menjaga Devan, sedangkan orang tuanya pamit pulang sejak semalam. Dia hanya di temani dengan Chelsea dan Sarah.
“Orang tuanya di dalam ya?”
“Iya bude, Papanya ada di dalam. Kalau tante Sarah sama Chelsea baru aja pulang.” jawab Gheisya.

“Ghei, yang kuat ya pasti kak Devan segera siuman,” ucap Chezza menenangkan Gheisya. Yang langsung di beri anggukan olehnya. “Bude sama kamu naik apa ke sini?”
“Ke sini sama mas Vero dan mas Iqbal. Sekarang masih di luar ada urusan sama kak Rafael, Gara sama kak Fabio, sama, juga baru datang.
***
“Ngapain lo di sini? ” tanya Fabio pada Vero. “Gue mau lihat keadaan Devan. Dan satu lagi, gue mau minta maaf.” ucap Vero pelan. “Gue nggak akan ganggu hubungan Devan sama Gheisya lagi. Gue sadar kalau mereka saling mencintai satu sama lain, cinta nggak bisa di paksakan. Dan buat lo El, lo boleh deketin adek gue asal, jangan sampek lo berani nyakitin dia.” ucap Vero serius dengan sorot mata tajam.

“Apa? Lo serius sama apa yang lo ucapin?” tanya Rafael tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Gue serius.” jawabnya. “Oke, jadi perseteruan kita sampai sini.” simpul Gara kemudian. “Ya udah kalau gitu ayo masuk,  lihat keadaan Devan.” ajak Fabio yang terlebih dahulu masuk ke dalam lobi rumah sakit, lalu di ikuti dengan yang lain.

🥀🥀🥀

Baskara menatap putranya dengan perasaan campur aduk. Ada penyesalan yang bersemayam di hatinya. Ia merasakan sesak di dada, saat ia melihat wajah Devan yang penuh perban dan alat medis lainnya. Baskara menyadari bahwa ia telah gagal menjadi papa yang baik bagi Devan dan Chelsea. Ia berharap dapat memutar waktu, dan memperbaiki apa yang telah terjadi.

Dalam kesunyian ruangan yang penuh dengan alat medis, Baskara merenungi semua kesalahan yang selama ini ia perbuat. Tanpa sadar air matanya menetes, menunjukkan penyesalan yang begitu mendalam di hatinya. Dengan hati-hati, Baskara meraih tangan putranya yang ringkih itu, mengusapnya perlahan.

“Maaf. Papa nggak pernah kasih kamu kasih sayang kayak anak-anak lain. Maaf karena selama ini, peran seorang ayah nggak pernah kamu dapatkan dari Papa...”
“Kita perbaiki semuanya, ya?  Papa tahu ini sudah terlambat. Tapi papa pingin menebus semuanya sebelum Papa nggak ada.”

Air matanya menetes, tepat mengenai kening Devan. Pria itu menangis tanpa suara, mengeluarkan segala kegelisahan yang menyeruak kuat di dadanya. Anak yang tidak pernah dia besarkan dengan kasih sayang itu harus menerima imbas dari kesalahnnya.

Anak yang selalu menerima tamparan dari tangannya itu harus menjalani beban yang begitu berat. Pada akhirnya, hanya penyesalan yang akan ia rasakan. Baskara mendongakkan pandangannya, menatap langit-langit ruangan seba putih itu dengan sorot yang sulit di artikan.

Ceklek!

Atensi Baskara berpindah saat mendengar suara knop pintu yang di putar. Rupanya Sarah, sepertinya ia telah kembali lagi setelah pulang tadi, ia kini berjalan masuk menghampirinya. “Bayu dan Gheisya ada di luar. Selesaikan sekarang, Mas, ” ucap Sarah, langsung pada intinya.

Baskara termenung sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk berdiri. Dia mengusap matanya yang basah dan menghela nafas panjang. Setelah itu, dia melangkah keluar tanpa ragu, untuk menemui Bayu.

🥀🥀🥀

Thanks...

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang