Part 19 Kejanggalan

10 4 0
                                    

                   Hii...
Happy reading...

               Kejanggalan

Gheisya masih terus memperhatikan ruangan yang saat ini ditempatinya. Dalam hati, dia tidak bisa berhenti berdecak kagum karena desain kantor yang dia datangi itu sangat luas dan elegan. Baru kali ini Gheisya berada di ruangan meeting perusahaan seperti sekarang. Pandangan Gheisya beralih menatap baju yang dia kenakan, sebelum dia dan Devan pergi ke kantor perusahaan Ayah Devan. Cowok itu menjemputnya dengan membawa pakaian untuknya.

Devan benar-benar niat melakukan ini semua. Padahal, Gheisya hanya menjadi pacar pura-puranya dia juga tidak akan ikut meeting nantinya karena Devan hanya memintanya untuk menunggu di luar ruangan saat meeting dimulai. Gheisya menghembuskan nafas berat sambil memandangi wajah Devan dari samping. Cowok itu hanya diam saja dengan punggung yang bersandar pada kursi.

“Biasanya kalau meeting, ngapain aja?”
“Nglamun.”
Gheisya mengerutkan dahinya, dia tidak menyangka jawaban Devan akan seperti itu. Dia pikir, cowok itu akan menjelaskan bagaimana sibuknya ketika mengikuti meeting  bersama orang-orang penting. Namun, jawaban yang dia dapatkan benar-benar di luar ekspektasinya. “Bercanda, biasanya, bahasa-bahasa proyek, presentasi, bahas pendapatan perusahaan. Ya itu aja sih.” kata Devan sebelum Gheisya salah memahami dirinya.

“Wah, jiwa pengusaha kakak mulai kelihatan ya. Bagus kak.” Gheisya menepuk pelan pundak cowok itu. Devan tersenyum tipis. “Thanks, pujiannya,” ucapnya. “Kalau gitu aku meeting dulu, kamu tunggu di sini aja.” ucapnya lagi lalu beranjak dari duduknya, berjalan masuk ke ruang meeting. “Semangat Kak!” ucap Gheisya dengan tersenyum yang langsung diangguki oleh Devan.

🥀🥀🥀

Setelah penantian selama dua jam, Devan akhirnya keluar dari ruangan yang luas itu. Gheisya menyambut kehadiran cowok itu dengan tatapan sengit. Dia bosan sekali. Lagi pula ada atau tidaknya dia tidak berpengaruh terhadap kegiatan Devan. Jadi untuk apa Devan mengajaknya?

“Lama, ya?” tanya Devan.
“Pakek nanya, iya lah!” Gheisya menghembuskan nafas gusar, kemudian mengucek matanya yang terasa sepet. “Meetingnya udah, kan? Aku ngantuk ayo pulang,”
Devan tertawa kecil mendengar nada kesal yang terselip dalam suara Gheisya. Cewek itu pasti bukan tipikal orang yang suka menunggu. Dia memang sengaja mengajak cewek itu kemari untuk menemaninya ikuti meeting. Setidaknya ada seseorang yang membuatnya lebih semangat bekerja hari ini.

“Maaf ya, buat kamu nunggu,” ujar Devan masih dengan kekehan ringannya. “Oh ya, sampai kapan aku jadi pacar pura-puranya Kak Devan?” tanya Gheisya tiba-tiba. “Kenapa emangnya? Pengen jadi pacar aku beneran?” Devan balik bertanya. “Hah?! Nggak gitu maksud aku. Maksud aku itu—” ucapan Gheisya terjeda oleh tawa cekikikan Devan. “Kakak kok ketawa sih! Aku serius.”

“Kamu lucu. Makannya aku ketawa.” Entah kenapa, jawaban Devan itu membuat Gheisya merasa sedikit malu. Namun, sebisa mungkin dia menormalkan gerak-geriknya agar tidak seperti orang yang salah tingkah.
Sebelum menjawab lagi, dia pun berdeham pelan agar tidak kelihatan gugup. “Baru kali ini ada yang bilang aku lucu.”
“Di mata aku, kamu lucu. Meskipun...agak ngambekan, jelek, aneh, baperan, cero—”
“Hii..Kak Devan nyebelin..” serobot Gheisya menggebu-gebu.

“Tuh, kan, ngambekan!” ucap Devan lalu refleks menepuk puncak kepala Gheisya. Saat Devan mengusap lembut rambutnya, jantung Gheisya berdebar tak karuan. Apa lagi Devan menatapnya tanpa berpaling sedikitpun. Tiba-tiba datang dua orang pria yang membuyarkan lamunannya. Raut wajah Devan seketika berubah, tatapan tajamnya menyorot penuh intimidasi ke arah Fajar dan Adi dua bodyguard menyebalkannya. ”Nona Gheisya diminta ke ruangan Bapak tanpa ditemani siapa pun, termasuk Tuan Devan,” ujar Adi.

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang