Part 17 Nasgor

10 4 0
                                    

New update..
Happy reading..

Nasgor

Seharusnya, balapan motor kali ini digelar di malam Minggu kemarin. Namun, karena Devan sibuk akhirnya mereka memutuskan untuk diundur satu Minggu lagi, menjadi malam ini.

Di sebuah sirkuit yang terlihat ramai dengan anak-anak motor yang berlalu lalang untuk melihat balapan, sudah ada seorang remaja yang terlihat sangat siap bersama motor kesayangannya di garis start sana. Dia sudah sangat tidak sabar untuk menunggu lawannya malam ini.

“HADIAHNYA BAGI DUA VANN!!”

Devan, ketua Heroes yang mendapat bagian untuk bermain malam ini, menggeleng-geleng ketika mendengar teriakan Chelsea. Saat ini, para sahabatnya itu memang sudah berdiri di pinggir area balapan untuk memberikan dukungan kepadanya. “Uang kakak adalah uang adek, uang adek tetap uang adek, jadi uang yang kakak dapat bagi dua Mas Gantengku!” teriak Chelsea yang ditujukan untuk saudaranya itu.

“Tanding aja belum. Katanya orang kaya?!” cibir Rafael yang berdiri di sampingnya. “Yee..biarin!” jawab Chelsea sewot. “Udah-udah jangan ribut,” lerai Gara menghentikan perdebatan mereka.

“LAWANNYA UDAH DATANG!” teriak Fabio saat melihat orang yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. Dengan segera Devan mengenakan helm full face-nya itu memposisikan dirinya di garis start.

“DEVAN! DEVAN! DEVAN!”

Riuh tepuk tangan disertai sorak penuh kegembiraan, juga geberan knalpot yang memekakkan telinga semua orang, semua kehebohan itu tercipta dari gerombolan anggota Heroes Gang sebagai apresiasi atas kemenangan yang diraih oleh Devan pada malam yang dipenuhi oleh bintang hari ini.

Devan membuka kaca helmnya, kemudian dengan cekatan dia menangkap sebuah amplop berisikan uang hadiah kemenangannya dari panitia balapan motor yang tersenyum bangga ke arahnya.

“Thanks!” seru Devan seraya mengangkat amplop berisikan uang itu. Gara dan yang lainnya mendekat, lalu secara bergantian, mereka mengajak Devan untuk melakukan tos ria sebagai simbol kebanggaan mereka atas kemampuan cowok itu yang mencengangkan.
“Keren-keren!” Fabio tidak berhenti mengacungkan kedua jempolnya. “Lo keren, berarti gue juga keren!”
“Hubungannya apa?” Rafael memutar bola matanya malas.

“Gue calon adik iparnya,” balas Fabio. Devan menatap malas ke arah cowok itu. “Idih, najis.” Gara berdeham pelan untuk menghentikan celotehan dari para anggotanya itu. “Minggu depan giliran Rafael. Kemampuan balap lo lebih mahir dari kita.”

Tidak ingin mengelak, Rafael pun mengangguk. Tak lama berbincang Devan pun pamit untuk pergi terlebih dulu, sebelum pergi dari sana, Devan membalikkan tubuhnya ke belakang, masih dengan posisi di atas motor.

Tepat di belakangnya, ada Gara yang memandangnya dengan kening mengerut. Kemudian tanpa aba-aba, Devan melemparkan amplop miliknya itu ke arah Gara yang langsung dengan sigap menangkapnya.

“Tabungan buat Kiki sama anak panti lainnya,” cetus Devan memberikan penjelasan. Senyum di bibir Gara terukir lebar. Binar di matanya tercetak begitu jelas. Sikap Devan seperti inilah yang membuatnya merasa kagum dengan cowok itu.
***
Motor Devan berhenti tepat di depan cafe, “Ayo, udah lama nunggunya?” tanya Devan saat melihat Gheisya tengah duduk di kursi depan cafe tempatnya bekerja itu. “Nggak kok Kak, aku baru selesai kerjanya.” jawabnya. “Emangnya, kita mau kemana sih, Kak?” tanya Gheisya. Karena Devan tadi mengirim pesan kepadanya untuk tidak pulang dulu karena Devan ingin mengajaknya ke suatu tempat.

“KARENA TADI AKU MENANG BALAP MOTOR, JADI AKU MAU TRAKTIR KAMU,! KAMU MAU KEMANA?”
“Hah?! Eeumm...ke nasgor favoritku aja,” jawab Gheisya asal, karena kaget melihat Devan antusias dan bersemangat karena menang balapan. Kedua ujung bibir Devan berkedut menahan senyum. Lalu, tanpa lama-lama lagi, mereka melajukan motornya masing-masing.

🥀🥀🥀

“Nasi gorengnya tinggal satu porsi, Mas,  Mbak.”
Terdengar desahan kecewa dari bibir Gheisya. Meski begitu, dia tetap menganggukkan kepala. “Ya udah nggak apa-apa, buk. Sepiring berdua juga oke.” jawab Devan seraya menatap Gheisya.

Di sampingnya, Gheisya mengerutkan alis bingung ketika mendengar jawaban Devan. Ditambah lagi, dia masih kaget karena Devan tidak protes saat dia mengajaknya berhenti di sebuah warung nasi goreng lesehan yang letaknya benar-benar di pinggir jalan raya.

Awalnya, tempat ini terlihat ramai oleh pelanggan. Namun, sekarang berangsur sepi karena malam sudah larut nasgornya pun hampir habis. “Kakak nggak papa aku ajak ke tempat begini?” tanya Gheisya saat melihat Devan biasa saja.

“Heroes sering nongkrong di pinggiran,” jawab Devan seraya mendudukkan dirinya di kursi panjang warung. Gheisya mengangguk-angguk. Jika melihat dari cara berteman mereka, Gheisya memang yakin kalau Heroes bukan gerombolan remaja yang suka tawuran tapi kumpulan remaja yang mempunyai solidaritas sosial.

Gheisya ikut duduk di samping Devan, lalu cowok itu langsung menggeser tubuhnya menjaga jarak dengan Gheisya. Hal itu tentu saja di sadari oleh Gheisya, “Kenapa jauhan duduknya?” tanya Gheisya pelan. “Bukan muhrim,” jawab Devan asal.

Sebenarnya duduk berdekatan dengan cewek itu, membuat gejolak aneh di dalam dadanya, gejolak yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. “Cuek, songong, nyebelin lagi!” gerutu Gheisya.

Devan berdeham pelan. Kata pertama yang cewek itu lontarkan cukup mengusik pikirannya, baru kali ini ada seseorang yang berani mengejeknya apa lagi terang-terangan seperti ini. Tapi bagaimana jika apa yang cewek itu katakan benar? Gue cuek?

Hah!

Devan pun segera mengusir pemikiran aneh di kepalanya, lagi pula sejak kapan Devan peduli dengan pendapat orang lain?
“Sering balapan?” tanya Gheisya.
“Iya, sering,” jawabnya singkat.
“Sering menang?” tanya Gheisya, lagi.
“Ya iya lah, kan gue hebat, aku.” koreksi Devan lalu dia menuang air dalam gelas dan meminumnya.

Diam-diam, Gheisya memerhatikan tingkah laku cowok itu. Entah kenapa Gheisya merasa nyaman saat dia bersama cowok di sampingnya itu, dan tanpa sadar dia tersenyum dengan menatap Devano. “Kalau naksir ngomong mbak! Jangan cuma natap doang!”

Gheisya sontak tersadar dari lamunannya. Dia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, syukur penjual nasi goreng akhirnya datang membawa nampan berisi nasi goreng hal itu cukup mengurangi rasa malunya.

“Monggo Mbak, Mas, di jamin nasgor buk Atik bikin hubungan langgeng,” ucap Bu Atik seraya meletakkan nasi goreng di meja yang berada di hadapan Devan dan Gheisya. “Pacaran aja nggak,” gumam Gheisya setelah Bu Atik pergi dari hadapan mereka.

“Kita pacaran,” celetuk Devan, mengoreksi perkataan Gheisya. “Iya, tapi pura-pura,” seloroh Gheisya, memperjelas kenyataan yang ada. Devan mengangkat pandangannya untuk menatap Gheisya. “Mau pacaran beneran?” tanyanya dengan suara yang lumayan terdengar serak.

Gheisya dibuat tidak bisa menjawab. Entah karena apa, tiba-tiba rasa panas menjalar di kedua pipinya. Dia benar-benar merasa canggung saat ini. “Cobain Kak?” ujar Gheisya mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.

Devan menatap ke arah sepiring nasi goreng di hadapan mereka, tidak mungkin jika dia harus join dengan Gheisya. “Cobain Kak.” Dengan inisiatifnya sendiri, Gheisya menyendok nasi goreng lalu mengarahkannya pada Devan. “Cobain.” Gheisya tersenyum tulus. “Ini nasi goreng favorit aku lho kak, cobain.”

Devan menghela nafas gusar. Dia paling tidak suka mendengar suara orang yang terus mendesaknya. “Satu sendok,” ucapnya. Dengan wajah yang sangat terpaksa, Devan mulai membuka mulut lalu Gheisya meyuapkan nasi goreng itu pada Devan.

Dua suapan kemudian, tersadar kalau apa yang di katakan Gheisya memang benar nasi goreng itu terasa enak meskipun terlihat sederhana. Jujur saja Devan merasa senang karena Gheisya menyuapinya tanpa dia minta, perhatian kecil yang gadis itu berikan padanya membuatnya nyaman.

“Gimana? Enak, kan?” tanya Gheisya antusias. Dia memandang Devan dengan mata berbinar-binar.
“Biasa aja.” jawabnya singkat. Gheisya langsung merengut. Dia menarik piring nasi goreng itu ke hadapannya, “Kalau nggak suka, aku habiskan!” ucap Gheisya lalu memakan nasi goreng itu dengan lahap, tanpa dia sadari sejak tadi Devan memerhatikannya, Devan pun tersenyum saat melihat Gheisya. Tiba-tiba Gheisya tersedak lalu Devan segera memberikan segelas air. “Makannya pelan-pelan aja,”
“Iya Kak, hehe...”

🥀🥀🥀

Thank You..
🐾✍️🏻

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang