Part 25 Epilog

6 2 0
                                    

Epilog

  Hai Gheisya.. gimana kabar kamu? Kamu udah dapat surat ini kan, dari Gara? Oh ya, sama bunganya juga. Aku tahu kamu suka bunga mawar merah, kan? Kamu tahu nggak filosofis bunga mawar merah?
 
Filosofis mawar merah itu : Kesetiaan dan Kepatuhan. Mawar merah juga dapat mewakili kesetiaan dan komitmen yang kuat dalam hubungan. Mereka mengajarkan kita untuk tetap setia dan terikat dalam cinta dan persahabatan.
 
Ghei, makasih ya udah membuat hari-hariku yang melelahkan menjadi hari yang menyenangkan. Terima kasih karena selalu menyebarkan energi positif buat aku, terima kasih atas semua kenangan indah yang kita bagikan bersama. Tolong tetap saling mengabari ya hehe...

  Ghei, kita emang baru kenal belum ada setahun lagi, tapi buat suka kamu itu nggak butuh waktu lama. Dari pertama kita ketemu, kamu udah mencuri perhatian aku loh.. wkwk.. Pertemuan kita mungkin hanya untuk membongkar masa lalu orang tua kita, kita dipertemukan oleh takdir dan dipisahkan oleh takdir juga, ya?

  Aku pikir, aku bakalan susah jatuh cinta sama siapa pun. Tapi, pas ketemu kamu rasanya aneh, jantung aku berdebar lebih cepat dari biasanya. Aku harap, kamu lebih semangat menjalani kehidupan setelah apa yang terjadi kemarin ya.

Pas aku baru sadar dari koma, kamu orang pertama yang aku cari. Sejujurnya aku masih nggak ikhlas lepasin kamu, aku harus pergi ninggalin kamu demi kebaikan orang tua kita.
 
Tapi ternyata aku udah di pindahin ke Jakarta, waktu itu aku bener-bener nggak nyangka kita berpisah dengan cara kayak gini. Kamu tahu nggak ditinggalin tanpa pamit itu rasanya lebih sakit dari patah hati... Tapi posisinya aku yang ninggalin kamu. Maaf. Dan satu lagi, cinta itu nggak harus memiliki, kan?

                          Devano Jianrenji

Gheisya masih saja menangis meski sudah puluhan kali dia membaca surat dalam genggamannya itu. Tiga minggu sudah berlalu, ada banyak hari yang terlalui. Devan benar-benar pergi, melupakan seseorang yang belum sempat dimiliki memang benar-benar menyakitkan.

Nyatanya, berharap pada manusia memang akan sia-sia. Janji bisa diingkari dan pada akhirnya hanya tersisa kenangan manis yang dulu pernah ada. Gheisya mengusap pipinya yang basah dengan kasar. Dia melipat surat itu dan memasukkannya ke sebuah kotak. Entah butuh berapa lama untuk melupakan cinta pertamanya itu.

“Ghei!”

Panggil Iqbal, yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu kamarnya dengan kedua tangan yang dilipat di dada, yang berhasil membuat Gheisya menoleh dengan mengusap bekas air mata di kedua pipinya.

“Ngapain, nangis?” tanya Iqbal tanpa melihat ke arah Gheisya. Gheisya tidak menjawabnya, dia hanya menatap sinis ke arah sepupunya itu. Dia menahan sesak yang masih menyeruak dalam dadanya. Kemudian, Iqbal mengambil sebuah bungkus di atas meja dengan berjalan masuk kamar menghampiri Gheisya, lalu merangkul pundak adik sepupunya itu dengan erat.

“Nih, martabak telor kesukaan kamu, kan? Jangan nangis mulu, udah gede,” ucapnya, lalu menoyor pelan pundak Gheisya.  “Hi.. Mas Iqbal apaan sih! Siapa yang nangis” Gheisya memberengut dengan mencebikkan bibirnya, kemudian tersenyum lebar.

“MAKASIH MARTABAKNYA...” ucap Gheisya lalu merampas bungkus berisi martabak di tangan Iqbal dengan berlari keluar kamar. Iqbal hanya diam dengan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku adiknya itu. Baguslah, setidaknya, Gheisya sudah melupakan rasa sedihnya sejenak. Meskipun dia pasti akan sedih kembali jika teringat mengenai Devan.

🥀🥀🥀

Devan menghentikan langkahnya. Dia baru saja menyelesaikan jogging sorenya di taman ibu kota. Kepalanya sudah tak terasa sakit setelah beberapa minggu pasca operasi. Setelah menemukan bangku kosong, Devan memutuskan untuk duduk dan beristirahat di sana.

Dia membuka tumbler yang dia bawa dan menandaskan isinya. Tak jauh dari tempatnya berada ada sepasang kekasih yang bercengkerama, sepertinya mereka juga baru selesai jogging. Devan tersenyum. Dia jadi teringat kenangannya bersama Gheisya.

Perpisahannya dengan Gheisya memang meninggalkan luka yang begitu dalam. Namun, kehadiran Gheisya yang sesaat dalam kehidupannya, telah menyembuhkan banyak luka dalam diri Devan dan keluarganya.

Aku harap suatu saat nanti kita bisa ketemu lagi, Ghei. Kalau itu terjadi, aku nggak akan melepaskan kamu gitu aja. Di mana pun kamu berada, aku selalu do'a in kamu, semoga kamu selalu bahagia.

🥀🥀🥀
 
End

Thanks yang udah baca dari awal sampai akhir..
See you..





BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang