Part 22 Stasiun Kereta

6 2 0
                                    

Happy reading...
New update..


Stasiun Kereta

Pagi ini Devan mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah Gheisya. Ia tidak peduli dengan keselamatannya, dia hanya fokus untuk mendapatkan maaf dari orang tua Gheisya atas kesalahan ayahnya yang pasti sulit untuk dimaafkan. Sesampainya di rumah Gheisya, Devan dengan cepat memarkirkan motornya dan berjalan menuju pintu rumah.

Tidak lama setelah ia mengetuk pintu, pintunya pun terbuka, Bayu dan Gheisya muncul di hadapannya. Bayu masih terlihat marah seperti kemarin. Sementara, Gheisya menatap kosong ke arahnya dengan mata yang sembab, sepertinya dia telah menangis semalaman karena kejadian kemarin.

“Mau ngapain ke sini?” tanya Bayu dengan nada bicaranya yang dingin. “Om, saya tahu semuanya. Saya tahu papa saya salah dan kesalahannya sulit di maafkan. Tapi, saya benar-benar tidak tahu apa-apa,” ucap Devan menyembunyikan getar dalam suaranya. Bayu mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Saya tidak peduli kamu tahu atau tidak mengenai masalah ini. Tapi, dengan kehadiran kamu dh kehidupan kami membuat trauma istri saya kembali lagi!!”

Mata Devan memerah menahan tangis. “Saya minta maaf, Om..” “Kamu pikir mudah  memaafkan kesalahan papamu yang fatal itu?!”

“GHEISYA MASUK!”

Gheisya terkejut mendengar bentakan ayahnya yang memekakkan telinganya. Barukali ini ayahnya itu membentaknya, ia pun segera pergi dari sana tanpa sepatah kata pun yang terucap dari bibirnya. Bahkan, ia tidak mampu  menatap wajah Devan padahal laki-laki itu menatap penuh harap kepadanya. “Kamu pergi sekarang, jangan membuat ini menjadi  semakin keruh.” ujar Bayu. Nada bicaranya merendah, menahan kesedihan yang begitu mendalam.

“Om..” ucap Devan pelan. Tanpa memedulikannya lagi, Bayu segera menutup pintu depan keras. Devan hanya mampu terdiam, menatap pintu yang tertutup. Bayu pasti tidak akan sudi menemuinya lagi. Akhirnya, Devan berjalan menuju motornya dengan langkah yang lunglai. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Apa memang ini akhir dari pertemuannya dengan Gheisya?

Devan menghidupkan mesin motornya dan melaju pergi, meninggalkan rumah Gheisya. Gheisya, dari jendela kamarnya yang berada di depan, memandang kepergian Devan dengan penuh kekecewaan. Air matanya keluar tanpa henti, ia tahu laki-laki itu tidak bersalah tapi apakah sulit untuk memaafkannya?

***
Devan turun dari motor dengan langkah yang berat di halaman rumahnya. Saat Devan menuju teras rumah, pandangannya terpaku pada sosok wanita paruh baya yang menunggunya di sana. Sarah berdiri dengan tatapan penuh kekhawatiran, disisi mamanya, ada Chelsea yang memegangi tangan mamanya. Tanpa sepatah kata pun, Devan dan Sarah hanya saling pandang.

Seakan-akan, mamanya tahu apa yang telah ia rasakan saat ini. Dalam sekejap dan tanpa ragu, Devan berlari ke arah Sarah, mendekap erat tubuh mamanya. Sarah pun memeluk tubuh ringkih putranya, tanpa sadar, air mata Devan mulai menetes di bahunya. Air mata yang selama ini ia tahan, bertahun-tahun. Akhirnya pelukan hangat yang mampu menguatkan dirinya menghadapi dunia yang keras telah ia rasakan.

Lama mereka berpelukan, hingga akhirnya Sarah buka suara,“Papa kamu baru aja kasih tahu mama. Kamu ikut mama kembali ke Jakarta besok, kamu lanjutkan kuliah kamu di London.” ucap Sarah tegas.

“Nggak, sebelum aku dapat maaf dari Gheisya dan orangtuanya,” jawab Devan dengan mengerutkan keningnya. “Terserah kamu, tapi Mama sudah buat keputusan kamu harus kuliah di London. Dan Chelsea tetap di sini, sebagai penerus Heroes.” jelas Mamanya tanpa ingin di bantah.

🥀🥀🥀

Gheisya berjalan ke kelasnya sambil menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang pucat dan mata bengkak. Semalaman,  dia tidak berhenti menangis. Apa lagi melihat ibunya yang diam saja dan menjadi sering melamun. Bahkan, ibunya tak merespon apapun saat dia ajak bicara. Sebesar apa sebenarnya trauma ibunya pada ayah Devan? Sampai bisa membuat ibunya sekacau ini?!

Terdengar helaan nafas berat yang keluar dari bibir Gheisya. Kepalanya benar-benar pusing sejak kemarin. Ayahnya sudah menyuruhnya untuk tidak masuk kuliah, tapi Gheisya menolak dengan alasan agar tidak ketinggalan mata kuliah. Saat dia akan masuk lift, seseorang menarik tangannya, Gheisya sontak menoleh ke belakang dan mendapati wajah Devan yang menatapnya dengan sendu.

Gheisya reflek menjauhkan tubuhnya dari laki-laki itu. “Ghei? Kamu percaya sama aku kan?” tanya Devan saat menyadari cewek itu menjauhinya. “Maaf, Ghei? Maaf aku baru tahu soal ini.”
Gheisya mengepalkan tangannya. Menahan diri supaya tidak luluh pada Devan yang terlihat lusuh, rambut acak-acakan tak serapi biasanya.

“Maaf Kak, aku nggak bisa jawab sekarang. Semuanya terjadi tiba-tiba, aku butuh waktu.” ungkapnya. Devan menatap Gheisya dengan pilu, dia terpaku dengan dada yang terasa sesak. Harapannya telah pupus, Gheisya juga tak mempercayainya. Dia lalu membiarkan Gheisya pergi dari hadapannya, tak terpikir olehnya untuk menghentikannya lagi. Karena tak mungkin juga dia akan membelanya saat ini.
***
Devan duduk sendirian di taman kampus, untuk menenangkan pikirannya. Tatapannya kosong. Dia merasa terjebak dalam situasi yang sangat sulit,  dia tidak tahu harus berbuat apalagi untuk memperbaiki hubungannya dengan Gheisya. Saat Devan memejamkan mata, dia tidak sadar dengan kehadiran Gara yang menghampirinya.

Dari kejauhan tadi,  dia melihat Devan yang tampak murung dengan tatapan kosong, lebih tepatnya melamun. Untuk itulah,  dia menghampiri laki-laki itu, sepertinya dia membutuhkan teman untuk bercerita. “Van, ” panggil Gara membuat Devan terkejut dan langsung membuka matanya, lalu mendapati Gara yang berdiri di depannya dengan senyum simpul di wajahnya.

“Masih kepikiran Gheisya?” tanya Gara, lalu ikut duduk di samping Devan. “Gue liat lo ngelamun dari tadi.”
Devan menatap Gara, mata mereka saling bertatapan dalam keheningan sejenak. Lalu, dengan suara pelan dan serak, Devan menjawab, “Gimana nggak kepikiran, dia nggak percaya sama gue.”
Gara mengangguk-anggukkan kepalanya, paham dengan situasi sulit yang sepupunya alami saat ini. Tapi, tak seharusnya dia ikut campur dalam masalah keluarga sepupunya itu.

“Apa pun masalahnya, gue yakin lo bisa melewati ini semua. Cinta itu harus di perjuangkan,” ucapnya sambil menepuk singkat pundak Devan. “Setiap gembok memiliki kunci, dan setiap masalah memiliki solusi.” imbuhnya lagi.
Devan membalasnya dengan senyuman tipis. Dia harap, apa yang Gara katakan akan benar-benar terjadi.

🥀🥀🥀

Di sebuah toko kue dekat dengan Stasiun, Devan keluar dengan membawa kotak berisi roti kesukaan Gheisya. Sore ini dia akan pergi ke rumah Gheisya lagi. Meskipun dia tidak tahu apakah orang tua Gheisya akan menerima permintaan maafnya atau tidak, setidaknya Devan sudah berusaha.

Saat Devan melangkah menuju motornya berada, pandangannya tertuju kepada seorang gadis yang tak jauh dari tempatnya berada. Gadis itu duduk di dekat rel kereta dengan posisi membelakangi dirinya. Apa yang gadis itu lakukan sebenarnya? Itu bisa membahayakan dirinya bukan?

Gadis yang tampak tidak asing baginya itu, tampak sedang melamun. Dia mencoba untuk memanggilnya tapi tak ada respon, sepertinya dia tidak mendengarkan teriakannya. Devan merasa ada yang tidak beres, dan kekhawatiran langsung melintas dalam pikirannya.

Saat itulah, sebuah kereta dengan kecepatan tinggi hendak melintas di dekat gadis itu. Devan membulatkan matanya saat melihat ke arah kereta yang akan melintas. Tanpa berpikir panjang, Devan berlari secepat yang dia bisa menuju gadis itu. Dia mencoba menyelamatkan gadis itu sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

Wajahnya di penuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran yang kuat. “Gheisya?!” ucap Devan saat menyadari gadis itu adalah Gheisya. Devan merasakan detak jantungnya semakin cepat saat kereta itu semakin dekat dan cewek itu tidak sadar kalau ada kereta yang akan melintas.

Namun, dengan cekatan, Devan berhasil menggapai cewek itu lalu mendorongnya sampai menepi di pinggiran rel saat kereta melintas. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kereta itu menghantam tubuh Devan dengan begitu kuat. Tubuhnya terpental ke udara sebelum jatuh dengan keras di atas batu kerikil tepi rel.

Suara benturan yang keras menggema di sekitar. Seketika,  keadaan menjadi hening. Devan merasakan rasa sakit yang menusuk tubuhnya. Pandangannya mulai kabur, kepalanya terasa sakit. Ia memegangi kepalanya, dan benar saja tangannya di penuhi bercak darah. Samar-samar, dia bisa melihat cewek yang dia selamatkan menghampirinya dengan air mata bercucuran.
“Kak sadar, kakak harus bertahan..,” panggil Gheisya sebelum Devan kehilangan kesadarannya.

🥀🥀🥀

Thanks...

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang