Happy reading...
New update, maaf kemarin nggak update.
Afternoon
Gara menatap layar laptop yang menyala di hadapannya, setelah dari balap motor tadi dia langsung pulang. Sudah dua jam lamanya dia duduk di kursi belajar, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 malam. Namun, waktu beristirahat sepertinya tidak berlaku untuknya malam ini. Banyak mahasiswa yang menggunakan jasa joki tugas kepadanya dengan deadline yang saling bertubrukan.
Baru saja jari Gara akan memainkan keyboard, sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya. Dia pun segera mengeceknya, karena Gara tahu itu pesan dari kliennya, dan benar saja, ada sebuah pesan dari nomor baru di WA bisnisnya.
085xxx:
Halo mas, open joki tugas, ya?Gara dengan cepat mengetikkan balasan di sana.
Gara:
Iya.
085xxx:
Kalau deadline besok jam 4 sore, bisa nggak mas?
Gara:
Bisa, tugasnya apa? Dari jurusan apa dan semester berapa?085xxx:
Buat neraca keuangan. Manajemen Bisnis semester 1. Saya kirim ya tugasnya.Gara:
Oke.Gara kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Bekerja dengan otak ternyata cukup melelahkan dan menguras pikiran sekaligus tenaga. Awalnya, Gara memang hendak kembali fokus dengan pekerjaannya, tapi dia melihat kembali nomor yang mengirimnya pesan tadi lalu melihat user name dari nomor itu.
🥀🥀🥀
“Baru semester 1 udah joki tugas aja nih?” Jesira—salah satu teman SMA dan teman satu kelasnya saat ini, yang tak berhenti menceramahinya. “Aku kira, Bisnis itu mudah ternyata makin lama makin susah. Bagaimana pun aku harus pertahankan beasiswa aku, makannya aku pakai jasa joki.” jawab Gheisya dengan menangkup kedua pipinya dengan memberengut. “Ghei, Ghei, harusnya nggak boleh gitu.” timpal Jesira. Gheisya menghembuskan nafas kasar, “Kenapa emangnya aku salah?”
“Jangan mentang-mentang kita masih maba jadi bisa bebas seenaknya. Inget sesusah apa kita masuk ke sini! Di luar sana ada banyak orang yang pingin masuk ke Star Light,” Jesira mengomel panjang lebar, sejak dulu temannya yang satu ini memang bawel bukan karena apa-apa, hanya saja agar Gheisya tidak terjerumus ke hal-hal yang memberikan dampak buruk. “Iya tuh, bener kata Jesira,” timpal Chelsea yang tiba-tiba datang dengan tiga mangkok bakso di nampan yang dia bawa.
“Iya, nanti aku bakal serius. Sekarang aku lagi beradaptasi aja di lingkungan baru.” Hanya kalimat itu yang mampu Gheisya lontarkan sebagai jawaban. “Ada notif, tuh, di ponsel kamu,” ucap Chelsea ketika melihat ponsel Gheisya menyala di sebelahnya. Gheisya pun dengan cepat melihatnya.
Mas Joki:
Gheisya, ya?“HAH? Kok tahu? Kan aku nggak sebut nama?” gumam Gheisya.
Gheisya:
Mas Joki kok tahu nama saya? Saya kan nggak sebut nama?Mas Joki:
Username WA. Nanti jam 03.30 sore ya, ketemuan di taman diantar Devan, aku nggak bisa ada job nyanyi soalnya.Gheisya mengerutkan keningnya saat membaca pesan dari mas-mas joki itu. Hingga beberapa saat kemudian, mulutnya refleks menganga lebar lalu mengatakan, “MAS JOKI ITU KAK GARA?!”
Gheisya:
Ini Kak Gara ya? Wahh keren banget Kak, Kakak buka jasa joki tugas!Mas Joki:
Ya, selagi punya kelebihan prestasi, aku manfaatkan.🥀🥀🥀
Di sebuah sore yang sejuk di tengah hiruk pikuk kota Surabaya, seorang lelaki muda berjalan di taman kota dengan kedua bibir melengkung ke atas. Sorot mata tajam miliknya menatap kagum hamparan langit senja yang terbentang megah di hadapannya. Senyum Devan kian melebar seiring dengan angin yang menyapu rambut kecoklatan miliknya, dia juga membawa gitar. Ia akan bernyanyi menggunakan petikan gitar diiringi aroma angin sore kesukaannya.
Gheisya dan Devan bertemu lalu duduk di salah satu kursi di bawah pohon rindang. Keduanya sama-sama canggung, saling melirik dengan senyuman yang sedikit kaku di bibir mereka. “Udah lama sampainya?” tanya Devan dengan suara hangat, mencoba melawan rasa canggung di antara mereka. “Baru aja, kok,” jawab Gheisya dengan wajah sedikit memerah. Jantungnya berdebar dengan ritme tak beraturan.
Devan mengangguk sambil tersenyum lembut. “Kita ngobrol santai aja ya.”
Mereka duduk di sebuah bangku taman, suasana masih terasa canggung. Gheisya merasa sulit untuk menemukan topik pembicaraan yang tepat, sementara Devan berusaha keras untuk membuat percakapan menjadi lebih santai. “Oh, ya, ini titipan Gara,” kata Devan, seraya mengulurkan beberapa lembar kertas. “Makasih ya, Kak, udah diantarkan,” jawab Gheisya dengan tersenyum tipis.“Lihat, senjanya cantik ya,” ucap Devan, mencoba menciptakan suasana yang nyaman sambil menatap langit di atas sana. Gheisya mengikuti arah pandang Devan, sambil berusaha mengatasi ketegangan di dadanya. “Iya, senjanya indah. Eumm, kakak bawa gitar? Kakak bisa main gitar ya?” tanya Gheisya saat menyadari ada gitar di samping Devan. “Bisa, mau lihat aku main gitar?”
“Boleh.” Devan pun mengambil gitarnya dan mulai memetik senar gitar di tangannya. Perlahan-lahan, dimulai dengan petikan gitar itu, kecanggungan mereka mulai memudar.Mereka pun berbagi cerita tentang pengalaman hidup, mimpi-mimpi mereka dengan menatap ke langit berwarna jingga kemerahan yang terbentang megah di hadapan mereka. “Aku baru tahu kalau kita bisa lihat senja dari sini. Ngomong-ngomong kenapa kakak suka senja?” tanya Gheisya asal. “Siapa bilang aku suka senja,” jawab Devan. “Eh, nggak suka ya?”
“Aku udah pernah bilangkan, aku sukanya kamu, bukan senja,” jawab Devan frontal. “Ih, aku serius kak,” Gheisya pun memalingkan wajahnya mencoba mengalihkan pandangannya.“aku suka senja karena indah itu aja. Oh, ya, nanti malam ada shift nggak? Kalau nggak temenin aku meeting ya?” pinta Devan seraya menatap Gheisya. “Nggak kok, kak, tapi aku bantu ngapain aja?” tanya Gheisya.“Cuma nemenin aja kok,”
***
Setelah menghabiskan waktu sore bersama, Devan pun mengantarkan Gheisya pulang dengan motornya. Devan memegang erat setang motor, mencoba mengendalikan kegugupannya. Sedangkan Gheisya merasa berdebar-debar karena dekatnya jarak antara mereka. Devan melirik Gheisya sekilas melalui kaca spionnya, mencari kebenaran untuk mengungkapkan apa yang di benaknya sekarang. “Ghei,” panggilnya dengan suara yang sedikit bergetar. “Kamu udah punya cowok?”“Hah?! Nggak dengar, kakak ngomong apa?” tanya Gheisya dengan nada sedikit meninggi. Karena jalanan memang benar-benar ramai, walau hari menjelang petang, jalan raya tak kunjung sepi. “Nggak. Nggak jadi.”
“Apa kak, apanya yang nggak jadi?” tanya Gheisya. Devan tersenyum di balik kaca helmnya, saat melihat Gheisya kebingungan karena dia tak nyambung saat dia ajak bicara. “Ghei, Ghei, gimana sih, cara masuk ke hati lo? Susah banget.” Batin Devan.Mereka pun terus melaju di jalan raya. Angin sore menyapu lembut kulit mereka. Setiap kali mata mereka bertemu melalui kaca spion, ada kehangatan yang tak terucapkan dalam tatapan mereka. Tak terasa perjalanan mereka pun usai. Sesampainya di depan rumah Gheisya, Devan menghentikan motor dan mematikan mesinnya. Setelah itu, Gheisya segera turun dari motornya. “Makasih ya kak, udah diantar sampai rumah.” tutur Gheisya lembut dengan seulas senyum tipis di bibirnya.
“Iya, sampai ketemu nanti malam.” balas Devan. “Aku pulang ya,” pamitnya pada perempuan itu. Gheisya mengangguk sebagai jawaban. Tanpa menunggu Devan pergi, ia segera membalikkan tubuhnya, kemudian melangkah menuju halaman rumah. Devan masih menunggu sejenak memastikan Gheisya masuk ke rumahnya sebelum melanjutkan perjalanan pulang.
🥀🥀🥀
Thank You..

KAMU SEDANG MEMBACA
BEATARISA
Подростковая литератураKisah seorang mahasiswi bernama Gheisya yang berasal dari keluarga sederhana. Yang masuk ke Universitas ternama menggunakan beasiswa yang ia miliki, lalu ia bertemu dengan HEROES, gang yang terkenal di Universitas barunya. Hingga suatu saat ketua g...