Part 20 Resmi Jadian

7 4 0
                                    

                 

               Resmi Jadian

Tok, tok, tok.

Chezza mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
“Za, kamu udah bangun?” tanya Novi—Ibu Chezza mengetuk pintu kamar. “Udah buk,” sahut Chezza. Saat bangun pagi ini, dia merasa tidak enak badan, kepalanya agak pusing. “Ayo keluar, sarapan sudah siap. Sebentar lagi kamu berangkat kuliah, kan?” tanya ibunya. “Iya buk, sebentar, Chezza  siap-siap dulu.” teriaknya.

Chezza segera mengubah posisinya menjadi duduk setelah ibunya pergi dari depan kamarnya. Chezza memijat pelan keningnya yang terasa berdenyut, kemudian, Chezza segera menyibak selimutnya dan bergegas mandi. Saat Chezza keluar untuk sarapan, Ayah dan Kakaknya sedang menyantap makanan yang sudah disiapkan Ibunya. Chezza pun bergabung bersama mereka.

“Za, wajah kamu pucet, sakit?” ucap ibunya. Ada sedikit nada panik dalam suaranya melihat anak tersayangnya itu. “Iya buk, Chezza agak pusing,” ujar Chezza. “Pasti gara-gara anemia kamu kambuh. Ro, kamu tolong ambilkan obat buat adek kamu,” suruh Arman—Ayah Vero, sekaligus Ayah tiri Chezza. Vero pun bangkit dari kursinya. “Kamu beneran mau berangkat kuliah?” tanya ibunya sembari menyentuh dahi putrinya.

“Iya, aku nggak apa-apa kok. Hehe..” Chezza mencoba menenangkan ibunya. Sebenarnya dia benar-benar pusing, bahkan makanan yang dia kunya terasa pahit di lidahnya. “Makan dulu, baru minum obatnya, ya.” Vero kembali, lalu menyodorkan obat penambah darah. Chezza segera memakan makanannya dengan perlahan, lalu meminum obat yang diberikan kakaknya. “Kamu mau bareng sama Ayah atau Mas kamu?” tanya Ayahnya. Chezza menggelengkan kepalanya.

“Chezza udah janjian sama teman, Yah. Dia udah nunggu di depan katanya,” jawab Chezza. Dia membereskan meja makan, berpamitan kepada orangtuanya. Chezza keluar dan melihat mobil Rafael sudah ada di depan rumah. “Hai, Kak,” sapa Chezza seraya memasuki mobil. “Halo,” jawab Rafael tersenyum. Dia memperhatikan Chezza yang sedang memasang seatbelt. “Za, kamu sakit?” tanya Rafael. Chezza menganggukkan kepalanya. Rafael memegang kening Chezza.

“Udah minum obat?” tanya Rafael, dia segera menjalankan mobilnya. “Udah kok, Kak,” jawab Chezza. “Kakak kamu ada di rumah? Dia tahu aku jemput kamu?” tanya Rafael sekali lagi. Chezza tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tiga puluh menit kemudian, Rafael sudah sampai di parkiran utama, Star Light. “Mau keluar sekarang?” tanya Rafael. Chezza mengangguk.

“Aku antar sampai ke kelas, ya?” tawar Rafael. “Nggak usah Kak, aku bisa sendiri,” tolak Chezza. “Kalau ada apa-apa telepon aku, ya!” Chezza tersenyum dan mengiyakan ucapan Rafael. “Makasih ya, Kak,” Lalu, dia segera turun dari mobil Rafael dengan melambaikan tangannya.

🥀🥀🥀

Gheisya dan Chezza sedang duduk di bangku kantin fakultasnya saat jam makan siang saat ini. “Kok, kamu pucet banget, sih? Sakit?” tanya Gheisya. Chezza mengangguk. “Udah minum obat?” tanya Gheisya memastikan. Chezza kembali mengangguk. “Udah, nggak usah hawatir. Nanti juga sembuh sendiri.” Chezza berusaha tersenyum ceria dengan bibirnya yang sangat terlihat pucat.

“Jadi, gimana perkembangan hubungan kamu sama Kak Rafael?” tanya Gheisya. Dia masih ingat bagaimana Chezza menceritakan pengakuan Rafael mengenai perasaannya. “Biasa aja. Kayak biasanya,” ujar Chezza. “Kok gitu, sih? Tapi kamu suka, kan, sama dia?” tanya Gheisya. Chezza menghentikan langkahnya, lalu menatap Gheisya. Tidak lama kemudian, Chezza menganggukkan kepalanya pelan.

“Dan kamu nggak jujur soal perasaan kamu ke Kak Rafael,” tebak Gheisya. Chezza lagi-lagi menganggukkan kepalanya. “Kenapa?”
“Sebenarnya, Mas Vero nyuruh aku menjauh dari Kak Rafael. Aku nggak boleh suka sama dia, tapi aku nggak tahu kenapa?” raut wajah Chezza menjadi sangat murung. Gheisya menatap Chezza. “Tapi, kalau kamu emang suka sama dia, kamu harus ungkapin perasaan kamu. Jangan bohongi diri kamu sendiri.” Jelas Gheisya.

“Emang beneran nggak apa-apa?” gumam Chezza. Gheisya memegang kedua pundak Chezza. “Kalau Kak Rafael emang serius suka sama kamu, ya, kamu terima aja perasaannya. Lagi pula Mas Vero nggak akan tahu hubungan kalian kan,” tutur Gheisya, berharap pikiran sahabatnya terbuka. “Makasih ya, Ghei,” ucap Chezza sungguh-sungguh. “Ya udah kalau begitu, aku duluan ya ada urusan sama dosen pembimbing soalnya.” Ucap Gheisya lalu beranjak dari tempatnya.

Setelah berbincang dengan Gheisya barusan, dia benar-benar kepikiran dengan perkataan Gheisya. “Hai, kok sendirian?” Rafael tiba-tiba muncul dan duduk di samping Chezza. “Kak Rafael, aku kira siapa,” ujar Chezza kaget. Rafael tersenyum, lalu menyentuh kening cewek di sampingnya. “Gimana, udah sembuh?” tanya Rafael. “Udah mendingan, kok,” jawab Chezza dengan tersenyum tipis.

“Za, ada yang lagi kamu pikirin?” tanya Rafael, menyadari keresahan di wajah Chezza. “Kak,” panggil Chezza ragu.
“Hmm?”
“Aku mau jujur tentang sesuatu.” Chezza dengan susah payah menahan agar dirinya tidak gugup. “Jujur soal apa?” tanya Rafael. “Kakak masih suka, sama aku?” tanya Chezza memberikan diri. Rafael diam, dia menatap Chezza dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian, sebuah senyuman terukir di bibirnya.

“Perasaan aku ke kamu nggak berubah, Za, sampai detik ini.” Rafael menatap dalam mata Chezza dengan tulus. Chezza membeku menerima tatapan itu. “Kenapa nanya itu, hmm?” tanya Rafael. Alis Chezza saling bertautan, wajahnya tampak gelisah. “Sebenarnya, aku juga suka sama Kakak...”
Rafael diam menatap cewek yang tampak malu dengan kepala tertunduk. “Bisa kamu ulang ucapan kamu barusan?” tanya Rafael memastikan.

“Aku suka sama Kak Rafael.” Chezza tak sanggup menatap Rafael lebih lama. Dia menundukkan kepala dan menatap ujung sepatunya. Kernyit di dahi Rafael menghilang, di gantikan dengan senyuman yang terbit di bibirnya. “Jadi, udah suka aku dari kapan?”  tanya Rafael menatap Chezza seraya menopang dagunya. “Mungkin, sebelum Kakak ngungkapin perasaan ke aku,” jawab Chezza. Senyum Rafael bertambah lebar.

“Jadi, sekarang mau jadi pacar aku?” tanya Rafael. Chezza bisa merasakan pipinya memanas, bahkan rasanya lebih panas dari demamnya tadi. Semua itu karena tatapan Rafael. “I-iya,” ujar Chezza gugup. “Apa? Nggak dengar, yang keras!” tanya Rafael lagi. “Iya Kak, aku mau jadi pacar Kakak!”

🥀🥀🥀

Chezza bergulung-gulung di kasur kamarnya sambil memeluk guling. Senyuman lebar tidak pernah lepas dari bibirnya. “Aku sudah resmi jadian sama Kak Rafael,” gumamnya sambil menatap langit-langit kamarnya. “Ini beneran, kan?” tanya Chezza bermonolog dengan dirinya sendiri. Saking bahagianya dia sampai mengabaikan badannya yang masih demam.

Tingg..

Notifikasi di ponselnya berbunyi. Dengan cepat, Chezza langsung mengecek ponselnya dan mendapati pesan dari Rafael.

Rafael:
Sayang, kamu istirahat ya, badan kamu masih panas tadi!

Chezza membulatkan matanya. “Dia bilang ‘sayang’ ke aku,” ujar Chezza menahan agar dirinya tidak berteriak karena salting. “Tenang Chezza, dia cuma manggil ‘sayang’, bukan ngajak ke KUA.” Chezza menarik nafas panjang dan  segera membalas pesan Rafael.

                                                                  Chezza:
Iya, ini lagi istirahat, kok.

Chezza menatap ponselnya. Saat ini, dia merasa sangat bahagia. Entah apa yang akan dia hadapi kedepannya nanti, dia hanya ingin menikmati kebahagiaannya saat ini.

🥀🥀🥀

BEATARISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang