10

307 68 2
                                    

Florin sudah akan merepet tapi dia melihat Tristan sedang tertegun, jadi dia tidak dapat menemukan suaranya sendiri. Dia malah mendekat dan mencari tahu apa yang membuat pria itu begitu tertegun. Saat Florin sudah berdiri di sisi Tristan, dia menemukan apa yang dilihat pria itu.

Mata Florin melotot. Dia menarik Tristan menjauh dari ranjang dan membentengi pandangan pria itu dengan tubuhnya. Jelas tidak berhasil, dengan tingginya yang berbeda jauh, Florin sedang melakukan hal yang sia-sia.

"Apa yang kau lihat? Bukankah tidak sopan melihat darah orang lain?"

Tristan menatapnya. "Kau perawan?"

"Kau bahkan tidak sadar. Sibuk menandaiku?"

Tristan mengerut.

Lalu Florin menunjukkan lehernya yang dipenuhi dengan tanda. "Lihat? Bukankah kau yang melakukannya? Kali ini jelas bukan aku pelakunya, melainkan kau. Karena tidak mungkin aku menyedot leherku sendiri."

Tristan memiringkan kepalanya. Dia menatap bekas-bekas yang dia tinggalkan. Tidak dapat menahan senyumannya, Tristan memamerkannya. "Bukankah bagus?"

"Kau!" Florin mengangkat telunjuknya. "Apa tadi malam kau berubah menjadi serigala? Coba menandai areamu?"

"Kau bisa mengatakannya demikian."

Florin mendengus. "Kau bajingan menyebalkan." Florin mengibaskan rambutnya dan segera bergerak pergi dengan kesal. Karena berkonfrontasi dengan Tristan, bukannya membuat pria itu kesal malah dia yang dilahap dengan kesalnya.

Saat dia akan pergi, Tristan masih diam di dekat ranjang, dia masih sibuk menatap ranjang itu. Dengan kesal Florin akhirnya mengambil handuk di kamar mandi, mengenakannya. Kemudian dia melemparkan selimut putih ke bekas darah yang ada di atas ranjang.

"Tan mesum!" ejeknya dan segera melarikan diri ke kamar mandi lalu menguncinya.

Tristan yang mendengarnya terdiam sesaat. Beberapa detik berlalu dan dia terkekeh dengan geli. Bahkan Tristan masih membawa kebahagiaan di wajahnya itu saat dia keluar dari kamarnya. Turun anak tangga dia menemukan Colby yang sedang menunggunya.

Colby yang melihat wajah bosnya yang tidak lagi suram jelas terpana. Tristan selalu memiliki wajah suram. Bahkan saat tersenyum atau tertawa, itu hanya menjadi senyuman licik atau tawa jahat begitu musuhnya tumbang dalam perangkapnya.

"Apa yang kau lihat?" tanya Tristan pada Colby yang segera berdeham.

"Tidak, Tuan Muda. Anda hanya terlihat lebih bersemangat pagi ini."

"Benarkah?"

Colby mengangguk pelan. "Oh, soal pakaian yang anda minta, saya sudah membelinya. Mungkin tidak akan sesuai dengan ukurannya, anda tidak menyebutkan ukuran soalnya jadi saya mengambil apa pun yang cocok dan agak besar."

Tristan tidak sempat bertanya soal ukuran. Dia juga tidak berniat bertanya, karena itu akan membuat Florin tahu dia membelikannya baju. Jika dia tahu maka tidak perlu bagi mereka untuk pergi ke pusat pebelanjaan.

Tadinya Tristan mau melepaskan gadis itu begitu dia bangun. Jika dia mengatakan akan pulang maka Tristan akan mengantarnya. Jika dia mengatakan ada yang memintanya menyelinap, dia akan memaafkannya.

Tapi siapa sangka, lebih lama berinteraksi dengan Florin malah membuat dia tidak rela melepaskannya. Bahkan Tristan berniat menahannya lebih lama, sampai dia benar-benar rela dan bertemu dengannya di lain hari. Mungkin dia akan segera bosan jika mereka bersama sepanjang hari ini.

Apalagi melihat rekaman kamera pengawas yang dia perbaiki, itu menunjukkan seperti perilaku gadis mabuk yang memang salah masuk rumah. Apalagi dengan darah perawan yang dia temukan di atas ranjangnya.

"Selidiki sekali lagi di pihak pamanku. Mungkinkah dia menyewa seseorang untuk mengacaukan pikiranku. Karena aku butuh benar-benar yakin, apa gadis itu ancaman bagiku atau malah sesuatu yang lain."

Tristan merasa terancam. Tapi jelas dengan ancaman yang berbeda.

"Mengerti, Tuan Muda."

"Tan!" seru Florin di dekat tangga. "Kau menemukan pakaian untuk kukenakan? Jika sudah, berikan padaku. Aku sudah selesai mandi."

Tristan mengulurkan tangan dan Colby memberikan tas belanjaan itu. Tristan kemudian naik lagi ke anak tangga melingkar tersebut. Dia tidak menemukan gadis itu di dekat anak tangga. Dia berjalan ke arah kamarnya dan segera masuk. Tidak menemukan di kamar, Tristan cukup merasa aneh. Tapi beberapa saat kemudian pintu kamar mandi terbuka dengan sangat pelan. Seseorang mengintip dibaliknya.

"Kenapa lama sekali?" keluh gadis itu.

Tristan mendekatinya. "Bukankah kau seorang gadis? Kenapa kau mandi hanya sebentar?"

"Lalu kau mau aku mandi lagi?" pertanyaan itu jelas sebuah sarkas. Florin berada di tempat asing, mana mungkin dia mau berlama-lama mandi. Apalagi dengan kekhawatiran yang melandanya. Itu membuat dia mandi dengan terburu-buru. Masa bodoh besih atau tidak. Selama tidak meninggalkan rasa lengket di kulit, itu sudah cukup.

"Kalau kau mau. Bahkan aku bisa menemanimu," goda Tristan.

"Diam kau, Tan Mesum!" Florin mengulurkan tangannya.

"Sepertinya panggilan itu menarik. Aku menyukainya."

Wajah Florin berkerut aneh. Dia tidak tahu kalau Tristan adalah pria aneh. Oh, tentu saja. Dia memang aneh. Dia bahkan meniduri gadis yang tidak dikenalinya. Mana mungkin bisa disebut normal? Bahkan panggilan buruk seperti itu sudah membuatnya suka. Florin hanya menggelengkan kepalanya. Tangannya bergerak menginginkan tas cokelat yang dibawa pria itu.

Tristan memberikannya. "Tidak ada dalaman. Kau harus puas dengan itu. Ayo beli dalamannya bersama. Aku akan menemanimu."

"Kau memang sungguh mesum. Mana mungkin aku beli dalaman dengan pria."

"Lalu kau mau mengenakan pakaian tipis itu? Maka tidak masalah. Toh aku tahu bagaimana bentuk di dalamnya, membayangkannya akan mudah."

Florin mengambil baju di dalamnya dan melemparkan tasnya ke aras Tristan. "Bajingan mesum." Dia kemudian menutup pintu dengan kasar. Jelas disengaja.

Tristan menatap pintu tertutup itu dengan senyuman. Oh, dia benar-benar keluar dari dirinya sendiri. Mengapa bisa Florin membawa warna ke dalam hidupnya?

***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang