8

374 70 1
                                    

Pria itu mendesah setelah diam beberapa saat. Seolah sengaja membuat Florin tersiksa dengan diamnya. Kemudian pria itu mengangguk. "Baiklah, jika itu bisa membuatmu tenang. Aku memang melakukannya."

"Kau melakukannya?"

Pria itu mengangguk khidmat.

Florin menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tadinya pria itu berpikir kalau Florin akan mengamuk, tapi ketenangan itu cukup menakutkan. Sampai pria itu mengjenguk wajah Florin dan membuat wajahnya lebih dekat.

Saat pria itu lengah, Florin mengambil bantal dan memukul ke arah pria itu yang segera duduk dengan tegak kembali. Florin mengejarnya dengan bantal itu mendekatinya dan membuat tubuhnya malah berada di pangkuan pria itu saat gadis itu tidak sengaja membawa lututnya hampir jatuh dari atas ranjang.

Kecerobohannya membuat pria itu menangkapnya. Menariknya lalu membawanya ke atas pangkuan pria itu. Florin mendesah karena dia tidak harus mempertemukan wajahnya dengan lantai yang tampak begitu mengkilat itu, meski mengkilat, tetap saja lantai itu akan mendatangkan sakit ke wajahnya jika dia memukul lantai itu dengan wajahnya.

Tapi saat dia baru saja menghela napas lega, Florin dengan kepandaiannya dalam berperilaku ceroboh dan tentu saja suka melupakan sesuatu yang penting baru sadar kalau dia sudah keluar dari selimut. Dia memandang selimut yang tergulung itu dengan wajah yang memerah.

Pandangannya kemudian menatap ke pria yang juga menatap ke mana mata Florin mengarah. Wajah mereka menjadi dekat, dan Florin merasakan kalau pria itulah yang membuat dia keluar dari selimut. Pria itu yang menariknya keluar hanya karena tidak mau Florin jatuh. Apakah memang hanya itu atau pria itu mencari kesempatan dalam kesempitan?

Florin menarik seluruh napasnya dan berteriak sekencang yang dia bisa. Meneriaki pria itu sebagai pria keparat dan bajingan yang tidak tahu diri.

"Lepaskan aku, Keparat. Lepaskan aku, Bajingan. Kau bajingan mesum gila. Lepaskan aku." Florin terus coba melepaskan diri. Dia mendorong dada pria itu yang membuat mereka berjarak. Tapi dorongan demi dorongan yang dia lakukan, tidak juga membuat pria itu mau melepaskannya. Tangan pria itu bertahan di punggung telanjangnya.

Dan yang baru disadari Florin, dengan mendorong pria itu, malah membuat jarak di antara mereka terbentang dan itu memberikan celah bagi pria itu menatap langsung ke tubuh telanjangnya apalagi pria itu tampak begitu tertarik melihat bagaimana dada ranumnya, yang rupanya memiliki bekas keunguan bergerak dengan menggoda.

Florin yang menyadarinya segera mendorong dirinya mendekat dan malah memeluk pria itu. Karena tidak dibiarkan pergi, dia jelas tidak mau membuat dirinya sendiri terus terekspos. Tapi juga tidak mau menderita kerugian, dia memeluk sambil terus memukul punggung pria itu dengan kesal.

"Kau bisa memukul sepuasnya, setelahnya ada yang mau aku tunjukkan padamu," ucap pria itu diam saja saat punggungnya sepertinya memerah karena pukulan-pukulan yang jelas tidak main-main tersebut.

Pandangan pria itu malah sibuk ke arah tabletnya.

"Aku tidak mau melihat apa pun yang kau tunjukkan," tolak Florin.

"Bagus. Kalau tidak mau tetaplah seperti ini."

"Berikan pakaianku."

"Aku membuangnya."

"Apa?"

"Kau merobeknya sampai ke pangkal pahamu. Celana dalammu bahkan bisa dilihat dengan mudah. Kau mau tetap memakainya?"

Florin berdeham dengan pipi memerah. Tidak ingin mendengarnya tapi sudah mendengarnya. "Jangan katakan lagi."

Pria itu mengangguk pelan.

"Kapan kau akan melepaskan aku? Jangan berani memikirkan menyentuhku lagi, kau hanya bajingan pemerkosa yang memanfaatkan kepolosan gadis muda sepertiku. Aku tidak akan memaafkanmu."

Pria itu mendengus geli. "Gadis polos? Kau?"

Pukulan kembali mendarat di tubuh pria itu. Hantaman kasar yang membuat suara gedebug cukup keras. "Memangnya bukan?" Florin rasa dia cocok disebut gadis polos. Mengingat dia menyerahkan keperawanannya pada pria gila pemerkosa. Bukankah dia memang patut disebut polos?

"Sudah kukatakan, ada yang harus kau lihat? Sungguh tidak mau?"

Florin mau mengatakan tidak. Tapi suara pria itu yang penuh percaya diri membuatnya tidak dapat menolak. "Apa yang harus aku lihat?" tanya Florin enggan.

"Berbalikkah."

"Aku telanjang."

Pria itu meraih selimut dan membungkus tubuh Florin dengan bagian selimut yang lebih tipis. Membawa gadis itu masih berada dalam dekapannya dan jelas tidak akan melepaskannya karena takut dia akan lari.

Florin dengan terpaksa akhirnya masih ada di pangkuan pria itu. Bedanya sekarang dia membuat kedua kakinya berada di sisi yang sama. Dengan tangan pria itu yang melingkar di pinggang rampingnya. Itu menahan diri tidak bisa ke mana-mana. Lalu pria itu menyerahkan tablet yang sejak tadi menjadi fokusnya.

Dia memberikan benda itu pada Florin, ragu Florin mengambilnya. Layar tablet menunjukkan sesosok gadis yang sedang berjongkok di dekat gerbang yang tampak asing.

Florin mengerut karena mengenal gadis itu sebagai dirinya. Dia kemudian memutar rekaman video itu yang menunjukkan Florin yang sedang berjalan ke arah gerbang dan duduk di sana. Dia melihat bagaimana dia dengan entengnga merobek gaunnya.

Lalu setelahnya dia juga melihat bagaimana dia memanjat gerbang dan tetap memeluk botol tequilanya. Yang lebih membuatnya berdebar adalah saat dia menghampiri kolam renang dan bertemu dengan pria itu. Dia dapat melihat bagaimana dialah yang menempel dan dia dapat melihat bagaimana interaksi itu jelas menjadi satu arah karena pria itu menanggapi dengan seadanya dan dialah yang antusias.

"Kau harusnya berterima karena kamarku tidak memiliki kamera pengawas. Kau akan melihat bagaimana kau membujukku menyentuhmu di kamar ini. Haruskah aku menceritakannya?"

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang