Florin tampaknya menjadi banyak pengecualian. Malam ini Florin merubah hari memmbosankan menjadi menyenangkan lagi. Kota ini tampaknya tidak cukup buruk seperti yang dia dugakan. Mengingat Tristan tadinya ingin langsung meninggalkan kota ini, dia berubah pikiran.
"Kalau aku melakukannya, kau akan marah."
"Maka jangan melakukannya," cegah Tristan menatap bola mata abu yang begitu menyesatkan itu. Gadis ini benar-benar membuat tenggorokan Tristan kering. Seperti dia permata air dan Tristan harusnya mencicipinya. Tapi sang pertama sekarang hanya memberikan dirinya dipandang tanpa disentuh.
"Tapi aku mau melakukannya," gadis itu keras kepala.
"Lalu pikir, mau melakukannya dan mungkin bisa membuat aku marah. Atau tidak melakukannya dan terus penasaran di dalam hatimu. Pilih."
Florin mengejap. Dia menatap Tristan yang masih menunggu dalam sabarnya membungkukan tubuhnya. Dia tersenyum kemudian, sudah memutuskannya. Apalagi dengan pandangan Tristan yang mengusik ketenangan batinnya.
Segera Florin mendekat dan menempelkan bibirnya. Dia menekan bibirnya di atas bibir Tristan yang terkejut. Dia menekan dengan sangat kuat lalu menariknya dengan sama kuatnya. Setelahnya yang dilakukan gadis itu adalah tertawa dengan keras. Seolah akhirnya dia mendapatkan sesuatu yang begitu dia inginkan selama hidupnya ini.
Tristan berdri menutup bibirnya dengan punggung tangan. Wajahnya pias menatap gadis di hadapannya itu dengan tidak percaya sekaligus tidak berdaya. Apalagi bekas di mana bibir gadis itu berada terasa mulai panas. Dan otaknya yang sepertinya tidak berjalan dengan semestinya mulai mengatakan keinginannya. Dia ingin mencobanya lagi.
"Ini ciuman pertamaku. Aku memberikannya padamu," ungkap gadis itu dengan bahagia.
"Itu bahkan tidak bisa disebut ciuman," desah Tristan. Ah, dia sudah gila.
Bibir Florin cemberut. "Mana mungkin tidak disebut ciuman. Bibirku dan bibirmu menempel. Kau merasakannya tadi."
Tristan mendesah. Dia sepertinya akan ikut gila jika terlibat lebih lama dengan gadis di hadapannya.
"Apa kita harus menempelkan lidah juga?" tanya Florin memastikan. "Aku tidak pernah berciuman jadi tidak tahu bagaimana melakukannya. Apa kau mau mengajariku?"
Wajah Tristan yang sudah merah menatap gadis yang memohon di depannya itu, dia malah lebih terbakar lagi. Perasaan tidak terkendali di dalam dirinya membuat dia akhirnya menunduk. Satu tangannya meraih bagiann belakang leher Florin, menekannya. Kemudian tangannya yang satu lagi berada di pinggang gadis itu, menahan agar dia tidak menjauh.
Tristan kemudian menunduk dan sudah akan mencium bibir ranum gadis itu saat dia merasakan bibirnya menyentuh sesuatu yang berair dan licin. Dia menatapnya dan Florin mengeluarkan lidahnya, dia memakai lidah kecil itu untuk menyambut ciuman Tristan. Pria itu menahan kekehannya tapi beberapa saat setelahnya dia benar-benar mencium lidah gadis itu yang bermain dengan menggelikan.
Awalnya Florin masih bisa mempertahankan lidahnya di luar, tapi saat dia merasakan hangat lidah Tristan yang menyentuh lidahnya, Florin tidak lagi bisa bertahan. Lidah mereka saling membelit dengan bibir Tristan yang terus bergerak di atas bibirnya. Keintiman itu segera membakar keduanya saat Tristan tidak lagi melakukannya dengan lembut.
Dia mendorong gadis itu sampai punggung Florin membentur ke lemari. Suaranya keras dan segera Tristan mendengar suara langkah yang mendekat. Seseorang datang untuk mengecek sumber suara. Tristan yang masih begitu antusias pada pertemuan bibir mereka harus segera menarik diri melepaskan gadis yang belajar mengimbanginya itu.
Tristan mendorong Florin menjauh. Dia sendiri segera menjaga jarak dan memakai tubuhnya sebagai tameng gadis itu agar tidak dilihat orang lain.
Di depan pintu sudah berdiri Colby yang segera menatap tuan mudanya dengan heran. "Tuan Muda, saya mendengar ...." suara Colby tertelan di tenggorokannya saat dia melihat Florin yang bibirnya bengkak sedang mengintip dibalik tubuh Tristan.
Florin bahkan melambai pada Colby seolah dia baru saja bertemu dengan teman lama.
Colby berdeham. "Tuan Muda, maaf, saya mengganggu."
"Kalau sudah tahu, pergi!"
Colby mengangguk dan mundur. Saat dia sudah bergerak pergi, Tristan memanggilnya lagi hanya untuk menyuruhnya menutup pintu. Itu membuat Colby melakukannya dengan cepat dan bergegas pergi sebelum dia dibuat menjadi samsak tinju oleh tuan mudanya.
Tapi saat Colby sudah agak menjauh dari tuan mudanya, dia berhenti. Memandang ke arah pintu tertutup itu, Mempertanyakan diri sendiri apakah dia melihat dengan benar? Tuannya baru saja menyentuh seorang gadis. Bahkan menciumnya. Bukankah tuannya selama ini tidak suka dengan perempuan? Lebih seperti alergi. Lalu apa yang terjadi barusan? Apa dia melihatnya dengan benar?
Colby menggeleng. Apa yang terjadi, cepat atau lambat dia akan tahu. Karena Tristan akan selalu menugaskannya pada hal-hal penting dan jelas gadis itu akan menjadi salah satunya.
Tristan menghadap Florin lagi dan menatap gadis itu yang memiliki bola mata paling cerah yang pernah dilihatnya. Dia menyentuh anak rambut gadis itu yang menutup wajahnya. Pelan merapikan rambutnya, Tristan mendesah. "Aku harusnya tidak melakukannya pada gadis mabuk. Jangan menggoda lagi. Aku sedang berusaha bersikap lembut sekarang, dengan tidak menyentuh gadis yang tidak sepenuhnya sadar."
"Kau tidak akan menyentuhku?" tanya Florin. Matanya yang tadi berbinar redup. Seolah dia kehilangan cahaya hidupnya.
"Aku akan membawamu ke kamar mandi sekarang. Menunjukkan apa saja yang bisa kau pakai di dalamnya." Tristan bergerak. "Ikut denganku."
Florin hanya menatap punggung itu yang menjauh darinya. Matanya terasa panas seolah ada yang membakarnya. Dia jatuh duduk di lantai, memeluk lututnya sendiri untuk mengasihani diri. Apalagi airmatanya sudah menetes dengan deras. Bibirnya juga bergetar. Gadis itu tampak menyedihkan.
Tristan yang berbalik untuk memastikan gadis itu mengikutinya malah menemukan gadis itu duduk diam.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf langsung di akuSampai jumpa mingdep
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep With Bastard (KAM)
RomanceLima tahun memperjuangkan pria yang begitu dikaguminya, Florin Sampson harus menerima kenyataan bahwa pria itu lebih memilih kakaknya sebagai istri. Dirinya yang hanya anak adopsi tidak memiliki cara untuk protes pada keadaan yang membawa sesak di d...