"Bukankah kau datang untuk bertemu dengan petinggi di kampus?"
"Apa aku mengatakan akan bertemu dengan petinggi di kampus?" Tristan menatap Colby meminta jawaban.
"Anda tidak mengatakannya. Nona Florin yang menyimpulkannya."
"Dengar, aku tidak mengatakannya. Kau sendiri yang berpikir dan membenarkan pikiranmu. Otak cantikmu itu benar-benar harus dikerjakan ulang."
Florin mendengus. "Kau menyuruhku masuk, ingin membawaku ke mana."
"Pamanmu ini akan menunjukkan sesutu padamu."
"Berhenti mengatakannya. Itu terdengar menjijikkan."
"Kau yang mengakuiku sebagai paman dan kau sendiri yang jijik?"
"Aku tidak akan tidur dengan pamanku. Mengerti?" Florin mengatakannya dengan pipi yang langsung memerah. Itu membuat Tristan tersenyum mengejek. Tapi gadis itu sudah memutar dan bergerak ke arah pintu sebelahnya. Pandangannya jatuh pada sepedanya. Khawatir benda itu akan menghilang. Itu satu-satunya kendaraan yang bisa dia gunakan tanpa dia harus mengeluarkan uang lagi karena memang uang yang diberikan oleh keluarga itu sangat sedikit. Florin harus berhati-hati dalam menggunakannya. Maka dari itu, sepeda itu berharga.
"Seseorang akan menjaganya untuk anda," ucap Colby menenangkan.
Florin mendesah dengan lega. Dia bisa dengan nyaman masuk ke dalam mobil setelah tahu. Tadinya dia sudah hendak membuka pintu mobil bagian depan di sisi pengemudi. Tapi Colby menahan pintu itu dan menatap Florin dengan senyuman.
"Kenapa?" tanya Florin tidak yakin.
"Jangan mengambil tempat saya, Nona."
"Bukankah kau yang akan menjadi sopir?" Florin bertanya dengan heran. Karena dia tidak mau Colby sendirian di depan. Itu membuat tidak nyaman.
Colby sendiri lupa mereka datang ke kampus dengan terburu-buru setelah bosnya menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Beberapa minggu ini mereka bekerja seperti robot hanya untuk membuat mereka tenang pada hari ini. Jadi terburu-buru mereka pergi setelah pagi tadi pekerjaan itu akhirnya beres. Sopir kelelahan dan tidak bisa mengantar. Ada beberapa sopir tapi Tristan mau Colby saja yang menyetir. Dan dia yang biasanya tidak pernah menjadi sopir lupa kalau hari ini dia harus menjadi pengemudi itu.
Jika Colby membiarkan Florin duduk di sebelahnya dan meninggalkan Tristan duduk di belakang sendiri, bukan Florin yang akan kena imbasnya. Melainkan dia. Jadi Colby memutar otak mencari alasan yang tepat untuk membuat Florin mau duduk di belakang.
"Saya sebenarnya tidak bisa menyetir dengan fokus kalau ada yang duduk di sebelah saya, Nona."
"Hah?"
"Saya tidak berbohong, Nona. Saya tidak mau anda dan tuan muda harus celaka karena kelalaian saya. Jadi, saya mohon, anda untuk duduk di belakang."
Florin menatap aneh pria itu. Dia menggelengkan kepalanya dan segera mengangguk. Tidak mau mengambil resiko. Meski cukup aneh ada yang tidak fokus menyetir hanya karena ada seseorang di sebelahnya.
Florin membuka pintu di bagian tengah dan masuk. Bergabung dengan Tristan, Florin langsung memasang sabuk pengamannya. Dia melirik pria itu yang masih sibuk dengan tabletnya. "Heh," tegur Florin membawa pandangan Tristan jatuh padanya. "Apa kau yakin Colby akan menjadi sopir yang baik?"
"Kenapa mengatakan demikian?"
Florin menatap Colby yang masih berada di luar. Sepertinya ada yang menghubungi pria itu karena ponselnya ada di dekat telinga.
"Dia mengatakan kalau ada yang duduk di sampingnya saat dia menyetir, itu akan membuat dia tidak fokus dan bisa terjadi kecelakaan. Maksudku, bukankah itu sangat tidak masuk akal? Jika demikian, maka dia bukan sopir yang tepat. Lain kali jangan menyuruh dia menyetir."
"Kau tadi hendak duduk di sebelahnya?" Tristan memastikan.
"Ya. Dia bukan sopir. Jadi aku tidak nyaman membuat dia duduk sendiri di depan dan aku malah duduk berdua denganmu di belakang. Jadi aku coba membuat segalanya nyaman dengan coba duduk di sebelahnya, tapi dia mengatakan hal konyol itu."
"Dia biijak."
"Hah? Serius?"
"Ya. Dia mengatakannya padamu demi keselamatan bersama. Dia bijak."
"Jadi dia benar-benar bisa gugup kalau ada yang duduk di sampingnya. Kasihan siapa pun yang akan menjadi istrinya kelak." Florin menatap khawatir pada masa depan Colby. Dia harus mencari perempuan yang bisa menyetir kalau begitu, dengan begitu mereka akan bisa duduk berdampingan.
Tristan menyembunyikan senyumannya. Colby tahu resikonya, dia jelas lebih baik disebut dengan aneh dari pada menghadapi kemarahan Tristan.
"Kau mengatakan dia bukan sopir yang tepat. Bukankah seharusnya kau tidak masuk ke mobil ini, dari pada kau kenapa-kenapa nantinya?"
"Lalu kau?"
"Aku tetap di sini. Aku tidak mau menyetir sendiri jadi pilihannya hanya dia."
Florin memegang sabuk pengamannya dengan erat. "Kalau begitu aku juga tinggal. Jangan sampai kau celaka sendiri. Kalau memang mau celaka, ayo, celaka bersama."
Tristan mengerjap mendengar gadis itu. Florin jelas tidak tahu betapa besar pengaruh kalimat itu untuk Tristan. Dan Tristan tidak mengatakannya.
"Atau aku bisa membawamu dengan sepedaku. Aku pandai bersepeda, aku jamin. Ada boncengan di bagian belakangnya jadi kau akan bisa duduk dengan nyaman, bagaimana?" tawar Florin.
Tristan terkekeh kecil.
"Kenapa kau tersenyum? Kau mengejek sepedaku?"
Tangan besar Tristan ada di kepala Florin. Dia menepuk lembut kepala gadis itu. Memberikan elusan kasih sayang kemudian. "Tidak masalah. Kita pakai mobil saja. Kalau terjadi sesuatu, aku akan melindungimu."
Florin cemberut. Tapi tak ayal dia mengangguk juga dan duduk dengan nyaman. Apalagi Colby sudah bergabung dengan mereka setelah selesai melakukan panggilan telepon.
Colby sempat menatap ke belakang dan menemukan Florin yang beberapa kali harus menarik napas. Dia menyembunyikan helaan napasnya. Begitu mudah membohongi gadis tersebut.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep With Bastard (KAM)
RomanceLima tahun memperjuangkan pria yang begitu dikaguminya, Florin Sampson harus menerima kenyataan bahwa pria itu lebih memilih kakaknya sebagai istri. Dirinya yang hanya anak adopsi tidak memiliki cara untuk protes pada keadaan yang membawa sesak di d...