19

248 51 4
                                    

Frieda menepuk tangan Florin yang ada di atas pahanya. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menemanimu dari tadi malam sampai pagi ini. Kami cukup lelah dengan pestanya dan Travis tidak mengizinkan aku menjauh darinya. Dia terus membuat kami dekat dan aku tidak berdaya. Aku bahkan menyuruhnya mencarimu karena biasanya kalian akan mengobrol bersama. Tapi apa kau tahu yang dia katakan?"

Florin tidak menjawab. Toh wanita itu akan tetap mengatakannya.

"Sekarang akulah yang terpenting baginya. Selama aku tidak bersamanya, dia tidak akan mendekatimu. Dia pikir aku akan cemburu denganmu jika melihat kalian berduaan. Bukankah dia berlebihan?" Frieda tertawa dengan keras. Seolah itu benar-benar sebuah lelucon yang akan mengocok perut siapa pun yang mendengarnya.

Florin bahkan tidak bisa berpura-pura ikut tertawa. Bukan karena dia cemburu atau masih mengharapkan Travis bersamanya. Hanya saja tawa dan kebahagiaan yang ditunjukkan Frieda sama sekali tidak terasa nyata. Segalanya terasa begitu palsu dan kosong. Matanya terbuka sekarang dan menemukan kebenaran di balik kebahagiaan itu. Senyuman wanita itu bahkan tidak sampai ke matanya. Itu yang membuat Florin malah merasa kasihan pada wanita itu.

Entah apa yang coba dia buktikan dengan terus menunjukkan kemesraannya dengan Travis. Bukankah bagus sekarang mereka bersama. Florin bahkan tidak mengatakan apa pun. Sejak tahu bahwa mereka akan bertunangan, yang dilakukan Florin hanya terus melapangkan perasaannya. Tidak ada perasaan lain setelahnya. Selain kenyataan bahwa Travis rupanya tidak memiliki perasaan yang sama dengannya, dan itu mengecewakannya, Florin tidak pernah berpikir macam-macam. Dia mengikhlaskan mereka bersama.

Tapi sekarang dengan begitu berusahanya Frieda memberitahukannya kenyataan kalau sebenarnya Travis sama sekali tidak menaruh setitik perasaan pada Florin, itu malah terdengar begitu konyol. Jika memang tidak ada, kenapa dunia harus tahu. Cukup dia menunjukkannya sekali dan itu cukup. Tapi validasi dalam hubungan mereka, Frieda menginginkan semua orang menemukan cinta. Memamerkan kemesraan di depan khayalak ramai, jelas Frieda benar-benar berharap semua orang melihat kalau dia dan Trvais memiliki cinta senjati.

"Kenapa kau memandang aku seperti itu, Flo?" tanya Frieda, coba membingkai wajah dengan senyuman. Meski riak wajahnya sendiri tidak menyenangkan.

"Apa kau bahagia, Frieda?"

Wajah itu berkerut tidak mengerti. "Apa yang kau katakan? Tentu saja aku bahagia. Aku dan Travis adalah cinta sejati. Kami bersama sejak kami kecil dan dulu sering berakting sebagai pasangan. Kau sendiri melihat itu semua. Sekarang semuanya menjadi nyata, kenapa aku tidak bahagia."

Florin yang kini menepuk tangan wanita itu. Menemukan begitu banyak ketidakbahagiaan di wajah wanita itu, Florin tidak patut mengasihaninya mengingat situasi Florin juga sama sekali tidak benar. Tapi dia tidak pernah memaksa perasaan pada apa yang tidak dia senangi. Jadi dia merasakannnya, rasa kasihan itu. "Selama kau senang, Frieda. Aku juga ikut bahagia."

Frieda menepis tangan Florin dengan kasar. Dia berdiri dan mendengus. "Apa kau mengatakannya karena tidak rela? Kau berusaha membuat aku tidak tampak bahagia untuk memberikan aku keraguan?" Frieda berdiri. Pandangannya penuh dengan curiga.

Florin yang melihatnya hanya mendesah. "Tidak ada yang bisa menanamkan keraguan padamu selama kau sendiri yakin dengan kebahagiaanmu, Frieda. Aku tidak berusaha menanamkan apa pun. Selama kau bahagia, maka aku turut bahagia."

"Kau sedang coba membuat dirimu sendiri tampak rela? Bukankah kau memiliki perasaan pada Travis? Apa kau sedang mengatakan sekarang kalau kau tidak mencintainya lagi?"

Florin mencari perasaannya pada Travis. Itu masih ada, tapi tidak besar. Setelah melihat segalanya dari dekat seperti ini, jelas sekali kalau masalah perasaan ini sangat remeh. Bahkan sekarang perasaan Florin bisa diabaikannya dengan mudah. "Dia kakak iparku sekarang."

Frieda sudah hendak memberikan tudingan tidak percaya tapi ketukan di pintu yang terbuka membuat keduanya menatap ke sana. Travis berdiri di sana dengan agak tidak nyaman. Jelas dia mendengar percakapan dua perempuan itu. Dan kata-kata kakak ipar yang disebutkan Florin, Travis merasakan tidak suka mendengarnya.

Dia masuk ke kamar Florin dan memandang Florin cukup lama sampai Frieda menghampirinya dan meraih lengannya. Memeluk lengan Travis dengan erat menyatakan kepemilikan.

"Sudah kukatakan kan? Dia tidak sabar berpisah denganku. Selama aku tidak ada di sisinya, dia akan segera mencariku. Aku minta maaf, Flo. Tapi perasaan tidak bisa dipaksakan. Dia memilihku jadi kau harus rela. Jangan membuat dia bingung apalagi kau sendiri yang mengatakan kalau dia kakak iparmu sekarang."

Florin hanya memandang dua orang itu dalam diam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bahkan tidak tahu harus menanggapi bagaimana Frieda. Jadi yang dilakukannya hanya bungkam.

"Bukankah begitu, Travis?" tanya Frieda pada pria yang juga hanya diam itu. Masalahnya pandangan Travis tidak bisa lepas dari Florin. Meski Florin sudah tidak memandangnya, pria itu memandang seolah dia dimabuk cinta dan tidak bisa memandang kenyataan. Itu membuat Frieda semakin mencekik lengan Travis dengan pelukan lengannya. "Katakan sesuatu, Travis. Jangan merasa tidak nyaman hanya karena Florin ada di sini."

Travis melirik Frieda dengan kesal. Tapi perempuan itu memberikan pandangan tajam menyatakan dialah bosnya di antara mereka. Travis mendesah, tahu kalau dia kalah. "Aku mencarimu ke mana-mana. Kau tidak kutemukan juga."

Frieda tersenyum dengan bangga. Dan dia memamerkan senyuman itu pada Florin.

"Oh, juga, Flo, kau meninggalkan ponselmu di meja pesta tadi malam. Aku pikir harus mengembalikannya." Travis mengeluarkan benda itu dan menyerahkannya pada Florin.

Florin berdiri dengan bersemangat. Dia bahkan tersenyum lega dan hendak mengambil ponsel itu. Tapi tangannya yang sudah menyentuh ponsel dan menariknya malah tertahan oleh tangan Travis. Mata Florin menatap tidak yakin.

Sementara Frieda sudah seperti kepiting rebus yang terbakar panas.

"Kau mengganti walpaper nya ...."

Florin menarik ponsel itu sekali lagi dan berhasil. Dia menyalakannya dan memang gambar di layarnya sudah bukan lagi kertas tulisan tangan Travis. Dulu Travis pernah menulis untuknya di memo yang mengatakan kalau Florin harus semangat dengan kuliahnya. Florin memakai itu sebagai walpaper ponselnya. Tapi dia menggantinya setelah mendengar kalau Travis dan Frieda akan bertunangan.

Florin hanya tidak mau disalahpahami dan dianggap akan merebut pria itu dari Frieda. Jadi segala tentang Travis, dia sudah meninggalkannya. Bahkan barang-barang dari Travis sudah dia masukkan ke kotak dan akan dia sumbangkan. Mengingat Travis tidak mungkin mengambilnya kembali karena Frieda jelas tidak akan senang. Mengatakan pada Travis soal menymbangkan barang-barang itu juga tidak akan berarti banyak pada pria itu. Karena memang dia tidak akan peduli. Mengingat kalau perasaan Travis hanya untuk Frieda. Jadi dia diam saja.

Tapi sekarang Florin harus mempertanyakan lagi. Hanya sebuah walpaper saja, Travis mempertanyakannya.

Jadi Florin berpikir akan mengatakan pada Travis soal barang-barangnya. Tidak di depan Frieda. Itu hanya akan memberikan kesan yang lain.

"Aku bosan dengan gambarnya. Jadi aku menggantinya dengan pohon. Bukankah indah, Travis?"

Travis menatap lama dengan penuh rahasia dibaliknya. Dibalik bibir terkunci rapat itu, ada kotak rahasia yang begitu ingin dibuka Travis untuk ditunjukkan pada Florin. Tapi sekarang bukan waktunya. Bagaimana pun luka dan derita yang mereka berdua lewati, Travis berharap Florin akan menunggu sampai dia benar-benar bisa mengatakannya pada gadis itu. Bahwa yang dicintai Travis selama ini selalu Florin. Tidak pernah menjadi orang lain.

Kecupan yang terlayang ke bibir Travis mengejutkan semua orang. Bahkan Florin pun terkejut.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang