13

325 65 1
                                    

Colby yang bahkan berada di depan bersama sopir terkekeh kecil pada kerasnya suara Florin menanggapi pertanyaan Tristan yang jelas bermaksud menjebak gadis itu. Karena ini pertama kalinya dia mendengar seseorang meninggikan suara di depan bosnya itu.

"Kau menyakiti telingaku," ucap Tristan memberikan pandangan kesal.

"Salahmu. Kenapa kau mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal seperti itu."

"Aku bukannya mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Kau bilang sendiri tidak punya rumah. Jadi aku bermaksud baik dengan coba menampung tunawisma yang sedang membutuhkan tempat tinggal."

"Aku bukan tunawisma ...."

"Kau sendiri yang mengatakan kalau kau tidak punya rumah jadi kau adalah tunawisma."

"Pokoknya bukan. Dan aku tidak akan pernah tinggal di tempatmu. Aku punya tempat. Pokoknya ada. Akhis diskusi."

Tristan hanya menyeringai dan memberikan senyuman penuh arti. "Pagar rumahmu terbuka untukmu. Kau bisa datang kapan pun kau mau."

Florin mendengus. "Aku tidak suka menjadi daging panggang, terima kasih."

"Aku bisa mematikan listriknya untukmu. Selama kau mau datang dan tinggal denganku."

"Oh, hentikan."

Tristan masih coba memberikan rayuan tapi mobil sudah berhenti dan Florin tersenyum dengan lebar. Jelas senang karena dia tidak perlu lagi mendengar bujukan Tristan. Setelah mobil terparkir dengan sempurna, Florin sudah turun dengan bersemangat.

Tristan turun dengan senyuman tersembunyi. Dia merasa seperti menemani anak kecil yang akan membeli mainan, tapi di detik yang sama dia juga merasa hangat karena keceeriaan gadis itu. Meski mudah marah dan memiliki jalur pemikiran yang berbeda dari orang normal. Tapi ada sisi Florin yang membuat Tristan merasa membutuhkannya.

Colby yang juga sudah turun dan berdiri di sisi Tristan segera bicara, "kalau nona Florin benar-benar mau tinggal dengan anda, anda akan membiarkannya?"

"Menurutmu?" Tristan mempertanyakannya tanpa menatap ke arah Colby. Dia malah melangkah meninggalkannya dengan lenggang. Menyusul Florin yang sudah ada di pintu putar di depan mereka.

Saat Florin hendak masuk, Tristan sudah meraih tangannya dan membwanya melangkah bersama. Itu membuat Florin menatap sisi Tristan yang tampak memiliki kelembutan. "Aku bisa jalan sendiri, Tan."

"Aku takut kau menghilang."

Dan ekspektasi Florin soal kelembutan lenyap tanpa sisa. Gadis itu segera merasakan singa yang tertidur di dalam dirinya bangun. "Aku bukan anak kecil!" serunya dengan lantang. Tidak peduli beberapa pasang mata menatapnya.

"Siapa bilang kau anak kecil." Tristan menatap dada gadis itu yang tersembunyi hoddie tebal tersebut. "Bagian itu jelas tidak mengatakan demikian."

Florin menyembunyikan bagian dadanya dengan satu tangannya. Karena satu tanganya dikuasai oleh tangan Tristan. "Tan, Mesum!" seru Florin masih dengan suara tinggi.

Tristan tersenyum. "Ah, dan, ya. Aku tidak meniduri anak kecil."

"Kau ... kau ...." Florin kehilangan suara. Dia tidak tahu apa yang hendak dikatakannya. Senyuman dan suara pria itu membungkamnya. Membuat Florin kesal sendiri. Dia selalu kalah. Gadis itu cemberut sepanjang perjalanan.

Mereka tiba di restoran yang cukup mewah dan sepertinya tidak ada pelanggan sama sekali. Itu membuat Florin menghentikan langkah saat mereka akan masuk. Tristan juga berhenti. Menatap pada gadis manis yang menatap ke dalam restoran dengan tidak yakin.

"Kenapa?" Tristan bertanya. Tampaknya ada sesuatu yang mengganggu Florin.

"Tempatnya bagus dan jelas makanannya mahal."

"Aku tidak miskin. Aku bisa membayarnya," beritahu Tristan. Mungkin dia perlu menegaskan kalau dia bahkan bisa membeli restoran ini hanya dengan jentikan jari. Mengingat pemiliknya adalah temannya sendiri.

"Bukan begitu. Aku tentu saja tidak meragukan kau memiliki uang. Mengingat di mana kau tinggal."

"Lalu?"

Florin mendekat. Hendak berbisik. Dia tidak mau pelayan yang sedang berdiri di depan sana mendengarnya. Florin berjinjit dan itu membuat Tristan sedikit merendahkan tubuhnya. Membuat Florin lebih leluasa. "Tempatnya sepi. Jadi makanannya bisa saja tidak enak."

Tristan berdiri tegak. Dia memandang ke depan dan menggaruk pelipisnya. Seperti sedang memikirkan kata-kata Florin dengan hati-hati.

"Lihat, bahkan hanya ada kita yang datang ke sini. Padahal waktu hampir siang. Jadi aku yakin kalau makanannya tidak akan kita sukai. Itu makanya tidak ada pelanggan lain. Jadi kita cari tempat lain saja."

Tristan mendesah. Dia menatap Colby yang masih memberikan senyuman pada mereka. Jelas asistennya itu sangat senang dengan apa yang dihadapi Tristan. Mahluk kecil menggemaskan dengan rambut terang yang membawa Tristan pada rasa frustasi. Kadang-kadang.

Gerakan Tristan saat memandang Colby menyatakan kalau Colby bisa bicara. Mengatakan apa yang begitu tertahan di mulutnya.

Colby berdeham akhirnya. "Nona, bukan karena makananya tidak enak yang membuatnya sepi."

Florin melirik Colby. "Lalu apa?"

"Tuan Muda menyewa tempat ini untuk anda. Tuan muda ingin makan dengan tenang jadi biasanya kalau tuan muda makan di luar, dia akan menyewa satu tempat. Makanya hari ini restorannya sepi."

Florin menatap Tristan dengan pandangan mencemooh. "Dasar, Tuan Muda yang berlebihan." Dia mengibaskan rambutnya dengan anggun dan berjalan masuk seolah dia tidak memandang buruk ke arah restoran itu beberapa saat yang tadi.

Tristan dan Colby saling menatap. Mereka memberikan gerakan bahu bersama dan Tristan mengikuti gadis yang sungguh luar biasa dalam bersikap itu.

Florin meletakkan tangannya di dagu, memandang ke sekitar restoran. Dia melihat ada tangga juga dan jelas di bagian atas restoran juga ada tempat. Itu membuat dia bingung apa yang akan dia pilih sebagai tempat makan.

Sampai Tristan berdiri di sisinya, dia belum selesai memutuskan. Itu membuat pria itu memandangnya dengan aneh. Mempertanyakan apa lagi yang sedang ada di kepala cantik gadis ajaib ini.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Tristan memastikan. Meski dia jelas bias menebaknya.

Florin menatapnya dengan bimbang. "Menurutmu apakah kita harus duduk di dekat jendela sana atau di bagian yang ada kolam ikannya. Aku lebih suka dekat jendela, tapi karena kau tidak ingin dilihat orang, karena sepertinya itulah yang membuatmu menyewa tempat ini semuanya. Maka aku tidak bisa membiarkanmu duduk di dekat jendela. Tapi bagaimana kalau—Tan!" seru Florin saat dia belum selesai bicara tapi Tristan sudah merauh tudung hoddienya yang membuat dia teriak kesal. 

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang