7

402 67 0
                                    

Florin mencoba membuka matanya, tapi kantuk masih membayanginya yang membuat dia ingin masuk lagi ke dalam mimpinya yang panjang. Tapi seluruh tubuhnya yang terasa sakit membuat dia tidak dapat menahannya. Apa kasur kerasnya sudah memberikan perubahan yang sangat besar pada tubuhnya sampai dia kesakitan? Bukankah dulu tubuhnya menerima biasa saja kasur keras ini?

Perlahan membuka mata, Florin tidak menemukan cahaya masuk ke retinanya. Biasanya akan ada matahari yang selalu mengganggunya bahkan sebelum waktunya. Tapi sekarang tampaknya matahari belum muncul. Apa dia bangun lebih awal?

Mengucek mata dengan kedua tangan, Florin mulai membiasakan diri dengan ketenangan yang diberikan pendengarannya. Tidak ada suara sopir dan pelayan yang berbincang. Tidak ada bunyi masakan yang membuat sakit telinga. Bahkan aroma makanan tidak ada. Ketenangan itu malah membawa Florin pada keanehan. Dia seperti berada di tempat di mana dia seharusnya tidka berada.

"Kau sudah bangun?" tanya suara dalam dan tenang itu. Seperti gelombang air pasang yang dimatikan suaranya. Dalam dan membawa pada perasaan gila untuk tahu siapa pemilik suara yang sanggup menggetarkan sanubari itu.

Florin membuka mata, dia benar-benar membukanya dan tidak menemukan kamar kecilnya yang sudah memiliki jamur-jamur di dinding. Dia berada di kamar yang sangat mewah. Florin mengedarkan pandangannya masih berbaring. Menemukan kalau dia benar-benar tidak mengenali di mana dia berada. Dan apa yang mendalangi dia berada di sini.

Dia coba menggali ingatannya, tapi yang ada hanya asap tebal yang mengepul. Tidak mengizinkannya tahu apa yang ada dibaliknya.

"Pelayan sudah membuatkan sarapan untukmu. Sarapan dulu dan aku akan mengantarmu kembali," pria itu masih bicara. Dia mengatakannya sambil sibuk menatap ke arah tabletnya yang dipegang pada satu tangan.

Kemeja pria itu digulung sampai ke siku. Dia tidak mengancingi bagian atas kemejanya, menunjukkan dada padat yang membuat air liur menetes. Bahkan Florin sampai mengusap bibirnya berpikir mungkin air liurnya memang jatuh. Tapi tidak ada apa-apa.

Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri pria itu tampak mahal. Oh, bahkan dengan kamar semewah ini, siapa yang akan meragukan kekayaan pria tersebut.

Pria itu yang tadinya hanya menatap sekilas-sekilas kini berpaling menatapnya penuh. Pria itu bahkan mendekat dan berdiri di sisi ranjang. "Kau mendengarku? Apa kau tidak suka sarapan?"

Florin menatap dengan mata memicing. "Siapa kau?" Florin pikir mungkin salah satu teman Travis. Pria itu mungkin membawanya ke sini karena kasihan melihatnya mabuk di pesta. Karena Florin ingat dia menghabiskan sebotol minuman di pesta itu. Tapi dia tidak ingat kelanjutannya.

"Kau sungguh tidak tahu siapa aku? Bukankah aku menyuruhmu mengingatnya tadi malam?"

Florin mengerjap. "Aku akan mencoba mengingat. Tapi tubuhku sakit sekali ...."

Pria itu berdeham mendengarnya.

Florin menekan bagian lehernya. Dia merasa bagian itu pernah dicengkram dengan sangat kuat. Florin menunduk, merasakan selimut yang membungkusnya turun. Dan saat dia coba memperbaiki selimut itu, dia malah menemukan sesuatu tidak terduga dibaliknya. Dia telanjang bulat dan wajahnya segera menjadi pucat pasi.

Pandangannya jatuh tajam ke arah pria itu yang kini menatapnya dengan aneh. "Apa yang sudah kau lakukan padaku?"

Pria itu terpana beberapa saat dan kemudian menunjuk diri dengan tidak yakin. "Apa yang sudah aku lakukan?"

"Kenapa aku telanjang? Siapa yang menelanjangiku?" Florin bertanya dengan nada tidak percaya. Apakah pria itu adalah pria hidung belang yang mengaku sebagai teman Travis?

"Kau melakukannya sendiri."

"Aku melakukannya sendiri," setengah tidak percaya Florin mengulangi kalimat itu. Jelas seratus persen tidak mempercayainya. Pandangannya jatuh curiga pada pria di hadapannya. "Baik, katakanlah aku melakukannya sendiri ...."

"Kau memang melakukannya sendiri," tegas pria itu. Ada senyum di bibirnya yang ditangkap Florin meski dalam kondisi sekarang ini senyuman itu harusnya tidak ada.

"Kenapa kau tersenyum? Apa kau mengejekku?" tanya gadis itu dengan mata yang seperti sudah mau keluar. Dia terus memelototi pria itu sejak tadi. Tapi pandangannya sama sekali tidak mengganggu si pria. Malah dia yang terus merasa terganggu.

Apalagi pria itu dengan tertarik menarik kursi ke samping ranjang dan duduk nyaman di sana. Dia menyilangkan kakinya dan menatap pada Florin tanpa terlihat akan mengalihkan pandangannya. Kepala pria itu miring dan pandangan tertarik itu begitu nyata. "Aku tidak mengejekmu. Aku hanya merasa situasi ini sangat menarik."

Florin mendengus. "Apa yang menarik dari kau membuat seorang gadis telanjang di tempatmu? Apa kau benar-benar teman Travis?"

Wajah pria itu mengerut. "Travis? Siapa dia?"

Florin merasakan punggungnya dingin. "Kau bukan tema Travis?"

"Apa aku ada mengatakan kalau aku teman, yang entah siapa itu?"

Florin memang tidak mendengar pengakuan itu. Dia menyimpulkannya sendiri. Itu membuat dia semakin tidak yakin apakah dia benar-benar salah atau malah pria itu yang memanfaatkannya. Jika dia bukan teman Travis, lalau siapa dia? Dan kenapa dia membawa Florin ke tempat ini?

Dengan tubuh yang sakit. Juga ketelanjangannya, Florin mulai yakin apa yang sebenarnya terjadi. Dan dia mengonfirmasinya. "Apa kau memperkosaku?" tanya Florin dengan suara tercekat. Dia ingin menutup telinganya, takut mendengar hal buruk itu. Dia sungguh tidak ingin mendengarnya, tapi dalam detik yang sama, dia juga harus mendengarnya. Dia harus tahu apa yang terjadi pada dirinya dan peran apa yang diambil pria itu.

Meski Florin yakin kalau peran itu cukup pada kata bajingan atau keparat.

"Aku memperkosamu? Kau sungguh menanyakan hal itu?"

"Lalu bagaimana kau menjelaskan tubuhku yang sakit? Aku telanjang dan tubuhku sakit? Bukankah karena kau .... melakukannya?"

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang