14

235 48 0
                                    

Apalagi pria itu menyeretnya pergi. Dia dibawa menaiki anak tangga dan teriakannya menjadi musik bagi restoran itu.

Tristan membawanya masuk ke sebuah ruangan yang tampaknya pribadi. Bagian dinding dan pintu tempat itu memiliki kaca sepenuhnya. Bagian dalamnya jelas dibuat untuk membuat pelanggan bahagia dan nyaman di tempat tersebut.

Mengedarkan pandangannya, Florin melepaskan diri dari tangan Tristan. Dia segera bergerak ke arah sofa panjangnya dan mulai menjatuhkan tubuhnya di sana. Dia menatap Tristan dengan senyuman. "Di sini lebih baik."

Tristan melengos meninggalkannya. Dia menatap ke arah Colby yang berdiri di ambang pintu. "Siapkan makanannya."

Colby mengangguk dan segera bicara lewat jam yang ada di pergelangannya. Kemudian dia meninggalkan pintu untuk berjaga di tempat yang tersembunyi. Di mana dia ada tapi tidak akan disadari. Seperti pengawal-pengawal Tristan yang lain.

Tristan sudah datang mendekati Florin. Dia duduk di sisi Florin.

"Eh, Colby tidak ikut makan dengan kita?" tanya Florin penasaran.

"Kenapa? Kau mau makan dengannya?"

"Kalau bisa. Maka makan bersama lebih baik. Mejanya besar, kita akan makan berdua saja. Bukankah sangat disayangkan. Apalagi kau menyewa semua tempat. Jangan menyia-nyiakan uangmu." Tristan yang menyilangkan kakinya dengan acuh akhirnya meraih kepala Florin dan memutar kepala itu agar menatap ke depan dan bukan menatap padanya.

Dan tepat saat kepalanya diputar, dia melihat hampir sepuluh pelayan sudah masuk dengan nampan masing-masing yang mereka pegang. Yang membuat Florin tidak lagi peduli dengan sekitarnya adalah makan-makan manis yang juga dihidangkan. Itu membuat dia ingin mengambil kue itu terlebih dahulu.

Deheman Tristan menahannya. Dia melirik ke arah pria itu. Dan Tristan memberikan gerakan agar Florin makan makanan yang lebih dibutuhkan tubuhnya. Tubuh kurus itu benar-benar membutuhkan makanan.

Dengan cemberut, Florin mengikuti apa yang dikatakan pria itu tanpa mengatakannya. Dia mengambil makanan yang dibutuhkannya dan segera melahap makanannya. Baru sadar kalau dia sangat lapar. Tadi malam jelas dia dibuat sangat lelah dan menghabiskan lebih banyak energinya dari pada yang seharusnya. Dia melirik pria itu, tapi saat Tristan balas meliriknya, dia segera memandang ke arah makanannya.

Dia tidak mau menanyakan soal malam itu. Jangan sampai Tristan mengatakan kalau dialah yang seperti banteng. Makanya bisa kelelahan. Dia tidak memiliki ingatan malam itu, jadi akan mudah bagi siapa pun membalik kenyataannya. Tanpa Florin sendiri tahu apakah itu benar atau tidak.

Tristan sendiri hanya makan biasa. Dia tidak banyak makan malah. Setelah selesai makan dia mengelap mulutnya dengan serbet putih itu. Lalu membasuh tangannya dengan pencuci tangan gel. Padahal dia tidak menyentuh apa pun untuk membuat tangannya kotor. Sendok melakukan semuanya, tapi pria itu seolah begitu anti pada kekotoran.

Semua yang dilakukan pria itu mendapatkan perhatian dari Florin. Dan gadis itu hanya bisa menatapnya dengan enggan. Sepertinya bersama dengan Tristan, dia benar-benar harus membersihkan tubuhnya. Gadis itu bergidik. Siapa pun yang akan bersama pria ini, itu tidak akan mudah.

"Habiskan makanamu, jangan melamun terus," peringat Tristan melihat gadis itu yang melamun menggigit garpunya.

"Baik, Tuan Muda." Florin kemudian makan dengan lahap lagi. Setelah selesai dengan makanan utamanya, dia menatap Tristan saat dia akan mengambil kue. Sepertinya dia membutuhkan izin pria itu untuk melakukannya. Entah apa yang membuat dia tidak yakin dalam mengambilnya.

"Sedikit saja. Jangan sampai makan terlalu banyak gula."

Florin mengangguk dengan cemberut. Dia kemudian mengambil kue yang ada di depannya, memakannya dan segera menghabiskannya. Lebih cepat dari saat dia menghabiskan makanan utamanya. Kemudian melirik ke arah Tristan, pria itu sepertinya sedang sangat sibuk dengan pekerjaanya. Ada earphone di telinganya dan pria itu sedang bicara entah dengan siapa. Mereka sedang membicarakan masalah proyek yang Florin sendiri tidak mengerti.

Beberapa lirikan dan gadis itu tahu Tristan tidak memperhatikannya. Dia mengambil satu kue lagi dan memutuskan menghabiskannya dalam waktu singkat sebelum Tristan menyadarinya. Begitu kue kedua habis, Florin yang rakus dengan makanan manis itu segera akan mengambil kue ketiga. Saat dia hampir berteriak dengan sukacita, tangan Tristan sudah meraih pergelangannya. Itu membuat pandanga mereka bertemu dengan tatapan tajam dari Tristan.

Florin menarik tangannya dari kue ketiga. Dia tampak menyedihkan sekarang.

Tristan memandangnya cukup lama. Menemukan gadis itu sepertinya memang sangat suka dengan kue. Dia berdeham. "Satu lagi. Setelah itu kita pergi membelikanmu pakaian."

Florin yang mendengarnya mengangguk dengan penuh sukacita. Tidak perlu menunggu sampai Tristan benar-benar menyuruhnya makan, dia langsung saja mengambil kue itu dan melahapnya dengan cepat. Hanya satu menit, kue itu tandas dan itu membuat Florin mendesah bahagia. Dia sampai menyentuh perutnya yang kekenyangan.

"Itu sangat enak. Perutku sangat suka," ucap gadis itu.

"Benarkah?" Tristan menaruh tangannya di perut rata gadis itu.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang