17

262 57 0
                                    

Florin keluar dari toko pakaian dalam itu. Bertemu dengan Colby yang segera menyambut kedatangannya, orang kepercayaan Tristan itu segera menatap Florin dengan aneh. Karena wajah Florin yang sudah semerah tomat.

"Anda tidak apa-apa, Nona? Anda sakit?"

Florin yang mendengarnya menatap dengan bingung. Dia kemudian sadar bagaimana wajahnya mungkin terlihat sekarang di mata orang yang tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana. "Tidak. Aku baik-baik saja. Hanya di sana panas."

"Pendingin ruangannya tidak berfungsi?" tanya Colby yang sudah siap akan mengeceknya, karena itu jelas kelalaian.

"Huh?" Florin tersentak.

Colby menatap dengan aneh karena Florin menunjukkan gelagat yang tidak biasa.

"Tidak perlu mengecek pendingin ruangannya. Florin sepertinya memang hanya tidak cocok dengan pendinginnya. Bukankah begitu, Gadis Nakal?"

Florin yang mendengarnya segera menatap dengan tajam. Hilang sudah aroma birahinya. Yang ada sekarang hanya kekesalan. "Kau menyebutku apa?"

"Kau bisa memanggilku semaumu? Aku tidak boleh?"

Florin ingin protes tapi dia juga tahu keadilan. Jadi yang dilakukan gadis itu seperti biasa, mengibaskan rambutnya dengan anggun dan berjalan pergi meninggalkan kedua pria tersebut.

Itu menjadi kebiasaan yang akan dengan mudah membuat Tristan terbiasa. Gadis ajaibnya.

Tristan segera menempelkan jari telunjuknya di belahan bibirnya saat matanya bisa menangkap Colby yang hendak bersuara. Akhirnya pria itu tidak mengatakan apa pun dan membiarkan Tristan melangkah meninggalkannya.

Mengejar gadis itu, Florin sudah masuk ke toko pakaian dan menatap gaun yang persis sama dengan miliknya. Hanya berbeda pada warnanya yang agak putih gelap. Dia memandang gaun itu cukup lama dan menemukan harganya yang cukup fantastis. Setengah dari harga gaunnya sendiri.

"Menyukainya?"

"Terlalu mahal. Cari yang lain." Florin segera meninggalkan Tristan yang membuat pria itu menatap kepergiannya. Tahu dia terus dipandangi, Florin mengabaikannya.

Tristan tersenyum, tahu gadis itu coba tidak menatapnya. Apa yang terjadi di antara mereka di ruang ganti itu jelas melekat dalam sanubari si gadis. Dan Tristan menikmati bagaimana pengabaian gadis itu membuatnya lebih tertarik. Melihat wajah malunya dan bagaimana dia menghindari pandangan Tristan, itu menjadi pemandangan terbaik baginya.

Setelah memberikan anggukan pada Colby untuk gaun yang dia lihat, Tristan bergerak meninggalkan dan segera mengejar Florin yang sedang memilih pakaian termurah. Gadis itu tahu Tristan memiliki banyak uang, dia tahu pria itu tidak pelit sama sekali. Tapi dia masih mencari gaun yang tidak akan menghabiskan uang Tristan. Itu membuat Tristan cukup kagum. Menemukan gadis seperti jelas cukup langka. Dengan otak sederhana dan jalan pikiran yang mudah ditebak. Florin benar-benar cocok dengan Tristan.

"Yang ini bagus. Aku suka." Florin menunjuk ke arah gaun sederhana dengan motif bunga-bunga kecil. Cukup cerah tapi tidak menyakiti mata. Kulit putih Florin akan cocok saat mengenakannya. "Belikan untukku."

Tristan mengangguk. Dia menjentikkan jarinya dan seorang pramuniaga segera mengambil gaun untuk. Si pramuniaga membantu Florin ke kamar ganti dan membantunya mengganti pakaian.

Jelas Florin yang menahan pramuniaga itu agar tidak meninggalkannya. Jadi kalau ada kesalahan, Florin tidak perlu mengulang adegan yang sama.

Setelah selesai memasang gaun dan menatap diri di cermin, Florin puas dengan apa yang ditampilkan gaun yang membungkus tubuhnya itu. Dia menatap pramuniaga itu dan memberikan anggukan. Dengan senang hati pramuniaga hendak membantu Florin membungkus gaun.

"Akan langsung kupakai."

Pramuniaga mengangguk lalu mengantar Florin keluar. Tadinya Florin akan menunggu sampai Tristan mengeluarkan dompetnya dan membayar. Tapi pria itu sudah menyerahkan dress dan hoddie yang ditaruh Florin ke tas yang diberikan pramuniaga kepada Colby. Dan Tristan membawa Florin keluar dari tempat itu.

"Kau tidak membayar?" Florin bertanya dengan penasaran.

"Colby akan melakukannya."

"Oh." Florin menatap jam yang ada di dinding dekat toko. Waktu hampir sore dan sudah saatnya dia pulang. Meski tidak akan ada yang mengkhawatirkan ke mana dia pergi. Bahkan menanyakan apa yang terjadi padanya, Florin tetap harus kembali. Untuk melihat keadaan. Jangan sampai dia dituduh abai pada keluarga yang lebih sering menyalahkan orang lain pada segala apa yang menurut mereka tidak benar.

"Ingin makan lagi?"

Florin menatap Tristan dengan penuh penyesalan. "Aku harus kembali, Tan. Aku sudah terlalu lama meninggalkan keluargaku."

"Bukankah kau mengatakan tidak memiliki rumah?"

Florin menipiskan bibirnya. Tristan tahu itu tidak benar dan Florin tidak akan menjadi orang yang mengatakannya.

"Aku akan mengantarmu." Tristan mengalah. Jika menuruti keinginannya, dia ingin Florin kembali dengannya dan tidak pernah pergi lagi. Dia akan membuat Florin tetap tinggal di sisinya dan tidak jauh darinya. Tapi Tristan tidak mau gadis itu ketakutan padanya.

Andai Florin bisa membaca apa yang ada di otak Tristan saat ini, mungkin gadis itu akan langsung terbirit-birit pergi.

"Tidak perlu. Aku akan naik kereta."

"Tapi—"

"Terima kasih, Tan. Untuk semuanya." Florin sudah melangkah. Tristan hendak menghentikannya tapi saat Florin berhenti melangkah dan berbalik lagi menatapnya lalu memberikan lambaian tangan padanya. Tristan tahu, dia harus mundur satu langkah untuk membuat Florin mengerti. Tidak hanya Tristan yang membutuhkan gadis itu. Gadis itu lebih membutuhkannya.

Dan menahan Florin bukan caranya membuat gadis itu tahu.

Tristan membalas lambaian itu. Segera setelah Florin menghilang, wajah pria itu menjadi berbeda, kekejamannya tampak. "Selidiki semua tentangnya. Semuanya."

"Baik, Tuan Muda." Colby segera bergerak pergi untuk membuntuti Florin. Dia pandai tidak disadari kehadirannya.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Sleep With Bastard (KAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang