Warning! Chapter ini terdapat adegan kekerasan, harap bijak dalam membaca!
🌬❄️❄️
Pekerjaan kami semakin sibuk di bar diiringi cuaca yang semakin memburuk. Badai salju kerap kali datang dari sore hingga fajar dan membuatku tidak bisa pulang ke rumah setelah shift malam selesai. Disaat yang bersamaan, banyak pedagang atau warga lainnya yang datang mengunjungi bar untuk menghindari badai salju. Akibatnya, aku hampir tidak punya waktu yang cukup untuk belajar menjadi bartender.
Setelah diskusi panjang dengan Lucas, kami memutuskan untuk membuka bar dari siang sekaligus membantuku belajar membuat pesanan, terutama minuman di meja bar.
Aku tiba di bar lebih dulu karena Lucas masih berbelanja di alun-alun.
Aku membuka kunci pintu bar depan ketika ada yang memanggilku dari kejauhan.
"Hai, Risa! Hari yang sibuk, ya!"
Aku menemukan Paman Reo sudah berjalan kearahku. Aku sedikit terkejut karena tidak menyangka akan bertemu secepat ini, bahkan bar saja belum dibuka.
"Bar kami belum buka, paman. Paman datang terlalu cepat," kataku.
"Ahahaha, tidak apa-apa. Aku hanya ingin melihat kau dan Lucas selagi aku masih sehat." Tawa lepas paman Reo menandakan betapa sehatnya dia hari ini. Namun, aku sudah mendengar alasan yang serupa seperti ini selama seminggu terakhir. Apa dia tidak bosan mengatakannya?
"Oh, iya. Tapi aku tidak melihat Lucas disini." Paman Reo menoleh kanan-kiri.
"Oh, Lucas masih berbelanja. Dia akan datang ke bar sebentar lagi."
Cklek!
Aku selesai melepas kunci dan membuka pintu bar, hendak menyilahkan Paman Reo untuk masuk.
"Kami mungkin belum bersiap-siap, tapi paman bisa menunggu pesanan didalam."
"Ah, tidak perlu. Aku sudah merasa lega hanya dengan melihatmu, Risa."
Tuh, kan? Dia mengatakan hal yang aneh lagi.
"Oke, paman. Udaranya cukup dingin belakangan ini, jangan lupa pakai pakaian yang hangat."
Whoosh.
".... oke, Risa. Terima kasih sudah mengingatkan." Paman Reo menjawab setelah diam beberapa saat.
Aku kemudian masuk ke dalam bar dan menyiapkan meja bar dan perapian. Beberapa waktu telah berlalu, Lucas belum tiba di bar, sedangkan langit diluar mulai gelap karena awan badai.
"Sepertinya akan ada badai salju lagi. Dan Lucas belum datang juga." Aku berbicara pada diriku sendiri.
Kriiing! Kriiing!
"Selamat datang!"
Pengunjung bar mulai berdatangan. Sebagian dari mereka memesan makanan untuk makan malam di bar dan mendesak untuk segera disiapkan.
"Maaf, tapi beberapa menu tidak bisa disiapkan karena kurangnya bahan. Saya bisa menyiapkan menu yang lain, sesuai untuk makan malam."
"Ck, sudahlah. Siapkan saja apa yang ada secepatnya. Kami ingin pulang sebelum badai salju datang." Ucap salah satu pelanggan.
Aku menyiapkan pesanan mereka. Kesibukanku terus berlanjut ketika pelanggan mulai berdatangan dan memesan menu makan malam alih-alih minuman.
"Kenapa kita harus makan malam disini? Kita bisa makan di rumah." Salah satu pelanggan tengah berdebat didepan kasir ketika aku hendak menulis pesanan mereka.
"Aku malas memasak di rumah. Sudahlah, kita beli disini saja." Ucap pelanggan lainnya.
"Jika kau tidak mau masak, aku yang akan memasaknya. Sudahlah, aku pulang saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil of Words
Fantasy"Lidah lebih tajam dari pedang." Risa sering mendengar kalimat itu di kehidupan sehari-hari. Sebuah pepatah lama yang dibicarakan dari mulut ke mulut. Kadang digunakan sebagai nasihat orang tua kepada anaknya, kadang digunakan pula sebagai contoh pe...