Terlalu banyak yang terjadi hari ini, mulai kejadian aneh di kuil Airisha, ingatanku yang kembali, pertarungan dengan bandit, tawaran Nona Snowfall, sampai adu mulut Lucas dan Arlec. Aku ingin membicarakannya dengan Lucas, tapi tidak yakin jika sekarang adalah waktu yang tepat. Ditambah lagi, kami sedang dikejar waktu untuk persiapan membuka bar karena kami kembali dari alun-alun lebih lama dari waktu yang diperkirakan.
Kami melanjutkan penyortiran bahan belanja hari ini tanpa membahas sedikitpun yang terjadi sebelumnya. Aku menghitung ulang pengeluaran untuk bahan hari ini, sedangkan Lucas menyimpan bahan-bahan yang telah selesai kuperiksa. Kami membuka bar sekitar pukul 7 malam, agak telat dari biasanya ketika kami membuka bar sejak sore.
Setelah bar buka, masing-masing dari kami juga sibuk di meja bar dan dapur. Lucas melayani para pelanggan sambil menunjukkan beberapa aksi setiap membuat pesanan cocktail atau wine. Aku terkadang diam-diam mengintip aksi Lucas dari dapur, tapi malam ini aku lebih sering melirik ke Lucas sekaligus memeriksa ekspresi atau sikapnya. Senyuman Lucas merekah lebar di wajah tapi berlawanan dengan tatapan Lucas yang kosong. Dia mudah melamun saat pelanggan tidak mengajaknya bicara atau saat menghitung di kasir.
Kesibukan kami berlanjut sampai dini hari. Aku sendiri beristirahat di gudang seperti arahan Lucas, tapi aku tidak bisa tidur sama sekali.
Aku memutuskan untuk menemui Lucas dan membahas kejadian yang telah kami alami.
Aku membuat dua cangkir cokelat panas sebelum pergi ke meja bar. Tapi, aku tidak menemukan Lucas disana. Alih-alih duduk didekat lemari bar seperti biasa, Lucas duduk di meja dekat jendela menghadap luar bar. Dia diam menatap kearah luar jendela meskipun hampir tidak terlihat apapun selain hutan yang ditelan kegelapan malam.
Ketika aku melangkah mendekatinya, Lucas menoleh padaku. Lucas menghembuskan napas panjang begitu melihat nampan berisi sepasang cangkir ditanganku.
"Aku tahu kau akan melakukan ini."
"Dan kau tahu aku tidak akan bisa tidur dengan tenang tanpa bertanya padamu, Lucas."
Aku duduk berseberangan dengan Lucas setelah meletakkan nampan diatas meja. Aku mengambil cangkirku dan langsung menegak sedikit minuman cokelat selagi masih panas. Lucas juga mengambil cangkir, tapi dia justru menghirup perlahan aroma cokelat yang keluar. Lalu dia meletakkan kembali cangkir ke meja.
"Apa kau yakin tidak ada bagian tubuhmu yang sakit setelah dari kuil, Risa?" Lucas tampaknya mengkhawatirkan hal itu sedari tadi.
Aku mengangguk sebagai jawaban untuk menenangkannya. "Tubuhku justru merasa lebih segar." Dan aku tidak bohong ketika mengatakannya. Tubuhku menjadi lebih ringan dan segar, begitu juga dengan memoriku.
"Bagaimana dengan obat olesnya? Apa sudah kau oleskan ke bekas cambuk di kakimu?"
"Bekasnya sudah mulai menghilang, sepertinya tidak akan meninggalkan bekas."
Lucas meminum cokelat panas miliknya. Lalu, dia membalas, "baguslah."
"Jadi ... apa sekarang giliranku yang bertanya?"
Lucas tertawa pelan, "tanyakan saja, kau pasti mau meyakinkanku untuk menerima tawaran itu, kan?"
Lucas menebak dengan benar. Tapi, saat ini aku lebih penasaran dengan hal lain.
"Aku tahu kau meninggalkan ujian akademi untuk menungguku setelah apa yang kau alami, tapi aku tetap tidak mengerti. Kenapa kau langsung menolak tawaran itu padahal aku sudah berada disini?"
Lucas tidak langsung menjawab, tetapi dia menatapku lekat tanpa memalingkan wajah sama sekali. "Apa kau tidak akan menggunakan kekuatanmu? Kau bisa mendapatkan jawaban jujur jika menggunakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil of Words
Fantasy"Lidah lebih tajam dari pedang." Risa sering mendengar kalimat itu di kehidupan sehari-hari. Sebuah pepatah lama yang dibicarakan dari mulut ke mulut. Kadang digunakan sebagai nasihat orang tua kepada anaknya, kadang digunakan pula sebagai contoh pe...