Setelah mendapatkan buku dari Lucas, aku mulai mempelajari bahasa Belwedh. Lucas juga mulai membiarkanku untuk pergi keluar rumah, tetapi dia masih melarangku untuk pergi ke alun-alun kota Yukirius sendirian.
"Belakangan ada bandit yang suka mengganggu wanita muda di alun-alun kota. Aku mendengarnya dari pelanggan di bar." Begitu katanya.
Beberapa hari terakhir cuaca mulai menjadi lebih dingin dan hujan salju muncul sesekali. Pengunjung di bar pun mulai meningkat. Banyak warga yang datang ke bar untuk minum dan menghangatkan diri ataupun beristirahat sampai menunggu hujan salju berhenti. Bar milik Lucas berada didekat jalur masuk hutan dari kota Yukirius. Tidak heran banyak pemburu atau penebang pohon datang mampir ke bar ini.
Biasanya aku membantu Lucas dari sore hingga pukul 10 malam, lalu Lucas akan menjaga bar sendirian hingga pagi. Aku sudah membujuknya agar membiarkanku membantu dia di bar sampai pagi, tapi Lucas selalu memintaku pulang dari bar sebelum tengah malam.
Dan hari ini, aku melihat sikap Lucas yang tidak biasa. Beberapa kali dia salah menulis pesanan orang-orang yang datang ke bar, dan terkadang lupa memberikan kembalian.
"Hei! Aku sudah memesan setengah jam yang lalu! Kenapa pesananku belum datang?!" Seru salah satu pelanggan. Pria itu membawa senapan pemburu di punggungnya.
"Ah, maafkan aku. Apa boleh kutulis ulang pesanannya?"
"Ck! Lupakan saja!" Pria itu berdecak kesal dan meninggalkan bar.
Aku memerhatikan semuanya dari balik pintu dapur. Kemudian aku menghampiri Lucas yang sedang membersihkan gelas di depan lemari alkohol.
"Apa kau kelelahan? Aku bisa menggantikanmu di meja bar."
Lucas menggeleng tegas, "tidak perlu. Lagipula, kau tidak tahu cara membuat minuman."
Aku melihat Lucas menarik napas pendek dan mulai keringat dingin. Aku meletakkan telapak tangan kananku di dahinya dan telapak tangan kiri di dahiku.
"Sepertinya kau demam, Lucas," jawabku setelah merasakan suhu tubuhnya sedikit lebih panas dariku.
"Tidak apa-apa ... aku masih bisa bekerja."
Haaah, Lucas selalu keras kepala. Batinku.
"Kau duduk saja disini. Jangan berdiri dan banyak bergerak kecuali ada minuman yang harus kau buat. Aku yang akan menulis pesanannya."
"Apa kau yakin, Risa?"
"Hei, hei. Kau meragukanku? Setelah semua yang kau ajarkan padaku."
Lucas tersenyum simpul mendengarnya. "Oke, kita lihat hasil belajarmu hari ini."
Kriing! Kriing!
Suara bel berbunyi, pertanda pintu dibuka. Beberapa orang masuk ke bar.
"Oh, ada paman Reo!" Seruku menyambut pelanggan.
"Heeei, Risa. Hari yang sibuk, ya?" Paman Reo menyapa balik.
Aku hanya tertawa datar dan memasang senyum bisnis di wajah. "Sepertinya, paman hari ini tidak sendiri."
"Oh, ini keponakanku dari ibukota. Dia tiba disini kemarin malam untuk mampir ke makam adikku sekaligus ibunya."
Aku melirik pria disamping paman Reo. Pria itu memakai jubah yang menutup wajahnya. Namun, aku bisa melihat figur tubuhnya adalah seseorang berotot dan terlatih.
"Aku ... akan pulang saja."
Diluar dugaan, aku mendengar suara pemuda dari pria berjubah itu. Dia berbalik dan pergi meninggalkan bar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil of Words
Fantasía"Lidah lebih tajam dari pedang." Risa sering mendengar kalimat itu di kehidupan sehari-hari. Sebuah pepatah lama yang dibicarakan dari mulut ke mulut. Kadang digunakan sebagai nasihat orang tua kepada anaknya, kadang digunakan pula sebagai contoh pe...