Mata Austin terpaku pada gambaran kehidupan yang baru terbentuk, masih seukuran biji anggur, yang terpampang di layar monitor.
Sebuah rasa haru yang mendalam memenuhi ruang hatinya, diiringi dengan kebahagiaan yang tak terkira dan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sekitar 40 menit lamanya, proses pemeriksaan berlangsung. Gel khusus yang sebelumnya melapisi perut Krystal dengan hati-hati dibersihkan oleh asisten dokter. Pakaian Krystal kembali diturunkan untuk menutupi tubuhnya, dan dengan lembut dia dibantu untuk kembali duduk.
”Dalam usia muda, kandungan sangatlah rapuh dan berisiko keguguran. Anda harus berhati-hati, jaga pola makan, tidur dan jangan terlalu kelelahan. Serta, harap untuk tidak terlalu sering melakukannya,” ucap dokter, membuat rona merah terpancar di wajah Krystal.
Mereka mengikuti dokter keluar dari ruangan tersebut dan Krystal diberikan vitamin yang harus dikonsumsi, serta foto hasil USG tadi. Setelah itu, barulah mereka meninggalkan ruangan dokter itu.
Di sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, Austin terus memandangi foto hasil USG dengan penuh kekaguman. Senyuman tipis menghiasi wajahnya, menggambarkan kebahagiaan hatinya.
Melihat hal itu, Krystal pun tak bisa menahan senyuman. "Aku pikir kamu tidak akan menerimanya," gumamnya pelan, namun cukup jelas untuk didengar oleh Austin.
Austin mengambil dompetnya, dengan hati-hati meletakkan foto berharga itu di dalamnya. Baru setelah itu, dia memalingkan pandangannya kepada Krystal.
"Tidak ada alasan bagiku untuk tidak menerimanya. Meski kita menikah karena terpaksa, anak ini tetap bagian dariku, darah dagingku. Atau, apakah kamu ... melakukan ini dengan orang lain?" tuding Austin dengan nada sedikit curiga.
Krystal yang tadinya terharu mendengar jawaban Austin, seketika membulatkan mata dengan wajah yang tidak terima ketika tuduhan di kalimat terakhir Austin.
“Jangan asal berbicara! Aku tidak pernah melakukan apa pun bersama dia dan dia juga tidak aku izinkan menyentuhku,” protes Krystal.
”Bagaimana yang ketika itu sempat aku pergoki. Kalian berciuman dalam gelap,” jawab Austin.
“Jangan bahas itu lagi. Aku tidak ingin membahas itu!” balas Krystal. Dia berbalik dan hendak meninggalkan Austin, tetapi tiba-tiba motor lewat begitu saja di hadapannya dan dia hendak tertabrak jika Austin tidak segera menarik tangannya.
Jantungnya seketika berdebar cepat dengan napas yang terengah. Tadi itu nyaris saja, jika Austin tidak bertindak cepat.
“Berhati-hatilah,” ucap Austin yang saat ini masih memeluk tubuh Krystal dengan cukup erat karena keterkejutannya.
Ketika degup jantungnya mulai mereda, Krystal mendongakkan kepalanya dan menatap Austin. “Terima kasih,” gumamnya pelan, suaranya bergetar oleh rasa takut yang masih tersisa.
Austin menatap Krystal dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia masih memeluk tubuh Krystal, dan Krystal bisa merasakan detak jantung Austin yang juga berpacu cepat.
”Kamu baik-baik saja?” tanya Austin, suaranya lembut, hampir berbisik.
“Ya, aku baik-baik saja berkatmu,” jawab Krystal. Setelah Austin melonggarkan pelukan, dia pun sedikit menjauh dari Austin, tetapi Austin tidak membiarkan dia menjauh dan menuntunnya menuju mobil.
Bahkan Austin juga membukakan pintu mobil untuknya dan menunggunya duduk dengan nyaman. Setelah itu barulah Austin menempati kursi kemudi.
”Apakah kamu langsung ingin pulang, atau ada sesuatu ingin kamu beli?” tanya Austin, memalingkan wajah kepada Krystal.
“Tidak. Aku tidak menginginkan apa-apa,” jawab Krystal.
“Bukankah wanita hamil selalu menginginkan makanan yang aneh-aneh?” Austin kembali bertanya.
“Seharusnya seperti itu. Tapi aku tidak merasakan apa-apa,” jawab Krystal. Saat ini dia benar-benar tidak menginginkan apa-apa dan dia juga tidak merasakan mual seperti wanita hamil pada umumnya. Karena itulah dia sempat meragukan hasil tespek yang dia coba sebelumnya.
”Baiklah. Atau, apakah kita harus membeli perlengkapan bayi dan segala macamnya?” tanya Austin dengan sangat bersemangat.
Hal itu membuat Krystal menghela napas dan menatap pria yang merupakan suaminya itu. “Itu terlalu dini, Austin. Kandunganku masih 9 minggu,” ujarnya.
Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pria yang dia kira tidak terima dengan kehamilannya, ternyata malah lebih bersemangat.
*****
Malam harinya, mereka kedatangan seorang tamu yang sebenarnya tidaklah diundang, yaitu Rani—ibu Austin. Entah ada kepentingan apa, wanita paruh baya itu tiba-tiba saja bertamu.
“Ada apa Mama ke sini?” tanya Austin. Duduk di sofa di samping Krystal.
“Tadi siang Dokter Teddy melaporkan hasil kehamilan wanita itu kepada Mama … siapa yang menyuruhmu untuk menghamilinya?” tanya wanita paruh baya itu dengan suara datar dan tatapan tajam.
Hal itu seketika membuat Krystal merasa was-was dan khawatir bahwa Mama Austin memintanya untuk menggugurkan kandungannya karena tujuan pernikahan mereka adalah bercerai. Jika ada anak diantara mereka, maka mereka cukup sulit untuk berpisah.
“Ma, yang ada di dalam perutnya adalah calon cucu Mama, dan adalah darah dagingku. Aku tidak akan melakukan hal konyol, apalagi membunuh anakku sendiri!” tegas Austin dengan tatapan nyalang, tetapi wanita paruh baya yang merupakan orang tuanya itu sama sekali tidak bergeming.
Krystal langsung berdiri. Berjalan ke arah ibu Austin dan berlutut di depan wanita paruh baya itu. “Aku mohon, jangan pisahkan aku dengan calon anakku. Aku tidak masalah berpisah dengan Austin karena tujuan pernikahan kami memanglah untuk bercerai setelah Cindy kembali. Tapi aku mohon biarkan aku menjaga dan membesarkan anakku,” mohon Krystal. Dia hendak bersujud di kaki ibu Austin, tetapi Austin langsung mencegahnya.
“Tidak perlu melakukan itu. Duduklah kembali! Bukan hanya kamu yang akan mempertahankan anak kita, tetapi juga aku,” ujar Austin. Membantu Krystal duduk di tempat duduk semula.
“Cih! Kalian menyebalkan!” dengus ibu Austin, kemudian meletakkan sebuah paper bag di atas meja dengan gebrakan yang cukup kuat.
“Minumlah sebelum tidur,” ujarnya. Berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
“Tolong bawa barangmu kembali. Krystal tidak membutuhkan itu!” seru Austin. Suaranya meningkat dan emosi terlihat jelas di wajahnya kepada wanita paruh baya yang merupakan ibunya.
“Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti anakku, termasuk kamu! Aku tidak peduli bahwa kamu adalah orang yang sudah melahirkanku,” lanjutnya.
Rani berhenti. Kemudian dia pun berbalik, menatap Krystal dan Austin secara bergantian.
“Kalian berlebihan. Itu adalah teh yang bagus untuk perkembangan janin. Jika kalian tidak percaya, kalian bisa tanyakan kepada Dokter Teddy,” ucapnya. Kemudian benar-benar keluar dari penthouse itu. Meninggalkan Krystal dan Austin yang kebingungan.
“Apa maksudnya? Apakah Mama tidak masalah dengan kehamilanku?” tanya Krystal yang masih terlihat bingung. Menurutnya sifat ibu mertuanya sangatlah aneh.
“Entahlah. Jangan meminumnya. Aku akan menanyakan terlebih dahulu kepada Dokter Teddy,” ucap Austin. Dia mengambil teh yang dibawakan oleh ibunya, memotretnya dan mengirimkan kepada dokter yang memeriksa Krystal tadi siang.
Setelah itu, barulah dia menelepon dokter tersebut dan menanyakan apakah teh itu berbahaya untuk Krystal atau tidak, dan ternyata jawaban dokter itu sama dengan yang dikatakan oleh ibunya tadi.
“Bagaimana?” tanya Krystal setelah Austin selesai berbicara dengan dokter kandungannya melalui telepon.
“Dia mengatakan bahwa itu memang baik untuk kandungan. Tapi aku tidak ingin kamu mengkonsumsi apa pun yang diberikan oleh Mamaku. Aku akan membelikan sendiri untukmu,” jawab Austin, yang dibalas anggukan oleh Krystal.
(Cek info visual setiap tokoh di sosial media author, ig : secrett_zr, fb : secrett_zr, TikTok : secrett_zr, dan join grup fb : Readers SecretZR)
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Pengganti (Tamat)
RandomKrystal tidak menyangka bahwa dirinya akan menikah dengan laki-laki yang dicintai oleh kakaknya. Seharusnya hari ini adalah pernikahan kakaknya, tapi ketika acara akan berlangsung, tiba-tiba kakaknya menghilang dan meninggalkan secarik surat yang me...