14| Buku Diary

77 4 0
                                    

Darren memasuki rumahnya yang tampak sepi seperti biasanya. Ia  menaiki tangga menuju kamarnya yang ada dilantai 2. Tapi sebelum itu ia mengecek keadaan bundanya terlebih dahulu. Setelah memastikan bundanya baik-baik saja dan sedang tertidur, ia kembali berjalan menuju kamarnya.

Ia mendadak berhenti saat akan melewati sebuah kamar, kamar seseorang yang sangat ia rindukan. Seseorang yang tak akan pernah kembali lagi. Seseorang yang kepergiannya adalah sebuah mimpi buruk baginya maupun bundanya. Seseorang yang menjadi cahaya kehidupan di rumah ini.

Dengan perlahan ia membuka kenop pintu memasuki kamar yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Pandangannya menelusuri seluruh isi kamar. Kamar yang dipenuhi kenangannya dengan seseorang yang sangat berharga baginya. Meski sudah ditinggalkan pemiliknya tapi kamar ini masih tetap bersih karena Darren sendiri yang meminta agar pelayan selalu membersihkan kamar ini. Ia tidak ingin ada yang kotor apalagi rusak.

Darren berjalan kerah meja belajar, ia mengelus lembut bingkai foto yang ada diatas meja belajar. Sebuah senyum tipis tercetak di wajah tampannya.

"Meila, abang kangen"

✧༺★༻✧

Seseorang dengan tergesa-gesa mengacak-acak keranjang berisi baju kotor yang terdapat di kamarnya. Ia tersenyum ketika mendapati apa yang ia cari. Di tatapnya sebuah baju yang terdapat noda merah yang memiliki bau anyir di genggamnya. Ia hampir lupa untuk memisahkan baju ini dengan baju lainnya.

Tiba-tiba suara gedoran pintu terdengar membuat orang itu menoleh kebelakang kemudian buru-buru memasukkan baju itu ke kantong plastik hitam yang ia bawa tadi.

"Bang Ken ayo jalan-jalan, aku bosen di rumah terus" suara disertai gedoran yang semakin brutal membuat orang yang ada didalam kamar itu dengan cepat menyembunyikan kantong plastik hitam itu di tempat yang tidak terlihat kemudian melangkah lebar kearah pintu.

Ketika membuka pintu kamarnya ia mendapati adiknya dengan senyum lebar yang tercetak di wajah mungilnya "Kamu mau jalan-jalan? Bentar abang ambil dompet dulu" mendengar ucapan abangnya membuat bocah itu berjingkrak-jingkrak bahagia.

"Ayo"

Bocah menggandeng tangan abangnya dengan senyum lebar yang tak kunjung luntur "Hore jalan-jalan"

✧༺★༻✧

Lizi mengobrak-abrik isi kamarnya mulai dari meja belajar, laci, lemari hingga kolong kasur semuanya ia keluarkan isinya tapi sesuatu yang ia cari tidak juga ketemu. Ia memang tidak yakin benda itu ada tapi berdasarkan instingnya mungkin saja pemilik tubuh ini memilikinya.

Entah apa yang dipikirkannya hingga tiba-tiba mencari benda itu. Benda yang tak pernah terpikirkan olehnya selama ini.

Lizi mengacak rambutnya frustasi ketika tidak menemukan benda yang ia cari. Padahal benda itu mungkin akan menjadi petunjuk yang sangat penting baginya. Lihatlah bahkan kamarnya sekarang sudah seperti kapal pecah, sangat berantakan! Semua barang-barangnya berserakan tapi benda yang ia cari tidak ada sama sekali di sana.

Lizi kembali mencari diantara tumpukan buku yang ada diatas meja belajar. Saat sedang mencari lengannya tidak sengaja menyenggol sebuah buku tebal hingga membuat buku itu terjatuh. Lizi mengambil buku itu dan betapa terkejutnya ia mendapati sebuah buku yang ia cari-cari sejak tadi, Buku Diary. Sepertinya buku diary ini diselipkan diantara halaman buku tebal yang ia jatuhkan tadi.

Akhirnya setelah mendapati apa yang ia cari Lizi dengan gesit membuka halaman buku itu. Untungnya buku diary ini bukanlah buku diary yang memiliki gembok jadi ia bisa langsung membukanya tanpa harus repot-repot mencari kuncinya lagi.

Membaca lembaran per lembaran, mimik wajah Lizi berubah menjadi sendu membacanya. Ia tidak tau kalau hidup Zia ternyata lebih parah dari yang ia tau. Ingatan yang ia dapatkan selama ini hanyalah sebagian kecil dari penderitaannya. Sampai disalah satu lembar ia mengernyitkan dahinya bingung membaca deretan tulisan itu.

10  September 2022

Hari ini aku berniat pergi ke rumah sakit untuk mengecek apa yang terjadi padaku. Beberapa hari ini aku merasa aneh pada diriku sendiri. Aku jadi sering mimisan dan juga pusing. Aku juga sering berhalusinasi. Awalnya aku pikir itu hanya karena kecapean atau stress tapi ternyata aku salah. Ini lebih buruk dan.... lebih menyakitkan dari yang ku bayangkan. Aku berniat menutupi hal ini dari keluargaku. Aku tidak ingin mereka mengetahui tentang hal ini. Aku tidak ingin menambah beban mereka. Cukup aku saja yang menanggung ini semua.

Lizi semakin mengerutkan dahinya kemudian kembali membuka halaman berikutnya.

26 November 2022

Hari ini aku kembali ke rumah sakit untuk pemeriksaan setelah memastikan tidak ada yang melihatku pergi keluar, aku dengan cepat memasuki area rumah sakit. Tapi ternyata aku salah, saat keluar dari ruangan dokter aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang, Papa. Dia menatap ku dengan tatapan sedih, kecewa dan entahlah mungkin menyesal?

Papa bilang dia melihat ku saat masuk ke rumah sakit dan mengikuti ku. Dia mendengar semuanya. Aku meminta Papa agar tidak memberi tau siapa pun tentang hal ini. Awalnya mungkin Papa menolak, tapi aku berhasil meyakinkannya. Aku lega setidaknya hanya Papa yang mengetahui hal ini. Dan.... dia hanya mengetahui separuhnya saja tidak semuanya.

Lizi memijit keningnya pusing, jadi tubuh ini mempunyai penyakit begitu? Hah, ini terlalu mengejutkan tapi ia masih belum tau penyakit apa yang diderita tubuhnya sekarang.

Ia kembali membuka lembaran-lembaran selanjutnya tapi tidak ada yang isinya menjelaskan tentang penyakit yang dideritanya.

Kira-kira dimana ia bisa mendapatkan informasi tentang penyakitnya. Haruskah ia kembali ke rumah sakit? Tapi itu akan terlalu merepotkan bagaimana jika ada yang melihatnya atau mengikutinya.

Lizi menghela nafas gusar, bagaimana ya caranya?

Lizi tiba-tiba menegakkan tubuhnya saat ia teringat dengan isi diary tadi. Bukankah Papanya tau tentang hal ini jika surat keterangan tentang penyakitnya tidak ada di kamarnya maka mungkin saja surat keterangan itu ada diruang kerja Papanya. Ya ia bisa mencoba mencari di sana. Semoga saja ia mendapat informasi di sana.

Lizi bergerak cepat menuju ruang kerja ayahnya yang kebetulan satu lantai dengan kamarnya yaitu dilantai 3. Saat sampai ia segera membuka pintunya untunglah pintunya tidak dikunci atau mungkin Papanya lupa menguncinya? Sudahlah intinya ia bisa masuk dengan mudah.

Ia mulai mencari diantara tumpukan berkas-berkas dan rak buku yang terdapat berbagai map dan buku tebal kemudian beralih pada laci meja kerja papanya ada beberapa map berkas di sana. Matanya tak sengaja melihat sebuah map berwarna coklat yang menarik perhatiannya dengan gesit ia membuka penutup map itu dan mengeluarkan isinya. Ia harus segera melihat isinya sebelum orang tua atau saudaranya pulang.

"Rumah sakit Mutiara kasih"

***

Darreno Mickhael Alderion

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darreno Mickhael Alderion

Jangan lupa vote dan comment ya

𝔐𝔜 𝔓𝔯𝔦𝔫𝔠𝔢𝔰𝔰Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang