"Rumah sakit Mutiara kasih"
Lizi membaca isi surat keterangan itu dengan seksama. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya terkejut, menggenggam erat surat itu.
Lizia Princess Mauletta
divonis leukemiaButiran air mata menetes membasahi pipinya, menangis tanpa suara. Dibalik tingkahnya yang terlihat tangguh ternyata ia menyimpan rasa sakit yang begitu menyakitkan dan ia berniat menyimpannya sendiri? Waw, haruskah Lizi memujinya? Disaat dirinya membutuhkan perlindungan ia malah mendapatkan kekerasan. Disaat dirinya membutuhkan dukungan ia malah mendapat hinaan. Bahkan satu-satunya orang yang mengetahui hal ini saja bersikap acuh tak acuh.
Disaat Lizi masih menangis sambil menggenggam erat surat keterangan itu. Tiba-tiba ia mendengar suara deruman mobil. Orang tuanya pasti sudah pulang.
Lizi menghapus kasar air matanya, ia dengan cepat memasukkan kembali surat itu kedalam map dan menutup laci itu. Ia merapikan berkas-berkas seperti semula agar tidak ketahuan jika ada yang memasuki ruang kerja Papanya. Ia berjalan cepat keluar dari ruang kerja Papanya dan menuju kamarnya. Untunglah ruangannya dilantai paling atas dan satu lantai dengan kamarnya sehingga ia tidak perlu bersusah payah mencari alasan atau bersembunyi lagi.
✧༺★༻✧
Derasnya suara rintikan hujan terdengar membasahi bumi membuat malam yang sudah sejuk tambah sejuk. Namun, itu tidak membuat seorang gadis yang tengah berkutat dengan buku-buku tebal itu memilih untuk beristirahat menikmati malam yang sangat sejuk dalam selimut yang menghangatkan dan kasur yang empuk.
Dahinya sesekali mengerut saat menemukan soal yang sedikit sulit. Sudah berjam-jam ia dalam posisi yang sama, duduk di kursi meja belajar dengan tumpukan berbagai buku diatas meja.
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian gadis itu atensinya menangkap seorang pria paruh baya yang menatapnya dengan raut datar.
"Bagaimana dengan sekolah mu?" pertanyaan itu meluncur dari mulut pria paruh baya yang menjabat sebagai ayah gadis itu.
"Seperti biasa" jawab gadis itu singkat.
Pria itu mengangguk "Bagus pertahankan nilai mu, jangan sampai nilai mu turun Vira"
Ya, gadis itu adalah Vira. Gadis yang dituntut untuk selalu memiliki nilai yang sempurna.
Vira mengangguk, sudah biasa ayahnya akan ke kamarnya saat ayahnya pulang dari kantor untuk menanyakan tentang sekolahnya atau lebih tepatnya untuk memastikan nilainya menurun atau tidak.
"Ingat kamu harus meningkatkan nilaimu jangan malas belajar, ayah tidak mau saat pembagian raport nanti peringkat mu turun mengerti!" Vira kembali mengangguk mendengar ucapan ayahnya.
"Jangan tidur sebelum jam 12 malam, selesaikan belajar mu dan tingkatkan nilai mu. Jika peringkat mu turun bersiaplah untuk mendapatkan hukuman" setelah mengucapkan itu ayahnya menutup pintu kamarnya dan pergi meninggalkannya.
Vira menghela nafas kasar. Kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda tadi. Menggoreskan tintanya diatas buku tulis, mengerjakan soal-soal yang penuh dengan rumus-rumus yang memusingkan. Suara derasnya hujan masih terdengar sampai sekarang menemani dirinya yang kembali melanjutkan kegiatannya sampai jam menunjukkan tengah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝔐𝔜 𝔓𝔯𝔦𝔫𝔠𝔢𝔰𝔰
Teen Fiction"𝙺𝚒𝚜𝚊𝚑 𝚒𝚗𝚒 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚛𝚎𝚔𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚞𝚜𝚊𝚑𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚍𝚊𝚖𝚊𝚒 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚖𝚊𝚜𝚊 𝚕𝚊𝚕𝚞" Berawal dari kecelakaan yang merenggut nyawanya.Tapi siapa sangka ia diberi kesempatan kedua, hidup untuk kedua kalinya namun d...