First Night

66 14 10
                                    

Hari ini sangat melelahkan, padahal kerjaan Arshaka hanya diam duduk dan menyambut tamu. Tetapi entah kenapa rasanya seperti menjadi manusia paling cape di dunia.

Setelah memutuskan untuk mandi, Arshaka duduk santai di sofa sembari melihat sosial medianya. Hari ini, ia jarang buka handphone saking sibuknya.

"Ar aku mau jujur." Kirana duduk sila di kasur dengan sebuah bantal di pangkuannya. Ia sudah berganti baju menjadi setelan pakaian baju tidur, tetapi ia memakai jilbab bergo juga. Karena, ia belum siap memperlihatkan rambutnya. Masih terasa canggung.

"Silakan."

Kirana menggigit bibir bawahnya. Ia takut salah bicara. "Aku...."

Arshaka menaruh handphone-nya, lalu ia duduk sila juga dan mengambil bantal yang ada di sofa. Mengikuti Kirana. Bedanya Arshaka menopang dagunya dan menatap Kirana, seolah siap mendengar apapun yang akan dikatakan Kirana.

"Gak usah ragu. Bilang saja, aku siap dengerin," ucap Arshaka disusul dengan senyuman tulusnya. Tak lupa dengan manik mata yang berbinar.

Kirana meneguk salivanya. Ia, tidak pernah ditatap sedalam ini. "Sebenarnya aku menerima perjodohan ini karena aku dipaksa orang rumah. Mamah, Papah, A Bayu, Bagas, Nenek, keluargaku yang lain dan juga karena keadaan. Karena keadaan yang genting, jadi aku berpikir tidak ada salahnya kalau aku nerima kamu. Maaf, aku sudah menjadikanmu batu loncatan, untuk aku menghindar dari masalahku. Karena aku berpikir, kalau aku nerima kamu. Aku tidak akan dipaksa untuk kerja, aku juga gak bakal jadi bahan omongan keluarga dan tetangga. Maaf, aku telah memanfaatkanmu untuk masalah yang aku perbuat."

"Gak perlu minta maaf, karena aku sudah tahu."

"Serius?"

"Dua rius."

"Kamu.... Gak marah?" tanya Kirana takut mengecewakan Arshaka yang sekarang sudah berstatus suaminya itu.

"Boleh aku duduk di sebelahmu?" tanya Arshaka izin.

Kirana mengangguk. Mengobrol jarak jauh memang kurang nyaman juga.

"An, itu juga salah satu alasanku," kata Arshaka yang kini sudah berada di samping Kirana. Ia juga duduk sila dengan memangku bantal.

Mata Kirana melotot. "Maksudnya?"

"Aku tahu semuanya An."

"Tentang?"

"Kamu."

"Ish yang bener Ar!" Kirana memukul Arshaka menggunakan bantal.

"An, dengar. Aku tahu kamu sedang berada di fase sulit menghadapi diri kamu sendiri. Aku tahu kamu kesulitan tanpa orang lain yang tahu. Aku tahu kamu jadi bahan omongan keluarga dan juga tetangga kamu. Oleh karena itu, salah satu cara agar aku bisa bantu kamu. Ya dengan menjadi suami kamu. Right?"

Kirana tersenyum malu. Ucapan Arshaka kenapa menjadi sangat manis?

"Aku gak peduli kalau kamu nerima aku karena kamu terpaksa. Aku cuma mau bantu kamu. Kalau kamu nerima, aku senang. Kalau kamu nolak, aku cuma bisa bantu do'a. Dan sangat disayangkan sih, karena menjadi seseorang yang dicinta oleh seorang Arshaka Zayn itu sangat menyenangkan."

"IH PD BANGET!" Kirana memukul Arshaka lagi menggunakan bantal.

"Aku tahu kamu punya OCD."

Seperti disambar petir. Kirana seketika terbungkam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Darimana kamu tahu?"

"Waktu hujan sore hari. Saat kamu ninggalin kertas di kursi taman."

Kirana mengingat itu. Hari dimana ia baru mengetahui kalau dirinya didiagnosis memiliki gangguan mental berupa Obsessive Compulsive Disorder.

Bagaimana Hari Ini, An? [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang