Menjadi Rumah

49 13 28
                                    

Hanif dengan telaten membersikan luka menggunakan kapas pada sudut bibir Arshaka. Kini mereka sudah berada di dalam mobil. Dengan supir di depan, dan dua body guard Hanif di belakang.

"Aws." Sesekali Arshaka meringis menahan perih.

"Ar kamu yang sabar ya dengan sikap Setya." Hanif menepuk bahu Arshaka, lalu menaruh kapas tersebut di kotak P3K.

Arshaka tersenyum. "Aku selalu sabar Om."

"Om tahu, kamu memang selalu sabar menghadapi dia. Jangan bosan jadi orang sabar ya?"

"Insya Allah Om. Aku usahakan."

"Mungkin Setya hanya perlu waktu untuk maafkan kamu Ar."

"Aku salah ya Om?"

"Enggak kamu gak salah. Setya hanya belum nerima saja apa yang terjadi pada dirinya."

"Mau sampai kapan dia terus-terusan menatap aku dengan tatapan benci Om?" Arshaka benar-benar cape menghadapi Setya sedari dulu.

"Om juga tidak tahu. Kita tunggu saja waktunya ya?"

"Baik Om." Arshaka mengangguk dengan senyuman handalnya.

"Gimana pernikahanmu?" Hanif mencoba mencairkan suasana. Agar Arshaka tidak terlalu berlarut dalam rasa bersalahnya.

"Alhamdulillah Om. Kami sama-sama berusaha membangun cinta."

"Semoga pernikahan kalian selalu Allah jaga."

"Aamiin. Terima kasih Om."

"Sama-sama."

"Om, Arshaka pamit pulang ya? Kasihan istriku takut nunggu." Arshaka menyalami tangan Hanif.

"Sehat-sehat ya kamu Ar. Salam buat Kirana." Hanif memupuk punggung Arshaka yang masih menyalami tangannya.

"Baik Om. Terima kasih banyak ya Om, Om sudah terlalu banyak membantu."

"Sama-sama."

🤍🤍🤍

Kirana memukul kepalanya berkali-kali. Ia benar-benar kesal dengan suara-suara yang memenuhi isi kepalanya.

Suara-suara yang tidak mau Kirana dengar. Suara-suara yang benar-benar membuat Kirana ingin membenturkan kepalanya ke dinding.

"AN!" Arshaka terkejut bukan main ketika Kirana benar-benar melakukannya.

"Kamu kenapa An?" Arshaka beringsut. Ia berjongkok menghadap Kirana yang kini wajahnya sudah dipenuhi air mata.

"Aku cape.... Ar," lirih Kirana memegang lengan Arshaka.

"Kenapa? Apa yang kamu rasakan?" Arshaka mengelus kepala Kirana mencoba menenangkan.

"Gejala yang lain nambah lagi. Aku cape...."

"Apa kita perlu ke psikolog?" Arshaka berkata dengan lembut sembari membenarkan jilbab Kirana yang sudah tidak beraturan.

"Gak Ar. Pikiranku mengatakan untuk enggak ke psikolog."

"Kenapa An?"

"Bukan karena apa-apa. Tapi, ada pikiran yang gak bisa aku jelasin. Yang jika aku jelasin kamu pasti gak paham. Kamu pasti bakal mikir 'ih kok aneh' atau 'gak nyambung!' gitu."

"Boleh aku mengenal OCD lebih jauh? Agar aku bisa memahami kamu An."

Kirana mengangguk. "Boleh Ar."

"Apa itu pikiran intrusif?"

"Pikiran intrusif adalah pikiran tak terduga yang menurutku sangat menganggu. Biasanya dia muncul tiba-tiba, dan biasanya pikiran itu bersifat aneh dan nyusahin. Dan seringnya muncul berulang-ulang. Pikiran ini bisa berupa gambaran acak yang enggak punya makna."

Bagaimana Hari Ini, An? [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang