Hilang

43 13 12
                                    

Dua anak kecil berlari tergopoh-gopoh di bawah derasnya hujan dengan tas besar yang mereka bawa di punggung mungilnya masing-masing. Sesekali salah satunya berhenti memegangi dengkulnya, mengatur deru nafasnya sejenak. Namun, beberapa detik kemudian ia lanjut berlari menyusul kawannya yang berlari dengan semangat yang sangat membara. Berbeda dengan dirinya yang malas-malasan.

"Tuhkan hujan!" Bagaskara berdecak kesal. Ketika sudah sampai di tempat yang Daffa maksud untuk membeli es krim. Ternyata hanya sebuah rumah kecil berwarna biru muda, bukan warung atau minimarket.

"Kata kamu gak jauh, ini jauh banget tau Daffa! Kak Ana pasti nyariin!" Bagas lagi-lagi mengomel. Sedangkan Daffa malah asik memesan es krim.

"Bang yang cokelat dua. Bagas?! Kamu mau rasa apa?!" teriaknya yang malah membuat Bagas semakin jengkel.

"Kamu gak dengerin aku ya?!" hardik Bagas kesal. Ia melipat tangannya menatap Daffa dengan tatapan tajam.

"Nanti aja ngomelnya! Kamu mau rasa apa?!" teriak Daffa polos. Ia tidak peduli dengan omelan temannya, yang penting keinginannya untuk memakan es krim kesampaian.

"Matcha!" jawab Bagas pada akhirnya. Dasar bocil, cepat sekali luluhnya.

"Duduk dulu Dek di sini! Jangan pulang hujan-hujanan!" ujar Bapak tukang es krim sembari menepuk kursi panjang di samping kulkas es krim. Sebenarnya ini rumah biasa. Bukan warung besar, hanya kulkas es krim saja yang tersedia di rumah tersebut.

Setelah mengambil es krim, mereka berdua duduk di kursi tersebut. Daffa menikmati es krim mochi rasa cokelat sedangkan Bagas menikmati es krim gagang rasa matcha.

"Enakkan Gas?" tanya Daffa dengan mulut yang sudah belepotan dengan noda cokelat.

"Iya enak banget, terima kasih ya!" jawab Bagas sembari menepuk bahu Daffa.

"Ngomong-ngomong aku cape banget tau Gas," ujar Daffa dengan tubuh yang lunglai, juga bibir yang pucat.

"Kamu gak kenapa-kenapa kan?"

"Aku emang lemah, gampang kecapean."

"Kamu gak boleh gitu! Kamu gak apa-apa?"

"Sebenarnya aku lemes banget Bagas. Kayanya aku kecapean gara-gara lari-larian tadi," ucapnya namun masih mengunyah es krim. Tapi, nafasnya sedikit tersenggal.

"Daffa?!" Bagas begitu panik melihat kawannya nampak kesusahan dalam bernafas.

'Apakah Daffa sesak nafas?' Begitu pikir Bagas.

"DAFFA! HIDUNG KAMU BERDARAH!"

🖤🖤🖤

Kirana memberhentikan motornya di depan Halte. Lalu, ia membuka helmnya. Karena merasa tidak ada orang, ia celangak-celinguk mencari keberadaan Bagaskara. Anak itu tidak terlihat batang hidungnya.

"Bagas kemana ya?" Kirana memilih duduk di halte. Menaruh helm di samping tempat duduknya. Lalu ia mengeluarkan benda pipih dari sling bag yang ia pakai untuk menanyakan kepada guru les Bagas apakah adiknya itu sudah pulang atau belum.

"Apa? Sudah pulang daritadi?" jawab Kirana menanggapi ucapan di sebrang telepon.

"Baik Bu terima kasih."

Setelah menelepon guru les Bagas. Kirana nampak cemas. Pasalnya, gurunya bilang bahwa Bagas sudah pulang daritadi.

'Kemana anak itu?' batin Kirana bertanya-tanya.

Kirana mondar-mandir di Halte sembari memutar-mutar handphone-nya. Mencoba berpikir kemana ia harus mencari adik satu-satunya itu.

"Atau dia pulang sama Daffa ya bareng Arshaka?"

Bagaimana Hari Ini, An? [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang