Chapter 14

12.8K 839 21
                                    

Rio melepaskan earphone yang tertempel ditelinganya saat Azel, Putri dan lainya masuk ke kelas dengan wajah panik, bingung kenapa tiba-tiba mereka jadi panik seperti itu padahal sedari tadi Valery, Azel dan lainya bermain diluar dan tertawa terbahak entah apa yang mereka tertawakan.

Rio menautakan kedua alisnya ia memperhatikan mereka satu persatu seperti ada yang kurang. Tunggu... Valery. Ya, Valery tidak ada bersama mereka sekarang.

"Kalian kenapa? Valery mana?" tanya Rio langsung, memecah rasa penasaranya.

"Valery. Itu masalahnya."

"Apa?!"

Azel terlonjak kaget saat kumpulan suara bariton yang sumbernya berasal dari bangku belakang menyahut dengan kompak. Nevan, Ramon dan lainya kecuali Rio tengah asik bermain getrich low kuota alias monopoli kertas dibelakang sana, sama sekali tidak takut kalau ketahuan guru.

"Masalah? Dia bikin masalah lagi?" tanya Rio lagi.

Azel sedikit menarik napasnya berat dan menatap Rio dengan wajah tertekuk. "Iya. Vale mecahin pot bunga."

"Ya elah! Pot bunga pecah dipermasalahin." timpal Antoni langsung.

"Permasalahanya itu pot bunga yang Valery pecahin punya ibu Mila."

"Mati lo Val. Aduh malang banget nasib lo."

"Apes banget lo Val... Apes!" ujar Nevan dan Ramon bersamaan.

Azel dan lainya hanya diam, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Memikirkan bagaimana nasib Valery diruang ibu Mila.

"Kenapa pot-nya bisa pecah?" sahut Rio kembali meminta jawaban atas pertanyaan yang ia berikan.

"Kita lagi main petak umpet tadi. Terus gue, Azel sama Vale rebutan ngumpet di belakang pot itu. Karena kita saling rebutan dan nggak ada yang mau ngalah kita saling dorong-dorongan saking semangatnya kita saling dorong eh... Vale malah nyenggol tu pot bunga. Ya, akhirnya pecah deh." Jelas Putri.

Rio menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa mereka barmain petak umpet. Apa mereka tidak ingat dengan umur mereka yang sekarang? Ckckck.

"Eh tunggu, Valery mecahin pot punya Ibu Mila yang didepan perpustakan? Pot yang gede itu?" tanya Antoni memastikan.

"Iya." Azel mengangguk mantap.

"Buset! Pot itu 'kan gede, berat lagi. Tenaga Valery emang bener-bener dah!" ujar Antoni sambil berdecak kagum.

"Ngapai juga main petak umpet? Nggak inget umur neng?" ujar Nevan mulai memprovokasi.

"Yee! Si Vale yang ngajakin main juga!" jawab Putri tersungut-sungut.

Nevan dan yang lainya tertawa keras. "Jadi main petak umpet itu ide Valery? Bah! Kasian kali aku sama kau Vale idemu selalu membawamu ke ruangan ibu Mila." lagi mereka tertawa bersamaan, saat Ramon mulai berbicara dengan logat bataknya itu, membuat Azel dengan cepat menjitak kepala mereka masing-masing, kesal.

Rio berdiri dari duduknya membuat semua orang memperhatikannya dengan heran.

"Mau kemana lo?" Azel menaikan satu alisnya.

Rio hanya memberikan seulas senyuman sebagai jawaban membuat Memei dan yang lainya terkecuali Azel dan para cowok-cowok kelasnya menjerit tertahan dan mengedipkan mata mereka genit. Azel yang melihat itu berjengit dan segera mengusir Rio keluar.

Langkah kaki Rio membawanya ke ruangan Ibu Mila. Mengetuk pintu dua kali sebelum masuk ke dalam ruangan itu. Kosong. Ibu Mila tidak ada disana begitu juga Valery.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang